Kurt Cobain ‘Nirvana’: Vokalis yang Berkampanye Feminisme Lewat Gaun Floral

Kurt Cobain adalah gitaris Nirvana yang sering mengekspresikan pernyataan feminismenya. Ia sering menggunakan rok yang menggambarkan seperti tak ada batas antara perempuan dan laki-laki, berkampanye stop kekerasan seksual dan membela keberadaan LGBT.

Nama Nirvana telah dikenal dengan pengaruh besarnya sebagai legenda dalam industri musik dan hiburan sejak dibentuk pada 1987 di Amerika Serikat. Lagu-lagu yang mendunia, berbagai kisah dari anggota band, serta ciri khas vokalisnya

Kurt Cobain, gitaris Nirvana adalah laki-laki yang saya catat sering mengekspresikan pernyataan feminismenya lewat gaun floral. Para penggemar musik grunge mengenalnya sebagai sosok yang dalam karena luka-lukanya di masa lalu, ia pernah terjerat narkoba, dan ditemukan tewas di rumahnya di Kota Seattle, Washington, Amerika Serikat. Cobain tewas dengan tembakan di bagian kepalanya yang diduga kuat melakukan bunuh diri pada 5 April 1994, walau banyak teori muncul sesudah itu yang menyatakan bahwa ia dibunuh

Kematiannya menjadi cerita yang tersebar dan diingat, terutama oleh para penggemar. Nirvana mencapai kejayaannya pada era 1990-an, menciptakan berbagai lagu hits yang sampai saat ini masih didengarkan banyak orang, seperti Smells Like Teen Spirit, Come As You Are, Lithium, dan berbagai diskografi lain.
Kurt Cobain tidak hanya fenomenal karena karya dan bakatnya dalam menciptakan musik, namun juga selalu fluid dan tidak rapuh.

Dalam beberapa kesempatan, Cobain tampak mengenakan berbagai macam pakaian perempuan, baik gaun hingga rok. Fluiditas maskulinitas dan femininitas Cobain kerap diselebrasi oleh penggemar, bukan hanya di masa lalu, namun hingga saat ini, dimana pakaian dianggap tidak lagi mendefinisikan identitas gender seseorang.

Penerapan standar maskulinitas yang toksik karena dominasi patriarki telah menahan laki-laki dari mengenakan gaun dan rok, karena masyarakat menganggap itu sebagai pakaian yang hanya dapat dikenakan perempuan. Di masa ini, lebih banyak perubahan yang terjadi karena pengaruh pemikiran liberal yang mendahulukan hak-hak dasar manusia. Oleh karenanya, kebebasan berekspresi melebar bagi siapa saja. Kurt Cobain sendiri telah menolak stigma ini dari awal 1990-an, seperti saat ia menyatakan pandangannya pada Melody Maker di tahun 1992,

“I like to wear dresses because they’re comfortable. There’s nothing more comfortable than that cozy flower pattern… It just feels comfortable, sexy and free wearing a dress. It’s fun.

Pernyataan Cobain tentang bagaimana gaun terasa nyaman, seksi dan bebas untuk dikenakan tentu sedikit banyak telah merubah pemikiran sejumlah orang, terutama penggemarnya. Cobain menginisiasi bahwa seseorang harus bebas mengekspresikan dirinya, dan pakaian yang dikenakan tidak mendefinisikan identitas gender seseorang.

Hal ini kemudian mempengaruhi kalangan selebritis pula, salah satunya Kid Cudi. Rapper asal Amerika itu mengenakan gaun floral seperti yang dikenakan Kurt Cobain sebagai penghormatan untuk sang vokalis Nirvana di acara Saturday Night Live pada 2021.

Dalam pemotretan majalah The Face isu September 1993, Cobain tampil di sampul dengan gaun floral berwarna biru. Pada January 1993, di acara Rio de Janeiro’s Hollywood Rock Festival, Cobain mengenakan gaun slip-on hitam dan sebuah tiara. Dalam pemotretan oleh Stéphane Sednaoui, dimana ketiga anggota Nirvana mengenakan scarf sebagai rok.

Cobain menyatakan bahwa ia lebih sering bersentuhan dengan sisi femininnya dan telah mengenakan riasan dan pakaian dalam perempuan selama tumbuh. Ia juga seringkali mewarnai rambutnya dengan berbagai macam warna. Cobain juga menyatakan bahwa seluruh hal ini adalah preferensi pribadi.
Nilai-nilai feminis juga dapat ditemukan dalam pernyataan Kurt Cobain pada berbagai kesempatan.

Pada 1993, tepatnya di konser Nirvana di Oakland, ia melakukan konfrontasi pada seorang laki-laki yang melakukan pelecehan seksual terhadap penggemar perempuan di barisan depan. Tanpa ragu, berbagai pernyataan kompleks yang mengacu pada kesetaraan perempuan juga telah dituturkannya. Pada wawancara dengan NME pada 1991, Cobain mengutarakan pendapatnya mengenai kekerasan seksual dan pemerkosaan. Ia percaya bahwa untuk memberantas kekerasan seksual dan pemerkosaan, laki-laki merupakan kelompok yang lebih harus dididik daripada perempuan.

Kurt Cobain dan Nirvana juga secara terbuka mendukung hak-hak politis komunitas LGBTQ. Cobain memanggil dirinya “gay in spirit,” dan melarang penggemar yang seksis, rasis, dan homophobic untuk membeli CD Nirvana.

Julia Macey di Media gomag.com menuliskan dalam rubrik celebian culture dengan judul Men We Love: Remembering Kurt Cobain, A Feminist & LGBTQ Ally Ahead of His Time. Ia menuliskan tentang yang kurang orang sadari adalah dukungan Cobain yang bersemangat, blak-blakan, dan terus-menerus pada komunitas LGBTQ di era yang sebagian besar mengesampingkan masalah “hak gay” yang saat itu kontroversial, terutama di tengah kepanikan seputar epidemi AIDS.

Sosok publik seperti Cobain mengambil sikap tanpa malu-malu untuk mendukung orang-orang LGBTQ yang jarang terjadi, bahkan revolusioner, di masa kejayaan Cobain. Juga posisinya dalam kesetaraan LGBTQ membantu mengubah hati dan pikiran tidak hanya di antara basis penggemarnya, tetapi di dunia musik secara keseluruhan. Cobain juga dengan bangga diidentifikasi sebagai seorang feminis dan memiliki rekam jejak persahabatan yang panjang dengan dan dukungan dari perempuan yang kuat.

Amanda Marcotte juga menulis dengan judul “Kurt Cobain’s feminist legacy and Nirvana’s ‘Nevermind’ dalam Thedailybeast.com tentang penggemar Nirvana yang para feminis tak pernah melupakan apa yang sudah dilakukan Cobain.

Cobain juga telah menyatakan dukungan penuh terhadap perempuan dan hak-hak dasarnya. Ia mengaku bahwa ia memiliki lebih banyak teman perempuan daripada laki-laki, dan merasa bahwa perempuan tidak diperlakukan dengan hormat dan menjadi kelompok yang diopresi. Ia menutur, “never met a wise man, if so it’s a woman.”

Mengingat kembali Kurt Cobain atas keterbukaannya dalam membicarakan hak-hak politis perempuan dan komunitas marjinal telah meninggalkan pengaruh yang cukup besar, bahkan hingga saat ini. Identitas grunge dan rock tidak membatasi Kurt Cobain dalam mengekspresikan dirinya, dan menolak bahwa apa yang ia kenakan dianggap subversif. Ia melihat laki-laki macho sebagai ancaman, dan mendukung fluiditas dalam isu gender dan ekspresi diri.

Cobain mengeluhkan bagaimana generasinya apatis, dan mendukung gerakan yang menentang rasisme dan seksisme.

“I am definitely a feminist. I am disgusted by the way women are still treated. We need to make more progress. Thre needs to be more female musicians, more female artists, more female writers. Everything is dominated by males and I’m sick of it!”

Melalui karyanya, Kurt Cobain telah menunjukkan bagaimana ia peduli terhadap isu yang melibatkan kelompok-kelompok marjinal.

Meski berbagai konspirasi hadir pasca kematiannya, semoga Cobain selalu diingat untuk hal-hal baik yang telah ia nyatakan dan lakukan

Nadia Zahra Rahmadhani

Mahasiswi Hubungan Internasional yang suka menulis dan tertarik dengan isu gender.
Republikasi artikel ini, klik tombol di bawah

Creative Commons License

1. Silakan lakukan republikasi namun tidak boleh mengedit artikel ini, cantumkan nama penulis, dan sebut bahwa artikel ini sumbernya dari konde.co, tautkan URL dari artikel asli di kata “konde.co”. Anda bebas menerbitkan ulang artikel ini baik online maupun cetak di bawah lisensi Creative Commons.

2. Artikel kami juga tidak boleh dijual secara terpisah atau menyebarkannya ke pihak lain demi mendapatkan keuntungan material.

Let's share!