Feminis Seperti Apakah Saya? Berjuang Meneruskan Cita-Cita Kartini

Pemikiran feminis dibutuhkan untuk mendobrak pendidikan di sekolah dan lingkungan agar tidak mengabaikan perempuan

Saya adalah seorang perempuan dan sering bertanya: se-feminis apakah saya?. Melalui proses pendidikan dan kehidupan yang saya alami, saya belajar untuk mengenali diri sendiri, mengenali pemikiran feminis mana yang mencerminkan diri saya yang sebenarnya, feminis liberal kah, feminis marxis, feminis radikal atau posmodern?

Dari situ saya menemukan, bahwa pada dasarnya, pemikiran feminis terus bergerak tidak terbatas karena setiap pemikiran lahir dalam konteks tertentu.

Dari sini juga saya melihat tentang opresi yang dilakukan terhadap perempuan di setiap masa yang berbeda. Perempuan sering dianggap sebagai objek melalui tubuhnya dan citranya yang dianggap sebagai perempuan kurang baik di tengah masyarakat dibandingkan kaum laki-laki.

Sebagaimana dijelaskan pada buku-buku feminis, dimana para feminis mengajukan protes karena proses pengobjektifikasian dan pendiskriminasian merupakan hal yang paling merugikan bagi perempuan.

Saya sering mendapati cerita perempuan yang terdiskriminasi, dan lagi-lagi karena sistem patriarki di Indonesia yang digembar-gemborkan yang katanya sudah menjadi budaya kita. 

Pendidikan Stop Patriarki Yang Harus Dimulai di Sekolah

Dari sinilah saya mulai berpikir tentang pentingnya bagaimana peran pendidikan untuk mendobrak lingkungan yang patriarki, karena ini bisa jadi ruang yang bisa menilik persoalan dari hulu sampai hilir untuk mengkritik budaya yang patriarki. 

Jika kita tilik ke belakang, pendidikan berperspektif feminis merupakan salah satu titik awal gagasan yang harus diperjuangkan tentang pentingnya pendidikan kritis untuk perempuan untuk mengubah lingkungan pendidikan yang patriarki

Sejarah pendidikan perempuan salah satunya pernah dimulai dari sekolah perempuan yang digagas oleh Kartini yang diberi nama Yayasan Kartini, salah satu tokoh pejuang feminisme Indonesia. Upaya yang dilakukan Kartini saat itu saat mendirikan sekolah yaitu, untuk menyelamatkan kondisi perempuan masyarakat Jawa tradisional yang mengalami berbagai hal yang problematis, dianggap jadi manusia kedua, kemiskinan yang perempuan alami, dimana Kartini lalu menulis soal kondisi itu melalui tulisan-tulisannya. Seperti, kemiskinan, diskriminasi lalu sulitnya akses pendidikan. Pada akhirnya upaya Kartini berbuah manis., Kartini mendapatkan dukungan penuh dari Van Deventer untuk mendirikan sekolah perempuan.

Pada tahun pertama, Yayasan Kartini memiliki 112 siswi yang mengenyam pendidikan selama dua tahun lamanya. Seiring berjalannya waktu, Yayasan Kartini mulai mengepakkan sayap sampai ke berbagai daerah dan alhasil sekolah tersebut dapat dijangkau oleh seluruh kalangan masyarakat.

Perjuangan pendidikan yang dilakukan Kartini pada akhirnya memunculkan semangat untuk sekolah-sekolah perempuan lain yang ikut bergerak dan memperjuangkan pendidikan perempuan di Indonesia. Mulai dari Sekolah Van Deventer hingga Sakola Kaoetamaan Istri. 

Dilansir pada tengara.id tertulis bahwa ketika Van Deventer wafat, kerabatnya berinisiatif mendirikan Yayasan Van Deventer. Kemudian, Sakola Kaoetamaan Istri yang didirikan oleh Dewi Sartika. Sekolah ini berbasis pada sekolah anti-kolonial. Dewi Sartika menambahkan materi ajar yang tidak kalah penting yaitu disesuaikan dengan kebutuhan perempuan dalam kehidupan sehari—hari, seperti, menjahit, merangkai manik-manik, dan keterampilan lainnya.

Break The Educational Bias

Seiring berjalannya waktu, kesetaraan gender dalam dunia pendidikan kita saat ini tidak hanya menjadi jargon belaka. Melainkan, terealisasikan melalui beberapa program seperti program perluasan akses pendidikan bermutu bagi anak-anak yang berkeadilan dan inklusif. 

Menurut Sri Wahyuningsih dilansir dalam webinar “Kesetaraan Pendidikan untuk Anak Perempuan” pada Mei 2021 lalu, mengatakan bahwa pemerintah sudah berupaya melalui program Merdeka Belajar, di mana memiliki lima aspek perubahan: transformasi terhadap ekosistem pendidikan, guru, pedagogik, kurikulum, dan sistem penilaian. Kelima aspek tersebut telah memberikan dampak dan respons positif dari Kemendikbud dalam mendukung partisipasi, kesetaraan, keterlibatan aktif masyarakat, dan membentuk suasana sekolah yang tidak diskriminatif.

Namun demikian, masih ada persoalan-persoalan yang cukup kompleks dalam praktik pendidikan. Hal ini jadi tantangan khusus agar terus memperhatikan dan update akan berbagai macam isu dan permasalahan yang terjadi di daerah dan sekolah. Sehingga, melalui upaya-upaya pendidikan atau sekolah perempuan ini secara langsung pemerintah bisa merealisasikan agenda perempuan dalam mengubah dunia melalui pendidikan yang setara dan berkeadilan.

Harapan besar untuk Indonesia untuk tahun ini dan tahun-tahun selanjutnya: Indonesia mampu mencetak perempuan-perempuan yang  mencapai peradaban terbaik melalui pendidikan. 

Daftar Bacaan

Anjani, Anastasia. 2021. Kemendikbudristek: Pendidikan Perempuan RI di Atas Rata-rata Asia & Dunia. Diambil dari: https://www.detik.com/edu/edutainment/d-5867305/kemendikbudristek-pendidikan-perempuan-ri-di-atas-rata-rata-asia–dunia

Arivia, Gadis. (tahun). Filsafat Filsafat berperspektif feminis: membongkar dominasi pemikiran maskulin. Jakarta: YJP Press.

Ditjen Paud Dikdas dan Dikmen Kemdikbudristek. 2021. Upaya mewujudkan keseteraan di dunia pendidikan. Diambil dari: https://ditpsd.kemdikbud.go.id/public/artikel/detail/upaya-mewujudkan-kesetaraan-di-dunia-pendidikan

Itsram. 2020 Belenggu Budaya Patriarki terhadap Kesetaraan Gender di Indonesia. Diambil dari: https://www.its.ac.id/news/2020/04/22/belenggu-budaya-patriarki-terhadap-kesetaraan-gender-di-indonesia/

Livemint. 2022. International Women’s Day 2022: History, this year’s theme. All you need to know. Diambil dari: https://www.livemint.com/news/international-women-s-day-2022-history-this-year-s-theme-all-you-need-to-know-11646496468631.html

Michellia, Dewi Kharisma. 2022. Dewi Sartika, Pelopor Sekolah Perempuan. Diambil dari: https://tengara.id/blog/dewi-sartika-pelopor-sekolah-perempuan-berperspektif-kelas/

Tim Redaksi VOI. 2021. Perjuangan Kartini: Kandas Bersekolah di Belanda dan Bangun Sekolah untuk Anak-anak Perempuan. Diambil dari: https://voi.id/memori/46011/kisah-perjuangan-kartini-kandas-bersekolah-di-belanda-dan-bangun-sekolah-untuk-anak-anak-perempuan

UN Women. 2022. In focus: International Women’s Day. Diambil dari: https://www.unwomen.org/en/news-stories/in-focus/2022/03/in-focus-international-womens-day

Ovy Novakarti

Penulis lepas yang masih perlu banyak belajar. Ia menyukai kajian pendidikan, isu perempuan, isu anak muda, dan isu kesehatan mental
Republikasi artikel ini, klik tombol di bawah

Creative Commons License

1. Silakan lakukan republikasi namun tidak boleh mengedit artikel ini, cantumkan nama penulis, dan sebut bahwa artikel ini sumbernya dari konde.co, tautkan URL dari artikel asli di kata “konde.co”. Anda bebas menerbitkan ulang artikel ini baik online maupun cetak di bawah lisensi Creative Commons.

2. Artikel kami juga tidak boleh dijual secara terpisah atau menyebarkannya ke pihak lain demi mendapatkan keuntungan material.

Let's share!