Kisah PRT: Saya Tidak Sadar Pernah Jadi Korban Trafficking

Tahun 2007, saya diajak majikan ikut ke Australia. Saya menerima tawaran itu dengan senang hati. Ternyata di negeri itu saya harus bekerja ekstra berat dengan jam kerja panjang hampir 18 jam sehari dan upah di bawah standard bahkan untuk ukuran Indonesia. Dokumen pribadi saya ditahan.

Paspor adalah dokumen resmi yang dikeluarkan oleh kantor Imigrasi yang memuat identitas pemegangnya untuk digunakan saat melakukan perjalanan keluar negeri. Sehubungan dengan paspor, saya punya cerita yang ingin saya bagikan di sini.

Saya berkesempatan membuat paspor kembali karena akan mengikuti workshop perlindungan pekerja perempuan di Bangkok – Thailand mewakili kawan-kawan Pekerja Rumah Tangga (PRT) dari JALA PRT pada 04 Juli 2022 hingga 08 Juli 2022.

Sebelum saya mendatangi kantor Imigrasi yang berlokasi di Mampang Prapatan, Jakarta Selatan, saya mendaftarkan permohonan paspor secara online melalui aplikasi M-Paspor untuk mendapatkan kode layanan pengajuan permohonan dan status pembayaran pembuatan paspor.

Saya isi formulir permohonan paspor, dan saya pastikan data dan jawaban saya secara teliti dan benar agar tidak melanggar UU No.6 Tahun 2011, pasal 126, huruf C, Tentang Keimigrasian yang dapat mengakibatkan permohonan paspor ditolak dan pembayaran tidak dapat dikembalikan.

Keesokan harinya, Rabu 08 Juni 2022 saya pergi bekerja lebih awal agar dapat menyelesaikan pekerjaan jam 11:00 WIB karena saya harus mendatangi kantor Imigrasi pada pukul 13:00 WIB.

Sesampainnya di kantor Imigrasi yang beralamat di Jl. Warung Buncit Raya No.207, RT.002/RW.001, Duren Tiga, Kec. Pancoran, Kota Jakarta Selatan, saya langsung mengambil antrian dengan menunjukkan bukti pembayaran dan persyaratan permohonan paspor, seperti KTP, KK, Ijazah terakhir, Paspor terakhir dan Akte Kelahiran lengkap dilampirkan fotocopy ukuran A4, masing-masing satu rangkap, berhubung saya tidak memiliki akte lahir maka saya menggunakan surat lahir yang dikeluarkan oleh kantor kelurahan Jenang, Kec. Majenang, Kab. Cilacap. Tidak lupa saya juga ngeprint bukti pembayaran permohonan paspor ukuran A4.

Setelah mendapatkan nomor antrian saya diarahkan menuju ke lantai dua. Tidak menunggu lama saya mendapatkan giliran interview dengan petugas Imigrasi, namun saat pengecekan data ada satu yang kurang yaitu saya tidak dapat menunjukan paspor terakhir saya yang dikeluarkan kantor Imigrasi Jakarta Selatan pada tahun 2007.

Tidak ada langkah lain selain mengikuti proses BAP (Berita Acara Pemeriksaan) dengan kasus kehilangan paspor, lalu petugas Imigrasi mengantarkan saya ke ruang BAP untuk ditindaklanjuti. Dalam BAP saya harus membuat surat laporan kehilangan terlebih dahulu di kantor Polisi dan diminta  datang kembali keesokan harinya membawa dokumen asli dan surat dari kepolisian. Petugas itu juga mengingatkan saya harus datang lebih pagi karena kuota BAP cuma 10 orang.

Hari Kamis 09 Juni 2022, saya datang kembali sebelum kantor Imigrasi buka, kali ini saya mendapatkan antrian ke-empat, namun saya harus menunggu lama karena pemeriksaan BAP ternyata cukup panjang.

Dalam pemeriksaan itu, saya mendapatkan 13 (tiga belas)  pertanyaan, di antaranya, kenapa paspor hilang, kapan paspor hilang, dimana, tujuan permohonan paspor, berapa kali sudah membuat paspor, kantor Imigrasi mana saja yang telah mengeluarkan paspor, tahun berapa paspor dikeluarkan, negara mana saja yang sudah pernah dikunjungi, apakah saya sehat jasmani dan rohani, apakah dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP) saya mendapatkan ancaman atau tidak.

Saya juga ditanya apakah mengetahui jika paspor hilang melanggar UU No.6 Tahun 2011, pasal 131, tentang Keimigrasian yang berbunyi: “Setiap orang yang dengan sengaja tanpa hak dan melawan hukum memiliki, menyimpan, merusak, menghilangkan, mengubah, menggandakan, menggunakan dan atau mengakses data Keimigrasian, baik secara manual maupun elektronik, untuk kepentingan diri sendiri atau orang lain dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan pidana denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah)”

Sedangkan berdasarkan Peraturan Menteri Hukum dan HAM Republik Indonesia (Permenkumham RI) Nomor 8 Tahun 2014 dan Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2019, Tentang Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak Yang Berlaku Pada Kementerian Hukum dan HAM. Pemilik paspor rusak dikenakan denda Rp500.000,00 (lima ratus ribu rupiah) dan Paspor hilang dikenakan denda Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah) Namun dalam Permenkumham No 8 Tahun 2014, Pasal 41, ayat 2, huruf (a) diterangkan kehilangan atau kerusakan bisa dibebaskan dari denda apabila diakibatkan oleh kahar seperti mengalami musibah kebakaran, kebanjiran, gempa bumi atau tsunami.

Dan pertanyaan terakhir adalah, apakah saya bersedia menerima sanksi akibat kelalaian tersebut yang saya jawab dengan “bersedia.”

Sebelum menandatangani surat Berita Acara Pemeriksaan petugas imigrasi meminta saya untuk membaca kembali hasil BAP jika sudah membacanya dan sesuai dengan yang saya alami maka saya tandatangani surat BAP tersebut dan menunggu proses BAP selama sepuluh hari jam kerja bahkan bisa lebih namun alhamdulillah proses BAP saya dikabulkan lebih cepat oleh kantor imigrasi yaitu kurang dari sepuluh hari, tepatnya saya mengajukan BAP hari Kamis 09 Juni 2022 selesai hari Rabu 15 Juni 2022 total lima hari jam kerja proses BAP, dan berita pemberitahuan proses BAP  telah selesai saya dapatkan VIA What Up (WA).

Kamis 16 Juni 2022 saya kembali lagi ke kantor imigrasi untuk mengambil hasil BAP lalu mengambil surat antrian untuk melakukan proses penggantian paspor biasa, empat hari kemudian paspor baru sudah saya pegang.

Paspor Lama Hilang

Sebenarnya paspor saya tidak hilang melainkan ditahan oleh majikan saya. Cerita ini terjadi di tahun 2007 saya bekerja dengan majikan berkewarganegaraan Australia yang sedang mengandung anak ketiga dan akan melahirkan di negara asalnya.

Pasca melahirkan, dia membutuhkan bantuan tenaga saya, majikan menawari saya untuk ikut ke Australia.

Minimnya wawasan dan pengetahuan, tawaran tersebut langsung saya terima tanpa memikirkan risiko apa yang akan terjadi dikemudian hari. Di otak saya hanya merasa senang karena bisa mengunjungi negara yang dijuluki Negeri Kanguru bersuku Aborigin, yang banyak orang bulenya. Pokoknya bayangan yang indah-indah memenuhi pikiran saya.

Namun semua tak seindah harapan. Untuk dapat masuk ke Australia pastilah saya harus memiliki paspor agar dapat mengajukan permohonan visa visitor Australia. Karena paspor tahun 2002 keluaran kantor Imigrasi Jakarta Barat sudah habis, maka saya mengajukan permohonan paspor. Waktu itu dalam permohonan paspor tidak banyak kendala dikarenakan saya dapat memenuhi semua persyaratan permohonan paspor dan dapat menunjukkan paspor terakhir.

Pada bulan Oktober 2007 terbanglah saya ke Australia, sesampainnya di Australia majikan memberi tahu agar saya jangan bilang bahwa majikan saya adalah seorang “majikan” dan saya seorang “pekerja”, saya harus bilang bahwa majikan saya adalah “teman” dan saya sedang berkunjung ke rumahnya untuk berlibur. seminggu kemudian ternyata saya ditelpon oleh kantor Imigrasi Australia memastikan bahwa saya memang benar berada di alamat rumah majikan, ketika kantor Imigrasi menelpon saya, kulihat gelagat gelisah diraut wajahnya, saya tidak diizinkan berbicara banyak dengan petugas imigrasi Australia, di tengah percakapan saya dengan petugas imigrasi, majikan memberikan isyarat untuk menyerahkan telphonenya kepada dirinya.

Selama berada di Australia, saya bekerja seperti biasa apa yang dikerjakan oleh PRT. Bedanya kalau di Indonesia saya bekerja bersama dua teman saya, kalau di Australia saya bekerja sendiri di rumah berlantai dua yang dihuni empat orang dewasa dan satu balita usia tiga tahun dan satu anak usia enam tahun.

Bisa dibayangkan beratnya pekerjaan saya. Setiap hari saya tidur saat jam menunjuk angka dua belas malam dan bangun jam enam pagi tanpa istirahat di siang hari. Saya bisa istirahat hanya ketika makan siang. Itupun hanya beberapa menit, setelah selesai makan saya melanjutkan tugas saya sebagai PRT.

Australia yang memiliki empat musim termasuk musim dingin ditambah jam kerja yang panjang, membuat kondisi tubuh saya rentan terserang penyakit. Namun saya tidak memiliki jaminan kesehatan apalagi Jaminan Ketenagakerjaan sehingga ketika saya jatuh sakit majikan hanya memberi obat yang tersedia dirumah tanpa memeriksakan kondisi kesehatan saya ke dokter.

Jadi selama saya berada di Australia saya sering mengalami sakit, ketika sakitpun saya masih tetap bekerja, jari-jemari saya yang sering menyentuh air seperti mencuci piring dan mencuci baju menggunakan tangan, cuaca dingin mengakibatkan tangan saya mudah kering dan pecah-pecah, dan terasa perih kalau terkena sabun. Tapi semua itu saya abaikan, dan saya juga tidak pernah mengeluh sebagai bentuk tanggung jawab saya sebagai PRT.

Namun suatu hari, ibu majikan menceritakan dana yang telah dikeluarkan untuk keberangkatan saya ke Australia sangatlah mahal, habis hingga ribuan dolar. Saya tidak tau apa tujuan ibu dari majikan saya menceritakan semua itu, cuma yang kurasa saat itu kata-kata ibu dari majikan saya menjadi beban pikiran saya.

Di tambah majikan saya yang meminjamkan jaket, karena saya membawa baju secukupnya untuk satu bulan tinggal di Australia tapi ternyata diperpanjang menjadi tiga bulan dan Australia memasuki musim dingin terpaksa majikan meminjamkan jaket dengan menyebutkan bahwa jaket tersebut harganya mahal, lagi-lagi membuat hati saya merasa tidak nyaman untuk memakainya dikhawatirkan rusak dan tidak dapat menggantinya.

Bulan Januari 2008 saya kembali lagi ke Indonesia, beberapa bulan saya di Indonesia saya negosiasi untuk dinaikan upah saya namun majikan saya tidak mengabulkan,  majikan malah membahas semua apa yang pernah diberikan seperti jaket yang tadinya dipinjamkan akhirnya diberikan kepada saya, itupun diberikannya setelah saya sudah berada di Indonesia ketika jaket tersebut sudah tidak sering dipakai karena cuaca di Indonesia yang panas dan biaya pemberangkatan saya ke Australia di ungkit kembali.

Minimnya pengetahuan dan ketidak berdayaan, memupus harapan saya untuk mendapatkan kenaikan upah hingga saya mengandung anak pertama. Akhirnya saya memutuskan untuk berhenti saat usia kandungan sudah menginjak delapan bulan.

Upah saya tidak pernah naik. ketika berhenti bekerja pun saya tidak mendapatkan pesangon dan hanya diberi baju bekas dan peralatan bayi buat anak saya dan sebuah tas bayi dengan kondisi baru seharga kurang lebih Rp 250ribu hadiah dari ibu majikan saya.

Ketika saya mau pamit karena takut sakit hati dan majikan mengungkit kembali biaya keberangkatan dan pembuatan paspor sehingga saya tidak berani meminta paspor milik saya dan saya tidak mempersoalkannya karena saya berpikir tidak akan pergi atau bekerja kembali di luar negeri. Dan, ini kelalaian saya.

Baru setelah saya bergabung dalam organisasi SPRT Supilidi – JALA PRT saya baru menyadari bahwa saya mengalami tindakan trafficking dimana paspor saya ditahan sampai tidak dikembalikan dan dibawa ke Australia untuk dipekerjakan dengan beban ganda dan upah yang sangat rendah yaitu cuma Rp700ribu, sama seperti upah saya di Indonesia yang sudah bekerja selama hampir 5 Tahun,

Padahal jika kita melihat gaji minimum dalam dolar Australia, yang merupakan mata uang resmi di Australia, kita dapat melihat bahwa, tahun 2007, adalah 2.229,8 dolar Australia per bulan (sumber,  countryeconomy.com). Melihat kasus diatas ternyata majikan saya sudah melanggar beberapa peraturan salah satunya melanggar UU No.6 Tahun 2011, pasal 130, tentang Keimigrasian, bunyi pasal tersebut adalah

“Setiap orang yang dengan sengaja dan melawan hukum menguasai Dokumen Perjalanan atau Dokumen Keimigrasian lainnya milik orang lain dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah)”.

Giliran saya mendapatkan amanah dari JALA PRT untuk mewakili kawan-kawan PRT menghadiri undangan workshop perlindungan perempuan di Bangkok – Thailand saya mengalami hambatan dalam pembuatan paspor karena tidak dapat menunjukkan paspor terakhir saya, sehingga saya harus membayar denda Rp1 juta dan Rp350 ribu untuk biaya penggantian paspor, dan biaya permohonan paspor Rp350 ribu yang dilakukan secara online hangus.

Coba berapa kerugian yang akan ditanggung oleh PRT, mungkin bagi majikan nominal Rp1,7 juta kecil, tapi bagi PRT rakyat miskin nominal di atas satu juta sangat berharga.

Oleh sebab itu jangan biarkan siapa pun, apapun alasannya, mau itu pemberi kerja, suami, atau pihak-pihak yang mengatasnamakan pemerintah, menahan dokumen pribadi.

Ada pun dokumen pribadi terdiri dari KTP, KK, Akte Lahir, Ijasah, Buku Nikah, SIM, Akte Tanah, Paspor dan sebagainya karena dokumen adalah milik negara maka pemegangnya harus menjaganya dengan baik. 

KEDIP atau Konde Literasi Digital Perempuan”, adalah program untuk mengajak perempuan dan kelompok minoritas menuangkan gagasan melalui pendidikan literasi digital dan tulisanTulisan para Pekerja Rumah Tangga (PRT) merupakan kerjasama Konde yang mendapat dukungan dari Jaringan Nasional Advokasi Pekerja Rumah Tangga (JALA PRT).

Wina Ningsih

Bekerja sebagai Pekerja Rumah Tangga (PRT) dan aktif di Organisasi JALA PRT
Republikasi artikel ini, klik tombol di bawah

Creative Commons License

1. Silakan lakukan republikasi namun tidak boleh mengedit artikel ini, cantumkan nama penulis, dan sebut bahwa artikel ini sumbernya dari konde.co, tautkan URL dari artikel asli di kata “konde.co”. Anda bebas menerbitkan ulang artikel ini baik online maupun cetak di bawah lisensi Creative Commons.

2. Artikel kami juga tidak boleh dijual secara terpisah atau menyebarkannya ke pihak lain demi mendapatkan keuntungan material.

Let's share!