Aktivis: Penuntasan Kasus Pelanggaran HAM Masa Lalu Jalan di Tempat, Komnas Perempuan Harus Bergerak

Advokasi penanganan kasus pelanggaran HAM di masa lalu cenderung melemah. Suara untuk memperjuangkan penuntasan pelanggaran HAM di masa sekarang makin lirih. Jika Komnas Perempuan tidak bergerak, maka penanganan kasus tidak akan maju-maju.

Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) diminta untuk menjadi ujung tombak dalam menyuarakan penuntasan kasus pelanggaran HAM di masa lalu. Hal ini karena penanganan pelanggaran HAM di masa lalu masih jalan di tempat.

Hingga kini nasib 17 kasus pelanggaran HAM di masa lalu masih nyangkut di Kejaksaan Agung dan tidak jelas bagaimana perkembangan penanganannya.  Bahkan ada kesan advokasi bagi penanganan kasus pelanggaran HAM di masa lalu cenderung melemah. Semakin banyak organisasi masyarakat sipil yang mulai menarik diri dan semakin lirih menyuarakan hal ini.

Demikian salah satu kesimpulan yang bisa ditarik dari diskusi “Laporan Pelaksanaan Tugas Komnas Perempuan Tahun 2021” yang digelar secara daring pada Senin (11/4/2022). Diskusi ini menghadirkan Ketua Komnas Perempuan serta sejumlah aktivis perempuan sebagai penanggap.

“Komnas Perempuan harus bisa menjadi lead untuk memperjuangkan hal ini. Jika Komnas Perempuan tidak bergerak maka kasus ini tidak akan maju-maju,” ujar Azriana, aktivis perempuan Aceh dalam kesempatan tersebut.

Azriana mencontohkan kejadian di Aceh, di mana masih banyak korban kekerasan di masa lalu yang hingga kini belum sepenuhnya terlepas dari stigma. Mereka seoalah terjebak dan tidak bergerak kemana-mana meski konflik di Aceh telah berakhir belasan tahun silam.

Untuk itu ia meminta Komnas Perempuan yang dibentuk, salah satunya untuk mengakselerasi penanganan kasus-kasus pelanggaran HAM yang banyak memakan korban perempuan, untuk menjaid penggerak.  Komnas Perempuan, ujarnya, bisa membangun kolaborasi agar kasus yang mandeg di Kejakasaan Agung bisa diproses kembali.

“Jika memang sudah tak ada pintu, kira-kira apa yang bisa dilakukan?.” ujarnya.

Mendukung pendapat Azriana, aktivis perempuan Yuniyanti Chuzaifah menekankan pentingnya penuntasan kasus pelanggaran HAM di masa lalu. Transfer pengetahuan tentang kasus-kasus pelanggaran HAM di masa lalu kepada generasi muda yang menjadi pengambil kebijakan di masa yang akan datang.

Hal ini selain agar pelanggaran HAM di masa lalu tidak begitu saja dilupakan tanpa penyelesaian, juga agar kasus serupa tidak terulang lagi di masa depan. Transfer pengetahuan ini menurutnya perlu dilakukan dengan cara-cara kekinian dengan menggunakan Bahasa anak muda sehingga lebih mudah diterima.

“Lakukan di ruang-ruang yang nyaman dengan menggunakan bahasa mereka, sehingga lebih mudah diterima,” ujarnya.

Yuniyanti juga menekankan pentingnya keberadaan organisasi di wilayah-wilayah yang potensial terjadi konflik karena adanya perebutan sumber daya alam. Dari pengalaman Yuni selama melakukan advokasi di lapangan, keberadaan organisasi akan membuat perusahaan lebih hati-hati.

Korporasi, ujarnya, tidak akan sembarangan lagi dalam upayanya untuk menguasai sumber daya alam yang menjadi modal usaha mereka. Selama ini, sering terjadi warga justru terpinggirkan atau bahkan terusir dari tanah mereka, karena aksi korporasi.

Sebelumnya komisioner Komnas Perempuan Olivia C Salampessy mengatakan, Komnas Perempuan sejak berdiri telah bergelut dengan penanganan kasus pelanggaran HAM. Diakuinya, belum semua kasus pelanggaran HAM ditangani dengan baik.  

Residu konflik hingga kini masih ditemukan di berbagai daerah yang pernah dilanda konflik, seperti di Papua, Aceh. Poso maupun Maluku.

Dalam kondisi seperti ini, konflik-konflik baru muncul, baik akibat penguasaan sumber daya alam (SDA), maupun berbagai pemicu lainnya. Konflik akibat perebutan Sumber Daya Alam/ SDA telah mengakibatkan perempuan makin kesulitan dalam menghidupi kebutuhannya.

Berbagai upaya telah dilakukan untuk menangani kondisi ini, salah satunya adalah pendidikan dengan bermuatan hak asasi manusia berbasis gender (HAM BG) yang beberapa tahun belakangan dilakukan di sejumlah daerah. Salah satu yang berhasil baik adalah yang dilakukan di DKI Jakarta, di mana telah dihasilkan ratusan tenaga pendidik yang berperspektif HAM BG .

Capai target saat anggaran turun.

Dalam kesempatan itu, Ketua Komnas Perempuan Andy Yentriyani mengatakan tahun 2021 merupakan tahun yang penuh tantangan. Salah satunya karena pandemi Covid yang belum sepenuhnya berlalu sehingga menimbulkan masalah baru.

Selain itu juga ada beberapa kontradiksi kebijakan yang menghambat penanganan kasus kekerasan pada perempuan. Salah satunya adalah lahirnya Omnibus law UU Ciptakerja yang berpotensi memicu kekerasan dalam berbagai bentuk pada perempuan, khususnya perempuan miskin.

Pada 2021 Komnas Perempuan juga mencatat lahirnya 20 kebijakan diskriminatif, yang juga sangat berdampak pada perempuan. Di sisi lain, pengaduan yang diterima melonjak tajam. Dalam kondisi bersamaan, banyak mitra Komnas Perempuan yang menyatakan kewalahan karena fasilitas minim, tidak ada perlindungan sosial ataupun minimnya dana.

“Dalam kondisi seperti ini banyak mitra yang mengaku burn out,” cetus Andy.

Namun demikian, Andi mengatakan tetap ada angin segar bagi lembaga yang dipimpinnya. Salah satunya adalah dana alokasi khusus untuk penanganan dan dirlisnya pedoman Kejaksaan untuk penanganan kasus perempuan yang berhadapan hukum. Ini, ujarnya menjadi suntikan baru bagi Komnas Perempuan.

Andy menambahkan, keberhasilan Komnas Perempuan dalam melaksanakan targetnya, tak lepas dari dukungan berbagai pihak, seperti media, pemerintah dan lembaga lainnya. Kerjasama ini diharapkan bisa terus dirawat, mengingat masalah yang harus ditangani Komnas Perempuan menunjukkan grafik naik. Pengaduan langsung yang diterima Komnas Perempuan terus meningkat dan pada 2021 naik hingga 80 persen.

Sementara dari sisi pendanaan, alokasi yang diterima Komnas Perempuan turun 5%. Kondisi ini tentu mempengaruhi kemampuan Komnas Perempuan dalam menjalankan mandatnya, sehingga kemampuan dalam menangani kasus turun 39 persen.

“Jika ini berlanjut, diperkirakan kemampuan penanganan kasus ini akan turun 20 persen di tahun yang akan datang. Karena pengaduan diperkirakan akan naik hingga 50% pada 2022 ini,” ujarnya.

Dari sisi penyerapan anggaran, Komnas Perempuan juga mencatat kinerja yang layak diacungi jempol yakni mencapai 96,12 % atau naik hampir 5% dibanding tahun lau yang berada di kisaran 91%. Penyerapan anggaran yang cukup besar ini menjadi cermin keberhasilan Komnas Perempuan dalam mewujudkan targetnya yang bahkan mencapai lebih dari 100 persen.

Sepanjang 2021 Komnas Perempuan berhasil melahirkan sejumlah langkah terobosan terkait penanganan kekersan terhadap perempuan, sederet modul untuk penanganan kasus kekerasan pada perempuan.    

Sedangkan pada 2022 ini ada lima isu yang menjadi prioritas Komnas Perempuan, yakni Perempuan dan Konflik SDA, pekerja perempuan, serta pembenahan kelembagaan.

Salah satu isu prioritas yang akan terus dikawal Komnas Perempuan setelah disahkannya UU TPKS,  adalah pengesahan RUU Perlindungan PRT yang sudah lebih 17 tahun diperjuangkan.  

Sekjen Komnas Perempuan, Heemlyvaartie D Danes mengatakan, masih ada kesenjangan dengan kebutuhan dengan kondisi riil. Pada 2021 Komnas Perempuan menerima 2036 pengaduan dan hanya 53% yang ditindaklanjuti.

Ia melihat kapasistas lembaga yang melemah, anggaran yang stagnan dan bahkan ada pemotongan. Kondisi ini berdampak pada kinerja lembaga dan ketersediaan SDM yang dimiliki. Heemly mengatakan, menurut analisa beban kerja yang dilakukan, seharusnya Komnas Perempuan dilengkapi dengan setidaknya 129 badan pekerja tetapi faktanya hanya ada 40  badan pekeja 1 Kesekjenan dan 10 komisioner.

“Butuh dukungan dana, karena hibah semakin menurun. Sebagai Lembaga penegak HAM sudah semestinya didukung oleh Negara,” pungkas Dance.

Tantangan Pemilu 2024

Sementara Sulistyowati Irianto, Pemerhati Perempuan yang juga Guru Besar UI mengingatkan Komnas Perempuan untuk mengantisipasi tahun politik 2024. Dalam situais ini, perempuan Indonesia rentan mengalami mobilisasi demi kepentingan politik.

Ia mengingatkan kejadian pada pemilu 2014 dan 2019 sebelumnya, di mana para politisi menjadikan perempuan yang merupakan massa mengambang menjadi target kampanye mereka. Sayangnya belakangan ada kecenderungan untuk mengangkat politik identitas. Makin banyak politisi dan calon kepala daerah yang menjanjikan Perda bernuansa agama demi meraih dukungan, padahal Perda ini banyak merugikan perempuan.

Sulistyowati mengidentifikasi ada setidaknya 421 peraturan daerah yang hanya demi menggaet dukungan padahal ini merugikan perempuan. Calon kepala daerah abaikan ini. Padahal pandangan misoginis dan patriarkis ini bisa mengalahkan nikai-nilai kemanusiaan.

“Kita harus menjaga agar manusia Indonesia khususnya perempuan, dari pengaruh untuk perebutan kekuasaan baik di pusat maupun daerah,” ujarnya.

Beruntung, belakangan makin banyak gerakan perempuan yang mulai muncul untuk membangun kohesivitas ini.

Perubahan iklim menjadi tantangan lain yang juga harus diantisipasi. Dampak perubahan iklim ini telah banyak dirasakan perempuan –terutama perempuan miskin– di berbagai negara termasuk di Indonesia. Di mana semakin banyak perempuan yang harus berhadapan dengan kelangkaan air, kelangkaan pangan, juga ancaman penyakit menular yang semakin sering terjadi.   

Persoalan besar lainnya adalah akses perempuan terhadap sumber daya alam semakin terbatas karena penguasaan oleh korporat yang dilakukan secara masif dan besar-besaran. Menurutnya ini harus mendapat perhatian khusus karena perempuan yang akan sangat merasakan dampaknya. 

Foto: Media Indonesia

Esti Utami

Selama 20 tahun bekerja sebagai jurnalis di sejumlah media nasional di Indonesia
Republikasi artikel ini, klik tombol di bawah

Creative Commons License

1. Silakan lakukan republikasi namun tidak boleh mengedit artikel ini, cantumkan nama penulis, dan sebut bahwa artikel ini sumbernya dari konde.co, tautkan URL dari artikel asli di kata “konde.co”. Anda bebas menerbitkan ulang artikel ini baik online maupun cetak di bawah lisensi Creative Commons.

2. Artikel kami juga tidak boleh dijual secara terpisah atau menyebarkannya ke pihak lain demi mendapatkan keuntungan material.

Let's share!