Cerita PRT: Pengalaman Kami Melakukan Aksi Perjuangkan Stop Kekerasan

Bersama serikat pekerja lainnya, PRT ikut aktif memperjuangkan disahkannya peraturan yang melindungi pekerja dari kekerasan. Salah satunya adalah ratifikasi Konvensi 190 dan RUU Perlindungan PRT. Kami sadar, perjuangan tak bisa dilakukan sendiri.

Selasa, 21 juni 2022 pekan lalu, tepat tiga tahun disahkannya Konvensi ILO 190 tentang penghentian kekerasan dan pelecehan di dunia kerja. Kami perwakilan dari organisasi Serikat Pekerja Rumah Tangga (SPRT) Sapulidi sudah sibuk sejak pagi.

Bersama kawan-kawan dari berbagai organisasi buruh dan perempuan yang tergabung dalam Koalisi Anti Kekerasan dan Pelecehan di Dunia Kerja, hari itu berencana melakukan aksi di depan Kantor Kementerian Ketenagakerjaan Republik Indonesia (RI) di Jalan Gatot Soebroto Jakarta. Selain menggelar orasi, kami bersama ratusan buruh dari berbagai sector juga meminta dilakukan audiensi dengan pihak Kemenaker untuk segera diratifikasinya Konvensi ILO 190. 

Kawan-kawan dari perwakilan SPRT Sapulidi bersama-sama ada yang konvoi dengan bersepeda motor menuju lokasi demo sambil membawa puluhan nasi kotak yang telah kami persiapkan sejak pagi. Ada juga yang menggunakan transportasi dengan naik kereta api, termasuk saya dan bu Rahayu, karena jarak yang lumayan jauh. Selain itu, kami tidak berani mengendarai sepeda motor di jalanan Jakarta yang ramai. 

Panas siang matahari siang itu tidak mengurangi semangat kami untuk berpartisipasi ikut menyuarakan aspirasi kami sebagai pekerja rumah tangga (PRT) yang selama ini minim perlindungan. Aksi bersama dengan berbagai organisasi buruh dan perempuan seperti ini sudah sering kami lakukan guna menyuarakan aspirasi buruh dan perempuan. 

Para PRT hampir tak pernah absen dalam aksi menuntut kesejahteraan buruh. Kami juga aktif terlibat dalam aksi menuntut pengesahan RUU TPKS yang dilakukan berbagai organisasi perempuan beberapa waktu lalu. Sebaliknya kita juga bersama turun ke jalan untuk mendesak pengesahan Undang-undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga. Kami sadar, perjuangan ini tak bisa dilakukan sendirian. Kami harus saling berangkulan untuk menyuarakan aspirasi kami

Konvensi ILO 190 ini melindungi semua jenis pekerja, termasuk PRT yang lingkup pekerjaannya rentan mengalami pelecehan dan kekerasan baik fisik, psikis, ekonomi maupun verbal. Selain itu ruang kerja PRT yang sangat pribadi juga tak mudah diketahui dan dijangkau oleh pihak luar. 

Maka dari itulah kami PRT bersemangat untuk ikut andil dalam aksi mendesak ratifikasi Konvensi ILO 190 ini. Walau tidak mudah bagi kami para PRT untuk bisa mengikuti aksi di hari kerja seperti ini. Tidak seperti kawan kawan pekerja lainnya yang mungkin lebih mudah mengatur waktu ataupun meminta izin dari perusahaan tempatnya bekerja, kami para PRT masih sangat sulit untuk meminta ijin kepada pemberi kerja dalam hal urusan aksi. 

Kami harus pandai-pandai memberi alasan agar bisa mendapatkan ijin dari pemberi kerja. Walau terkadang harus sedikit memelas serta memohon. Agar dapat ijin dan bisa ikut menyuarakan aspirasi PRT yang sangat butuh perlindungan kerja. Kami juga membagi tugas, sebagian ikut turun ke jalan ikut aksi sebagian berperan di balik layar dan bertugas menyiapkan konsumsi yang difasilitasi oleh Jaringan Nasional untuk Advokasi (JALA) PRT. 

Sesampainya di titik lokasi di depan Kantor Kemenaker, kami segera bergabung dengan ratusan buruh dari perwakilan berbagai serikat pekerja yang begabung dalam koalisi Anti Kekerasan dan Pelecehan di Dunia Kerja. 

Kami melakukan orasi secara bergantian, menuntut agar pemerintah segera meratifikasi Konvensi ILO 190. Konvensi ini sangat dibutuhkan oleh pekerja dan sangat mendesak untuk perlindungan bagi pekerja drai berbagai kekerasan dan pelecehan yang hingga saat ini masih banyak terjadi. 

Walau panas matahari cukup terik, kami tidak bergeming, tidak mengurangi tekat dan semangat kami, sampai pihak Kemenaker bersedia menerima kami. Kami ingin bisa bertemu dan berbicara langsung dengan Menaker, Ida Fauzia. 

Sayangnya saat akhirnya pihak Kemenaker bersedia menerima 10 orang perwakilan Koalisi, dari perwakilan masing-masing serikat pekerja, ternyata kami hanya diterima Kepala Bagian Humas dan Pengawasan yang tidak memiliki kewenangan untuk mengambil keputusan. Bahkan, mereka terkesan belum paham tentang Konvensi ILO 190 ini. Dalam penjelasannya, disebutkan belum ada kajian mengenai Konvensi ILO 190. 

Kajian baru akan dilakukan karena masih menunggu dilaksanakannya UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual dan pengesahan Undang-Undang kesejahteraan ibu dan anak (UU KIA) yang saat ini sedang dibahas. Kemenaker beranggapan kedua UU ini cukup untuk melindungi pekerja dari kekerasan. Padahal kami tegaskan, bahwa kekerasan yang dialami pekerja sangat beragam dan tak hanya kekerasan dan pelecehan seksual sana.

Saya yang mewakili JALA PRT dan kawan-kawan dari SPRT Sapulidi sangat kecewa. Begitu sulit untuk bisa masuk dan ketika diperbolehkan masuk, namun kami tidak bisa bertemu langsung dengan bu menteri RI kita. 

Kesimpulannya pihak Kemnaker menganggap belum waktunya meratifikasi Konvensi ILO 190. Karena menunggu kajian apakah Undang-Undang yang tertera di kilo 190 tersebut sudah memenuhi kelayakan. 

Itu artinya selama tiga tahun sejak Konvensi ILO 190 ditetapkan di Jenewa, Swiss pada 2019, pemerintah Indonesia yang ikut mendukung konvensi ini untuk disahkan hingga saat ini justru belum menunjukkan keseriusan untuk membahas apalagi meratifikasinya.  

Kami para pekerja, serta tim koalisi pelecehan dan kekerasan di dunia masih harus menunggu agar pemerintah terketuk hatinya untuk membahas Konvensi ILO 190. Kami harus berjuang agar konvensi ini diratifikasi sehingga semua pekerja di Indonesia terlindungi dari segala bentuk kekerasan dan pelecehan di dunia kerja.  

KEDIP atau Konde Literasi Digital Perempuan”, adalah program untuk mengajak perempuan dan kelompok minoritas menuangkan gagasan melalui pendidikan literasi digital dan tulisanTulisan para Pekerja Rumah Tangga (PRT) merupakan kerjasama Konde yang mendapat dukungan dari Jaringan Nasional Advokasi Pekerja Rumah Tangga (JALA PRT).

Adiyati

Aktif di SPRT Sapulidi
Republikasi artikel ini, klik tombol di bawah

Creative Commons License

1. Silakan lakukan republikasi namun tidak boleh mengedit artikel ini, cantumkan nama penulis, dan sebut bahwa artikel ini sumbernya dari konde.co, tautkan URL dari artikel asli di kata “konde.co”. Anda bebas menerbitkan ulang artikel ini baik online maupun cetak di bawah lisensi Creative Commons.

2. Artikel kami juga tidak boleh dijual secara terpisah atau menyebarkannya ke pihak lain demi mendapatkan keuntungan material.

Let's share!