Riset Konde.co: PRT Dianggap Unskilled Labour Dan Alami Penindasan Berulang

Survey Konde.co menemukan adanya pola ketertindasan berulang yang terjadi pada para Pekerja Rumah Tangga (PRT). Para PRT dianggap unskilled labour atau dianggap sebagai pekerja yang tak punya ketrampilan. Survey ini dilakukan berdasarkan tulisan para PRT yang dimuat setiap hari Rabu di Konde.co

Kerja-kerja perawatan belum mendapat pengakuan dan penghargaan sebagaimana mestinya. Tak heran jika kerja-kerja yang dilakukan perempuan pekerja rumah tangga (PRT) dianggap bukan pekerjaan esensial.

Istilah sesatnya, unskilled labour, pekerja yang tak memiliki keterampilan sehingga dianggap wajar untuk dibayar dengan upah murah dan tanpa jaminan perlindungan. Eksistensi mereka diabaikan. Wajah mereka juga kerap tak terlihat. Suara mereka pun kerap tak didengar. 

Tidak sedikit dari Pekerja Rumah Tangga (PRT) dan Pekerja Rumah Tangga Anak (PRTA) alami kekerasan dan penyiksaan. Dalam Catatan Tahunan Komnas Perempuan pada 2020, melaporkan sebanyak 17 kasus PRT mengadu ke Komnas Perempuan. Sementara itu, Jaringan Nasional Advokasi Pekerja Rumah Tangga (JALA PRT) mencatat kurun waktu 2015 hingga 2019, terdapat 2.148 kasus yang dialami PRT. Bentuknya, kekerasan ekonomi, fisik, dan psikis. 

Ironisnya, kebijakan hukum yang secara spesifik seharusnya bisa menaungi dan melindungi para PRT, justru nihil. Lebih dari 17 tahun, DPR tidak membahas serius dan mengesahkan Rancangan Undang-Undangan Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT). Padahal, kebutuhan akan UU tersebut sangat mendesak. 

Terbiasa mendengar dan melihat bagaimana perjuangan PRT selama ini, Konde.co bersama Jala PRT berinisiatif menyediakan ruang lapang bagi para PRT yang ingin bersuara dan menceritakan kisah mereka. Berbasiskan tulisan-tulisan PRT di Konde yang terbit setiap Rabu di tahun 2021, Konde kemudian melakukan survey apa yang terjadi pada kehidupan para PRT.

Tim survei, Marina Nasution dan Abdus Somad menemukan adanya pola ketertindasan yang berulang dan hampir rata dialami oleh PRT. Upah murah, jam kerja panjang, tidak mendapat libur, kekerasan seksual, pekerja anak, kecelakaan kerja, dilarang ibadah, Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) secara sepihak, penistaan profesi. 

Tentu saja tak hanya cerita pedih yang disampaikan, ada juga cerita sukacita yang dialami PRT, seperti berhasil membeli rumah, membuka usaha, berhasil menyelesaikan kuliah, menyekolahkan anak hingga menempuh pendidikan tinggi.

Ada juga yang bercerita tentang pengalaman bekerja di luar negeri, lancar berbahasa asing, dan segudang pencapaian lain yang membuka asa mereka untuk tetap bertahan hidup. 

Kisah-kisah yang para PRT ceritakan mendorong tim survey kemudian membuat sebuah visualisasi data sederhana yang menghimpun top of mind (puncak pikiran) yang terkandung dalam tulisan PRT. Visualisasi data ini memuat kutipan-kutipan yang menurut kami menarik untuk menjadi perhatian pembaca.

Tak hanya itu, kami juga memuat pokok-pokok penting tulisan para PRT yang kami kelompokkan dalam 7 kategori, yakni dampak pandemi, kondisi kerja, berorganisasi, pencapaian, motivasi kerja, pekerja anak, dan kekerasan berbasis gender:

1.Kategori Dampak Pandemi

Kategori dampak pandemi, dari 20 PRT, terdapat 6 pekerja yang mengalami dampak. Peristiwa yang dihadapi, di antaranya: keluarga sakit Covid-19, isolasi mandiri di rumah petak, di-PHK saat pandemi, sulit mencari pekerjaan, dan uang untuk membeli beras berkurang karena kebutuhan pembelian masker.

2.Kategori Kondisi Kerja

Kategori kondisi kerja merangkum poin peristiwa seperti: majikan tidak menanggung biaya pengobatan setelah kecelakaan kerja, sakit tuberkulosis dan harus tetap bekerja selama sebelas jam, diminta bekerja saat libur hari raya keagamaan, harus menitipkan anak saat bekerja, cara pandang yang merendahkan PRT, majikan membiayai pendidikan PRT, serta mengerti kondisi PRT yang sedang hamil. 

3.Kategori Berorganisasi

Kategori berorganisasi merangkum poin tulisan PRT yang menceritakan upaya berorganisasi dan bagaimana organisasi mampu menambah wawasannya, keterampilan, dan menguatkan posisi tawar di depan majikan. Melalui penguatan kapasitas tersebut, PRT mampu bernegosiasi terkait kontrak dan gaji lebih layak dengan majikan. Terdapat 6 PRT yang menceritakan keterlibatan mereka dalam berorganisasi. 

4.Kategori Keberhasilan Menjadi PRT

Dalam hal pencapaian, pekerja menceritakan kisah positif seperti: mampu membeli rumah, menyekolahkan anak hingga lulus, berpengalaman kerja di berbagai negara. Pada kategori ini sebanyak 7 pekerja menyampaikan keberhasilan mereka selama bekerja menjadi PRT. Capaian ini juga memberikan energi baru bagi para pekerja untuk tetap menjalani kehidupan. 

5.Kategori Motivasi

Sementara kategori motivasi kerja merangkum hal-hal yang mendorong PRT mau mencemplungkan diri untuk bekerja, di antaranya: tuntutan ekonomi, iming-iming disekolahkan oleh majikan, pembuktian diri, dan mencari pengalaman. Dalam kategori ini, sebanyak 7 pekerja berkisah bagaimana mereka memulai bekerja.

6.Kategori Pekerja Anak

Untuk kategori pekerja anak merangkum poin peristiwa di mana PRT menceritakan dirinya yang terpaksa bekerja menjadi PRT karena majikan berjanji akan membiayai sekolah mereka hingga lulus, tetapi ketika sudah tinggal di rumah majikan, mereka tidak disekolahkan, tetapi malah dipekerjakan sebagai PRT. Terdapat 2 pekerja yang dipekerjakan sejak mereka masih berstatus anak. Mereka seperti tak punya pilihan demi menjalani penghidupan. 

7.Kategori Kekerasan Berbasis Gender

Terakhir, untuk kategori kekerasan berbasis gender mencoba merangkum peristiwa yang membuat PRT alami kekerasan fisik maupun verbal yang dilakukan oleh majikannya. Tak hanya itu, PRT juga menceritakan pengalamannya tidak diizinkan untuk merayakan ibadah hari raya serta mendapatkan pelecehan seksual dari majikan.

Kekerasan lain datang dari suami PRT, mereka menceritakan karena masalah ekonomi pekerja harus ditinggal berbulan-bulan tanpa nafkah dari suaminya. Sebanyak 5 pekerja menceritakan kekerasan berbasis gender yang dialami selama menjadi PRT. 

Marina Nasution dan Abdus Somad

Redaktur Konde.co dan Kontributor Konde.co
Republikasi artikel ini, klik tombol di bawah

Creative Commons License

1. Silakan lakukan republikasi namun tidak boleh mengedit artikel ini, cantumkan nama penulis, dan sebut bahwa artikel ini sumbernya dari konde.co, tautkan URL dari artikel asli di kata “konde.co”. Anda bebas menerbitkan ulang artikel ini baik online maupun cetak di bawah lisensi Creative Commons.

2. Artikel kami juga tidak boleh dijual secara terpisah atau menyebarkannya ke pihak lain demi mendapatkan keuntungan material.

Let's share!