Film “Sampai Ujung Laut” Perjuangan BBM Nelayan Tradisional

Film “Sampai Ujung Laut” memaparkan kisah-kisah para nelayan tradisional di Indonesia yang memperjuangkan hidupnya, juga memperjuangkan untuk mendapatkan Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi

Konde.co dan Bocah-Bocah Bikin Film Production yang didukung International Budget Partnership, Perkumpulan INISIATIF, Seknas FITRA dan Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) meluncurkan film perjuangan nelayan “Sampai ujung Laut” pada Jumat, 17 Juni 2022 di bioskoponline.com

Film ini bercerita tentang Nilawati, seorang perempuan nelayan pencari kerang di Medan dan Suyadi, seorang nelayan tradisional di Semarang. Bersama para nelayan tradisional di Indonesia yang tergabung dalam KNTI, mereka berjuang untuk mendapatkan Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi dari Pemerintah.

Bagi nelayan tradisional, BBM bersubsidi adalah nafas bagi kehidupan mereka. Para nelayan tradisional ini sehari-hari sudah menghadapi atau bersaing dengan kapal besar yang menangkap ikan dengan jaring yang sangat besar, sedangkan nelayan tradisional dengan perahu kecil dan mendapatkan tangkapan ikan yang juga kecil. Ini artinya dari segi pendapatan, mereka mendapatkan pendapatan yang sangat kecil.

Mereka juga resah karena harga BBM yang mahal. Jika mencari ikan dengan menggunakan perahu layar tradisionalnya, kadang pendapatannya tidak seberapa jika harus membeli BBM dengan harga Rp. 8 ribu perliter. Harga BBM yang mahal menjadi problem bagi nelayan, padahal sehari bisa menghabiskan BBM sampai 10 liter.

Akses yang tak mudah untuk mendapat BBM merupakan kendala yang mereka hadapi setiap hari.

Advokasi agar nelayan mendapatkan BBM subsidi dilakukan oleh Koalisi nelayan kecil di Indonesia. Koalisi juga melakukan survei untuk menjelaskan mengapa kuota tidak terserap sepenuhnya. Koalisi terdiri dari beberapa organisasi seperti Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI), Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran Seknas FITRA, Perkumpulan INISIATIF, International Budget Partnership Indonesia dan sejumlah organisasi lainnya. Advokasi ini dilakukan selama beberapa tahun sampai kemudian pemerintah mengeluarkan aturan soal hak BBM bersubdisi bagi nelayan.

Tahun lalu, pemerintah menetapkan kuota 1,7 juta kilo liter solar bersubsidi untuk kapal penangkap ikan berkapasitas di bawah 30 GT, namun baru sekitar 530.000 kiloliter kuota yang disalurkan ke nelayan.

Koalisi nelayan kecil di Indonesia, melakukan survei untuk menjelaskan mengapa kuota tidak terserap sepenuhnya. Koalisi juga menggelar survei di 25 kabupaten dan kota di 10 provinsi dengan melibatkan 5.292 anggota sebagai responden mulai 1 April hingga 21 Mei 2021.

“Sebagian besar nelayan atau 83 persen responden membeli BBM dengan harga pasar dan hanya 5 persen dengan harga subsidi,” kata Koordinator KNTI, Dani Setiawan dalam diskusi publik nasional koalisi pada 7 Juli 2021.

Dani Setiawan menyatakan, 82 persen responden tidak memiliki akses terhadap BBM bersubsidi. Bahkan, 51,55 persen dari mereka sadar bahwa mereka berhak mendapatkan subsidi.

Surat rekomendasi yang harus diperbaharui setiap bulannya, yang dikeluarkan oleh Dinas Kelautan dan Perikanan atau pelabuhan otoritas perikanan setempat menjadi akses birokrasi yang sulit diakses oleh nelayan untuk mengakses BBM bersubsidi. Hal ini membutuhkan dokumen yang hampir tidak dimiliki oleh sebagian besar nelayan tradisional seperti dokumen izin kapal untuk kapal kecil dan pendaftaran kapal penangkap ikan.

Survey ini juga memberikan beberapa rekomendasi untuk menghilangkan kemacetan birokrasi yang selama ini terjadi. Pertama, merekomendasikan pemerintah untuk aktif mengunjungi desa-desa nelayan untuk menjelaskan prosedur mengamankan bahan bakar bersubsidi. Kunjungan tersebut akan memudahkan pelayanan administrasi ketika pihak berwenang secara aktif mengumpulkan kebutuhan dari para nelayan. Ini akan memangkas biaya dan waktu yang dihabiskan nelayan untuk prosedur administrasi.

Kedua, pemerintah harus menderegulasi persyaratan untuk mengakses bahan bakar.

Prosedur tersebut juga dapat diselesaikan secara kolektif dengan melibatkan asosiasi dan koperasi nelayan setempat. Selain itu, pemerintah juga harus membangun lebih banyak SPBU bagi nelayan.

Film berdurasi 34 menit ini disutradari oleh Ani Ema Susanti dan Luviana dari Bocah-Bocah Bikin Film Production dan dari Konde.co production

Tim Konde.co

Konde.co lahir pada 8 Maret 2016 untuk mengelola ruang publik dari sudut pandang perempuan dan minoritas sebagai bagian dari kesadaran dan daya kritis, menghadirkan penerbitan artikel di website, produksi video/ film, dan informasi/ pengetahuan publik.Kini dikelola oleh individu-individu yang mempunyai kesamaan dalam memandang perempuan dan minoritas.
Republikasi artikel ini, klik tombol di bawah

Creative Commons License

1. Silakan lakukan republikasi namun tidak boleh mengedit artikel ini, cantumkan nama penulis, dan sebut bahwa artikel ini sumbernya dari konde.co, tautkan URL dari artikel asli di kata “konde.co”. Anda bebas menerbitkan ulang artikel ini baik online maupun cetak di bawah lisensi Creative Commons.

2. Artikel kami juga tidak boleh dijual secara terpisah atau menyebarkannya ke pihak lain demi mendapatkan keuntungan material.

Let's share!