Spanyol Akan Terapkan Cuti Haid 3-5 Hari: Jadi Negara Eropa Pertama yang Akan Menerapkannya

Spanyol akan menerapkan cuti haid selama 3-5 hari. Kebijakan ini dinilai sebagai langkah maju bagi pekerja perempuan. Cuti haid sebelumnya selalu distigmakan buruk untuk perempuan, perempuan yang mengambil cuti haid mendapatkan label sebagai pekerja yang malas dan membebani pekerja lain. Padahal ini merupakan hak kesehatan reproduksi bagi perempuan

Pemerintah Spanyol berencana menerapkan cuti haid bagi pekerja perempuan yang menderita nyeri haid parah. Saat ini Madrid sedang menggodog Rancangan Undang-Undang (RUU) yang memungkinkan pekerja perempuan mendapatkan cuti haid selama 3-5 hari dengan kondisi pekerja tetap mendapat bayaran penuh.

Dalam kondisi tertentu, seperti nyeri haid yang dirasakan terasa sangat hebat, cuti haid ini bisa diperpanjang hingga lima hari.

RUU memang masih dalam pembahasan, namun jika disetujui, Spanyol akan menjadi negara Eropa pertama yang akan menerapkan ketentuan ini.

Mengutip BBC, usulan yang disahkan dalam rapat Kabinet pada Selasa (17/5/2022) ini adalah bagian dari paket reformasi hak kesehatan reproduksi di Spanyol, termasuk di dalamnya terdapat paket reformasi kesehatan tentang perubahan aturan aborsi serta perubahan sejumlah aturan lain seperti penghapusan pajak pada beberapa produk pembalut (pajak tampon) serta kewajiban penyediaan produk kebersihan gratis di fasilitas umum seperti sekolah dan penjara, perpanjangan cuti hamil mulai sebelum melahirkan, serta aturan yang lebih ketat seputar surrogacy atau ibu pengganti

RUU ini akan diajukan ke parlemen awal minggu ke-4 Mei 2022 untuk dibahas agar mendapatkan persetujuan parlemen Spanyol. Proses legislasinya bisa memakan waktu beberapa bulan.

Juru bicara pemerintah Spanyol Isabel Rodríguez mengatakan bahwa RUU ini merupakan langkah maju baru bagi perempuan, langkah maju baru bagi demokrasi dimana menstruasi bagi perempuan diperlakukan sebagai kondisi kesehatan.

Sementara, Menteri Kesetaraan Spanyol Irene Montero sebagai sponsor utama aturan ini mengatakan, sudah saatnya pemerintah membuang tabu, stigma dan rasa bersalah mengenai tubuh perempuan

“Hari-hari (perempuan) akan bekerja dalam kesakitan sudah berakhir,” terang Montero pada konferensi pers yang digelar usia rapat kabinet pada Selasa lalu.

Dalam draft RUU tersebut disebutkan bahwa cuti haid selama tiga hingga lima hari akan ditawarkan kepada mereka yang mengalami nyeri haid parah. Namun hal itu tidak berlaku bagi mereka yang menderita nyeri ringan. Walau pemerintah juga mengumumkan tidak akan ada batasan jumlah hari yang dapat diambil seorang perempuan.

Di bawah rencana yang disepakati, perempuan perlu menyertakan surat dokter, dengan cuti dibayar oleh sistem jaminan sosial negara itu sejak hari pertama mereka tidak bekerja.

Cuti Haid Jadi Perdebatan

Cuti haid sebelumnya di seluruh dunia selalu distigmakan buruk untuk perempuan, perempuan yang mengambil cuti haid mendapatkan label sebagai pekerja yang malas dan membebani pekerjaan pada pekerja lain. Padahal ini merupakan hak reproduksi bagi perempuan sekaligus kondisi kesehatan perempuan.

Label yang terus melekat ini kemudian menjadi stigma bagi perempuan, padahal situasi haid sebenarnya situasi kesehatan yang mengganggu perempuan karena perempuan sering mengalami nyeri saat haid

Toni Morillas, Direktur Institut Perempuan Spanyol seperti dikutip DW.com, mengatakan kontroversi seputar hak cuti menstruasi berasal dari stigma lama yang masih saja bertahan untuk perempuan.

“Di negara ini, kami kesulitan mengakui bahwa menstruasi adalah sebuah proses psikologis yang memiliki haknya sendiri.”

Dia juga merujuk pada data teranyar, bahwa satu dari dua perempuan mengalami rasa sakit akut saat menstruasi.

Mengutip Euronews.next, usulan ini memicu kontroversi. Seperti ada politisi yang masih mengatakan bahwa ini bisa jadi menjadi bumerang dan menstigmatisasi perempuan di tempat kerja.

Elizabeth Hill, seorang profesor di University of Sydney, seperti dikutip Euronews Next mengatakan soal perdebatan-perdebatan yang selalu terjadi jika menyangkut tubuh perempuan

“Apakah itu membebaskan? Apakah kebijakan ini yang mengakui realitas tubuh kita di tempat kerja dan berusaha untuk mendukungnya? Atau apakah ini kebijakan yang menstigmatisasi, mempermalukan, disinsentif untuk mempekerjakan perempuan?”

Menurut Spanish Gynecology and Obstetrics Society, sekitar sepertiga perempuan di dunia mengalami nyeri parah saat menstruasi. Dalam dunia kedokteran Ini dikenal sebagai dismenore, dengan gejala meliputi sakit perut akut, diare, sakit kepala, dan demam.

“Ketika masalah tidak dapat diselesaikan secara medis, kami pikir sangat masuk akal bahwa ada ketidakmampuan sementara yang terkait dengan masalah ini,” ujar Angela Rodríguez, juru bicara Menteri Kesetaraan dan Anti Kekerasan Gender.

“Penting untuk memperjelas apa itu periode yang menyakitkan, kita tidak berbicara tentang sedikit ketidaknyamanan, tetapi tentang gejala serius seperti diare, sakit kepala parah, demam,” tambahnya.

Serikat pekerja utama Spanyol lainnya, Comisiones Obreras, mendukung gagasan cuti haid.

“Kami pikir itu akan membantu perempuan,” ujar Carolina Vidal, Sekretaris Konfederasi Comisiones Obreras untuk Perempuan, Kesetaraan dan Kondisi Kerja.

“Kami telah berjuang sepanjang hidup kami melawan stigmatisasi oleh masyarakat, politik dan ekonomi. Apakah kami sekarang harus bersembunyi karena kami perempuan dan mengalami nyeri haid? Ini bertentangan dengan feminisme. Kami tidak harus pergi bekerja dengan kesakitan. Kami telah berjuang sepanjang hidup kami melawan stigmatisasi oleh masyarakat, politik dan ekonomi. Apakah kita sekarang harus bersembunyi karena kita perempuan dan mengalami nyeri haid?.”

Namun, Comisiones Obreras mengungkapkan keberatannya atas rincian proposal itu, terutama poin perempuan harus membuktikan bahwa mereka menderita kondisi yang memperburuk nyeri haid – seperti endometriosis atau sindrom ovarium polikistik – untuk bisa mengklaim cuti haid.

“Dalam banyak kasus, nyeri haid menjadi tak tertahankan dan melumpuhkan, tetapi itu tidak dianggap penyakit”.

Hingga saat ini beberapa negara yang sudah menyetujui cuti haid bagi pekerja perempuan. Dari sedikit negara itu, Indonesia termasuk salah satu di antaranya. Negara lainnya adalah Jepang, Taiwan, Indonesia, Korea Selatan dan Zambia.

Italia pernah mencoba menerapkan gagasan ini pada 2016, namun RUU yang akan memberikan cuti haid berbayar selama tiga hari kepada pekerja perempuan yang memiliki sertifikat medis gagal mendapat persetujuan dari Parlemen.

(Tulisan ini Merupakan Bagian Dari Program “Suara Pekerja: Stop Kekerasan dan Pelecehan di Dunia Kerja” yang Mendapat Dukungan Dari “VOICE”)

Esti Utami

Selama 20 tahun bekerja sebagai jurnalis di sejumlah media nasional di Indonesia

Let's share!

video

MORE THAN WORK

Mari Menulis

Konde mengundang Anda untuk berbagi wawasan dan opini seputar isu-isu perempuan dan kelompok minoritas

latest news

popular