Pendapatan Perempuan di Bawah 25%: Analisa 30 Tahun Ketimpangan Gender di Indonesia

Ketimpangan gender di Indonesia masih sangat tinggi, ini bisa terlihat dari pendapatan perempuan tetap di bawah 25% dari total pendapatan tenaga kerja nasional

Selama 200 tahun, ketimpangan ekonomi global cenderung stagnan. Setengah warga dunia yang  merupakan kelompok pendapatan terbawah, hanya mendapatkan kurang dari 10% total pendapatan dunia.

Walaupun negara-negara menjadi lebih kaya selama 40 tahun terakhir, namun bobot kekayaan pribadi yang terkonsentrasi pada kelompok superkaya atau miliarder, terus meningkat dengan mengorbankan kekayaan publik, karena deregulasi, privatisasi, dan meningkatnya utang pemerintah. 

Kondisi ini merupakan hasil laporan dari “World Inequality Report 2022” (WIR 2022) atau Laporan Ketimpangan Dunia tahun 2022, yang disusun oleh Lab Ketimpangan Dunia dan dilakukan oleh Thomas Piketty dan Lucas Chancel (ekonom dari Paris School of Economics). Laporan WIR ini menarik karena selain ketimpangan ekonomi, terdapat pula laporan kondisi ketimpangan gender dan ketimpangan ekologi, termasuk laporan situasi ketimpangan di Indonesia. 

Hasil laporan WIR menyatakan bahwa pandemi COVID-19 telah menyebabkan buruknya ketimpangan dan akumulasi kekayaan global. Untuk penanganan pandemi, banyak pemerintah meminjam 10-20% dari pendapatan negara (PDB) kepada sektor swasta. Hal ini menyebabkan kekayaan pemerintah terus mengecil sementara ada tantangan utama di masa depan seperti perubahan iklim.

Ketimpangan ekologis juga terjadi dimana 10% penghasil emisi teratas bertanggung jawab atas hampir 50% dari semua emisi karbon dunia (misal Amerika 74,7; Jerman 34,1; dan China 36,4 dengan satuan tCO2e/cap/year). Para penulis laporan WIR selanjutnya merekomendasikan kebijakan iklim harus lebih menargetkan pencemar pada golongan populasi Superkaya yang menyumbangkan lahirnya emisi karbon sangat besar.

Ari Wibowo, Program Associate SDGs INFID dalam pernyataan sikap yang diterima Konde.co, menyampaikan bahwa di tingkat global ketimpangan ekonomi memprihatinkan dimana 10% kelompok Superkaya memiliki 76% dari semua kekayaan global.

“Selain itu, selama 30 tahun tenaga kerja perempuan masih terus memperoleh pendapatan sekitar setengah dari pendapatan laki-laki,” kata Ari Wibowo

Bona Tua, Senior Program Officer SDGs INFID, mengutip data WIR menyatakan ketimpangan ekonomi di Indonesia masih tetap stagnan. Walaupun sedikit lebih rendah dari global, namun tren menunjukkan bahwa 50% populasi penduduk miskin Indonesia hanya memperoleh pendapatan Rp. 17,1 juta per tahun.

Sementara itu yang fantastis adalah 1% populasi kelompok penduduk Super kaya di Indonesia memperoleh 73 kali lipat lebih banyak dibanding penduduk miskin, yakni Rp. 1,2 miliar per tahun.

“Kondisi ini linear dengan laporan akhir TNP2K pada Oktober 2019, bahwa Satu Persen Orang Indonesia menguasai 50 Persen Aset Nasional.”

Ketimpangan Gender di Indonesia

Ketimpangan gender di Indonesia juga tidak banyak berubah selama 30 tahun terakhir. Sejak tahun 1990an, pendapatan tenaga kerja perempuan tumbuh dengan lambat karena adanya ketimpangan akses pekerjaan dan upah yang layak. Tidak heran apabila pada tahun 2020, tenaga kerja perempuan masih terus mendapatkan kurang dari 25% total pendapatan tenaga kerja 

Maria Ulfah Anshor, Komisioner Komnas Perempuan, menyatakan bahwa ketimpangan gender dipicu juga oleh ancaman perilaku kekerasan kepada perempuan.

Tren kekerasan seksual dari tahun 2008-2019 selalu naik setiap tahunnya (data catahu komnas perempuan), dan terjadi di dalam berbagai ranah misalnya ranah personal, ranah komunitas dan ranah publik. 

Komnas perempuan dan jaringan masyarakat sipil mengapresiasi upaya pemerintah untuk mempercepat pengesahan Rancangan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual/ RUU TPKS namun juga berharap ada penguatan koordinasi dan sinergi untuk mengadvokasikan kembali substansi yang hilang. 

Nani Zulminarni, Ketua Pemberdayaan Perempuan Kepala Keluarga (PEKKA), menyatakan bahwa data ketimpangan gender global hampir tidak pernah berubah dari zaman ke zaman, serta menunjukkan bahwa perempuan memiliki tanggung jawab lebih dalam hal domestik dan tidak berbayar seperti mengurus rumah dan anak. Hal ini mengurangi kualitas hidup perempuan dan memberikan beban ganda bagi perempuan.

“Akar dari bentuk ketimpangan gender adalah ideologi patriarki khususnya di arena keluarga. Untuk itu, saya mendukung disahkannya RUU TPKS meskipun masih banyak pekerjaan rumah yang perlu diperbaiki. Paling tidak kita memiliki instrumen untuk diturunkan sebagai proses pendidikan dan perubahan nilai di masyarakat.”

Ratna Susianawati, Deputi Bidang Perlindungan Hak Perempuan (KPPPA) menyampaikan berdasarkan data Simfoni PPA 2021 (diakses Januari 2022), terdapat 10.247 kasus kekerasan terhadap perempuan dengan jumlah 10.368 korban. Sehingga, berdasarkan faktor urgensi dan kemendesakan harapannya RUU TPKS dapat menjadi payung hukum hulu hilir dari permasalahan kekerasan. 

Untuk menurunkan ketimpangan gender di Indonesia, Bona Tua kebijakan afirmatif terfokus untuk mengatasi ketimpangan gender di Indonesia seperti Pemerintah dan DPR segera mengesahkan RUU TPKS (Rancangan Undang-undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual) dengan pelibatan multipihak.

Pemerintah juga perlu memberikan alokasi 50 persen beasiswa LPDP bagi calon penerima beasiswa perempuan untuk meningkatkan kualitas dan produktivitas perempuan 

“Pemerintah Presiden Jokowi perlu mewajibkan penyediaan day care ramah anak di kantor pemerintah pusat dan daerah, melalui Inpres atau Keppres untuk menyediakan lingkungan yang ramah khususnya bagi para pekerja perempuan dan pemerintah perlu memberlakukan kuota 30 persen dalam jabatan tinggi/direksi di Perusahaan Swasta dan BUMN yang terdaftar terbuka di BEI (Tbk) sebagai upaya meningkatkan akses perempuan atas akses pekerjaan dan upah yang layak,” kata Bona Tua

Tim Konde.co

Konde.co lahir pada 8 Maret 2016 untuk mengelola ruang publik dari sudut pandang perempuan dan minoritas sebagai bagian dari kesadaran dan daya kritis, menghadirkan penerbitan artikel di website, produksi video/ film, dan informasi/ pengetahuan publik.Kini dikelola oleh individu-individu yang mempunyai kesamaan dalam memandang perempuan dan minoritas.
Republikasi artikel ini, klik tombol di bawah

Creative Commons License

1. Silakan lakukan republikasi namun tidak boleh mengedit artikel ini, cantumkan nama penulis, dan sebut bahwa artikel ini sumbernya dari konde.co, tautkan URL dari artikel asli di kata “konde.co”. Anda bebas menerbitkan ulang artikel ini baik online maupun cetak di bawah lisensi Creative Commons.

2. Artikel kami juga tidak boleh dijual secara terpisah atau menyebarkannya ke pihak lain demi mendapatkan keuntungan material.

Let's share!