Komnas Perempuan: Perbanyak Polwan untuk Tangani Kekerasan Seksual

Komnas Perempuan meminta Polri untuk menambah jumlah Polwan sebagai bagian perubahan implementasi Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual dan penanganan kekerasan seksual di Indonesia

Komnas Perempuan meminta Polri untuk menambah jumlah Polisi Wanita atau Polwan di kepolisian.

Penambahan jumlah Polwan ini akan menguatkan posisi kepemimpinan perempuan di kepolisian dan menambah jumlah polisi yang menangani kasus-kasus kekerasan seksual di Indonesia

Hal ini disampaikan Ketua Komnas Perempuan, Andy Yentriyani dalam peringatan Hari Bhayangkara, 1 Juli 2022. Hadirnya UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual/ UU TPKS dengan mandat baru untuk institusi Kepolisian sebagai penyidik, memerlukan sejumlah tindak lanjut dari polisi dan keterlibatan Polwan yang lebih banyak.

Selain membutuhkan penguatan kapasitas polisi khususnya dalam perspektif perempuan dan penyandang disabilitas serta penanganan perempuan korban kekerasan seksual berdasarkan UU TPKS, juga dibutuhkan penambahan jumlah polisi wanita (polwan) dan peningkatan status unit PPA menjadi Direktorat.

“Seturut mandat UU TPKS, dalam waktu tak terlalu lama perlu dilakukan  sosialisasi UU TPKS dan menerbitkan pedoman penerapan UU TPKS di lingkungan Polri,” kata Andy Yentriyani dari pernyataan pers yang diterima Konde.co 

Komnas Perempuan mengapresiasi sejumlah upaya maju yang dilakukan Kepolisian Republik Indonesia (Polri) dalam memberikan layanan, khususnya terhadap korban kekerasan terhadap perempuan. Di antaranya pembentukan Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (Unit PPA) yang kini tengah berproses menuju tingkat direktorat, dan Sistem Peradilan Pidana Terpadu Berbasis Teknologi Informatika (SPPT-TI). 

Komnas Perempuan juga memandang penting penguatan kelembagaan Polri terutama untuk melaksanakan tugas dan fungsinya yang dimandatkan melalui UU No. 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) melalui penguatan kapasitas polisi, khususnya menyangkut perspektif perempuan dan penyandang disabilitas dan penanganan perempuan korban kekerasan seksual.

“Ini pentingnya afirmasi peningkatan jumlah polisi wanita (polwan) dan penerbitan kebijakan-kebijakan internal sebagai pedoman pelaksanaan UU TPKS di institusi Kepolisian.”

Komitmen Polri dalam upaya menjamin akses keadilan bagi perempuan korban, termasuk penyandang disabilitas, tampak pada penguatan pemberian layanan perlindungan hukum kepada  perempuan korban tindak pidana serta penyelidikan dan penyidikan perkara tindak pidana terhadap perempuan melalui Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (Unit PPA).

Komnas Perempuan mencatat, pada 2020  telah tersedia 528 Unit PPA di seluruh Indonesia. Untuk lebih memperkuat daya kerjanya, Jenderal Kapolri Listyo Sigit Prabowo telah memutuskan Unit PPA dikembangkan menjadi Direktorat Khusus di tingkat Bareskrim dan Polda sebagai bagian dari program transformasi organisasi Polri. Komnas Perempuan mendukung langkah tersebut, untuk penguatan pelayanan korban kekerasan terhadap perempuan dan anak, dan juga membuka lebih banyak kesempatan bagi kepemimpinan perempuan di internal Polri.

“Berkait dengan ini, Komnas Perempuan juga mengapresiasi langkah kebijakan Kapolri dalam memberikan promosi kepada lebih banyak polisi wanita.” 

Sebagai bagian dari sistem peradilan pidana, Polri bersama dengan tujuh Kementerian dan Lembaga Negara juga telah menandatangani Nota Kesepahaman Pedoman Sistem Peradilan Pidana Terpadu Berbasis Teknologi Informatika (SPPT-TI) yang sejalan dengan bangunan Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik (SPBE). Konversi proses penanganan perkara ini diharapkan tidak hanya dapat mengoptimalkan penegakan hukum oleh aparat penegak hukum (APH), namun juga memudahkan perempuan korban kekerasan dalam mengakses keadilan melalui sistem peradilan pidana sekaligus memperluas penjangkauan.

Namun Komnas Perempuan juga mencatat, sumber dayapolisi yang tersedia saat ini sebagai awak UPPA masih belum dapat mengimbangi lonjakan kasus kekerasan terhadap perempuan di berbagai ranah dan  kebutuhan penanganannya.

Catatan Tahunan atau CATAHU 2022 merekam, tahun 2021 terdapat 454.772 kasus kekerasan terhadap perempuan, di antaranya 4.660 kasus kekerasan seksual. CATAHU 2022 mencatat pada 2021, terdapat 10 kasus kekerasan terhadap perempuan terdiri dari 6 kasus yang diadukan ke Komnas Perempuan dan 4 kasus dari lembaga layanan. Kondisi ini menjadi tantangan bagi Polri dalam melaksanakan UU TPKS.

Komnas Perempuan juga mencatat belum adanya data pilah kasus femisida atau pembunuhan perempuan berbasis gender. Karena femisida tak tampak dan tidak dikenal, maka korban dan keluarganya tidak mendapat keadilan dan langkah pencegahannya tak dapat dilakukan secara komprehensif dan masih terdapat aparat penegak hukum yang belum berperspektif korban dan disabilitas.   

UU TPKS yang diundangkan pada 9 Mei 2022 menjadi hukum pidana khusus, baik pidana materiil maupun hukum acara pidananya. Pasal 4 Ayat (1) UU TPKS telah menjadikan 9 perbuatan seksual yaitu pelecehan seksual nonfisik, pelecehan seksual fisik, pemaksaan kontrasepsi, pemaksaan sterilisasi, pemaksaan perkawinan, penyiksaan seksual, eksploitasi seksual, perbudakan seksual dan kekerasan seksual berbasis elektronik.

Perbuatan-perbuatan tersebut wajib diperiksa dan tidak dapat lagi menyatakan tidak adanya dasar hukum. Sedangkan Pasal 4 Ayat (2) UU TPKS telah menyatakan tindak pidana kekerasan seksual yang diatur di luar UU TPKS, hukum acara pidana dan perlindungan hak-hak korban tunduk pada hukum acara pidana penanganan TPKS yang bersifat khusus dari kitab undang-undang hukum acara pidana (KUHAP). Kekhususan hukum acara khusus meliputi perluasan sistem pembuktian, tata cara pelaporan, penyelidikan dan penanganan serta mekanisme kerja terpadu bersama dengan lembaga layanan pemulihan korban. 

“Berdasarkan hal tersebut, Komnas Perempuan merekomendasikan sebagai berikut KemenPANRB untuk segera menyetujui pembentukan Direktorat PPA di Bareskrim Polri. Kepada Kapolri untuk mempercepat proses pembentukan direktorat PPA, penambahan jumlah polwan, dan penguatan kepemimpinan perempuan di kepolisian.”

Lalu mengembangkan kebijakan pedoman penyelidikan untuk kasus-kasus perempuan berhadapan dengan hukum seperti mensosialisasikan UU TPKS kepada penyelidik dan penyidik di seluruh Indonesia, memerintahkan penggunaan UU TPKS sebagai dasar pemeriksaan terhadap perbuatan seksual yang dinyatakan sebagai tindak pidana kekerasan seksual dan melakukan sinkronisasi dan harmonisasi hukum dan menerbitkan pedoman Polri tentang penyelidikan dan penyidikan perkara TPKS dalam bentuk Peraturan Kapolri.

Selanjutnya juga meningkatkan koordinasi lintas APH (jaksa dan hakim) dan lembaga pemangku kepentingan terkait lainnya (UPTD PPA, Rumah Sakit, Lembaga Pengada Layanan berbasis masyarakat) dalam penguatan sinergi multi-stakeholder penanganan kasus kekerasan terhadap perempuan dan mengambil peran aktif dalam advokasi penyusunan peraturan pelaksana UU TPKS khususnya yang terkait dengan tugas dan fungsi polisi sebagai  penyidik dalam penanganan perkara TPKS

Serta meningkatkan kolaborasi dengan Komnas Perempuan, Akademisi, dan Lembaga Pengada Layanan dalam program-program peningkatan kapasitas polisi dalam perspektif perempuan dalam penanganan perkara PBH khususnya perkara kekerasan terhadap perempuan termasuk kekerasan berbasis gender siber dan perempuan disabilitas.

“Untuk Kementerian PPA untuk bersama-sama membangun peningkatan kapasitas Polri tentang UU TPKS dan mekanisme kerja dengan lembaga pengada layanan korban.”

(Foto: ilustrasi)

Tim Konde.co

Konde.co lahir pada 8 Maret 2016 untuk mengelola ruang publik dari sudut pandang perempuan dan minoritas sebagai bagian dari kesadaran dan daya kritis, menghadirkan penerbitan artikel di website, produksi video/ film, dan informasi/ pengetahuan publik.Kini dikelola oleh individu-individu yang mempunyai kesamaan dalam memandang perempuan dan minoritas.
Republikasi artikel ini, klik tombol di bawah

Creative Commons License

1. Silakan lakukan republikasi namun tidak boleh mengedit artikel ini, cantumkan nama penulis, dan sebut bahwa artikel ini sumbernya dari konde.co, tautkan URL dari artikel asli di kata “konde.co”. Anda bebas menerbitkan ulang artikel ini baik online maupun cetak di bawah lisensi Creative Commons.

2. Artikel kami juga tidak boleh dijual secara terpisah atau menyebarkannya ke pihak lain demi mendapatkan keuntungan material.

Let's share!