Perempuan Terlilit Hutang Pinjol Ilegal: Apa Yang Harus Dilakukan?

Apa yang harus dilakukan jika kita terlilit hutang di Pinjaman Online (Pinjol) illegal? Dalam waktu 4 bulan, jumlah hutang membengkak menjadi 11 kali lipat. Dalam kondisi ini, perempuan masih disalahkan oleh suami dan diancam akan diceraikan

Konde.co dan Koran Tempo punya rubrik baru ‘Klinik Hukum Perempuan’ yang tayang setiap Kamis secara dwimingguan bekerjasama dengan LBH APIK Jakarta, Kolektif Advokat untuk Keadilan Gender dan Kalyanamitra. Di klinik ini akan ada tanya jawab persoalan hukum perempuan.

Tanya:

Perkenalkan nama saya Anita, saya adalah ibu rumah tangga dengan 3 anak. Anak pertama berusia 13 tahun, anak kedua berusia 7 tahun, dan anak ketiga berusia 3 tahun. Suami saya tidak lagi bekerja karena tempat bekerja suami bangkrut pada tahun 2020 karena pandemi Covid-19 yang berkepanjangan. Untuk menghidupi keluarga, akhirnya saya membuka warung gado-gado di depan rumah, tapi sayangnya ini tidak berjalan lancar karena uang modal sering terpakai untuk kebutuhan sehari-hari keluarga. Akhirnya untuk menambah modal jualan gado-gado yang modalnya semakin menipis, saya meminjam uang melalui Pinjaman Online (Pinjol) sebesar Rp. 2.500.000,- (dua juta lima ratus ribu rupiah). 

Dalam waktu 4 (empat) bulan saya belum bisa membayar hutang, namun tiba-tiba tagihan saya melonjak menjadi Rp. 27.500.000,- (dua puluh tujuh ribu rupiah). Saya juga sekarang selalu di teror oleh Pinjol tersebut, dan semua kontak saya yang ada di handphone saya di hubungi oleh pihak pemberi Pinjol dengan nada mengancam. Saya menjadi sangat malu karena ketahuan terlilit Pinjol, baik oleh saudara-saudara, tetangga, dan seluruh kenalan yang ada di kontak handphone saya. Saya juga dibentak-bentak dan diancam akan dipenjarakan oleh Pinjol karena katanya saya telah mencuri dan menggelapkan uang. Saya sangat ketakutan dan panik.

Berdasarkan informasi dari pelanggan gado-gado di warung saya, setelah ia melihat aplikasi tempat saya meminjam online, ternyata Pinjol tersebut merupakan Pinjol ilegal. Apa yang harus saya lakukan untuk menyelesaikan masalah ini mengingat sekarang suami saya juga menyalahkan saya dan mengancam akan menceraikan saya karena banyak hutang? Apakah saya akan ditangkap polisi dan harus meringkuk di penjara? Saya tidak bisa membayangkan hal tersebut karena ketiga anak-anak saya sangat membutuhkan saya. (Anita, Cirebon)

Jawab:

Terima kasih atas kepercayaan ibu Anita menghubungi Rubrik Klinik Hukum Perempuan. Sebelumnya perkenalkan saya Sri Agustini, salah satu dari pengasuh Rubrik Konsultasi Hukum bagi Perempuan. Terkait dengan permasalahan yang ibu Anita hadapi, dapat saya sampaikan bahwa permasalahan yang ibu hadapi ini merupakan permasalahan yang banyak dihadapi oleh masyarakat kita akhir-akhir ini, terlebih dalam situasi pandemi Covid-19 yang hampir melumpuhkan perekonomian masyarakat, dimana perempuan (ibu rumah tangga) yang paling merasakan dampaknya karena diposisikan sebagai pengatur keuangan untuk kebutuhan sehari-hari di rumah tangga. Sehingga pada saat suami ibu menganggur/kehilangan pekerjaan, beban ibu Anita semakin berat, yaitu ibu harus mengatur keuangan rumah tangga dan sekaligus menjadi mencari nafkah utama untuk memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga.

Selain dampak ekonomi akibat pandemik Covid-19, munculnya permasalahan pinjaman online ini juga terjadi karena adanya perkembangan sistem pembiayaan keuangan yang menggunakan teknologi informasi atau disebut financial teknology (fintecht). Fintecht ini memudahkan penyelenggara Pinjol ilegal untuk mempromosikan jasanya melalui media elektronik/online tanpa syarat-syarat yang memadai, masyarakat juga gampang mengaksesnya dengan menggunakan handphone/ smartphone. Karena ketidaktahuan masyarakat mengenai aturan hukum bagi Penyelenggara Pinjol, ini yang membuat masyarakat tidak mengecek terlebih dahulu keberadaan penyelenggara Pinjol apakah terdaftar di Otoritas Jasa Keuangan (OJK) atau tidak (ilegal).

Dari cerita ibu Anita, berdasarkan keterangan salah satu pelanggan gado-gado di warung ibu, dikatakan bahwa penyelenggara Pinjol yang ibu akses adalah Pinjol ilegal atau Pinjol yang tidak terdaftar di OJK. Untuk memastikannya kembali apakah penyelenggara Pinjol yang ibu Anita akses ini legal/terdaftar atau tidak (ilegal), ibu bisa mengeceknya melalui website OJK yaitu pada: www.ojk.go.id atau klik link bit.ly/daftarfintechlendingOJK, dan/atau menghubungi kontak OJK di nomor 157, atau melalui WhatsApp di nomor 081157157157, dan bisa juga menanyakan melalui email ke konsumen@ojk.go.id.

Perlu ibu Anita ketahui, dasar hukum Pinjaman Online diatur dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 77/POJK.01/2016 tentang Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi (“POJK 77/2016”). Disebutkan dalam Pasal 7 POJK 77/2016 mengenai pendaftaran dan perizinan, bahwa Penyelenggara Pinjaman Online wajib mengajukan pendaftaran dan perizinan kepada OJK.

Selanjutnya, apa yang bisa dilakukan dengan situasi ibu Anita yang harus membayar Pinjol sejumlah Rp. 27.000.000,- (Dua Puluh Tujuh Ribu Rupiah) kepada penyelenggara Pinjol tersebut, sementara ibu Anita tidak mampu membayar. Berikut adalah penjelasan saya:

Pahami Bahwa Hutang Piutang Merupakan Perkara Perdata

Pada dasarnya hutang adalah suatu kewajiban seseorang yang harus ditunaikan kepada orang lain. Dalam hal ini pada umumnya peminjam disebut sebagai debitur, dan pemberi pinjaman disebut kreditur. Peristiwa hutang-piutang yang menjadi sengketa bukanlah perkara pidana.  Sebagaimana disebutkan dalam Pasal 19 ayat (2) Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (“UU HAM”), yang mengatur sebagai berikut:

“Tidak seorangpun atas putusan pengadilan boleh dipidana penjara atau kurungan berdasarkan atas alasan ketidakmampuan untuk memenuhi suatu kewajiban dalam perjanjian utang piutang”

Artinya Penyelenggara Pinjol tersebut tidak bisa melaporkan ibu ke polisi, apalagi sampai ibu ditangkap ataupun di penjara. Karena dalam hal ini jelas ibu tidak melakukan pencurian atau penggelapan seperti yang dituduhkan pihak penyelenggara Pinjol. Penyelesaian terhadap sengketa wan prestasi ini dapat dilakukan melalui gugatan perdata di Pengadilan Negeri setempat.

Perlu ibu Anita ketahui, bahwa di dalam suatu perjanjian hutang piutang, orang yang mengutang mempunyai kewajiban untuk mengembalikan pinjaman tersebut sesuai dengan ketentuan perjanjian yang telah disepakati bersama oleh kedua belah pihak yaitu antara debitur (peminjam) dengan kreditur (pemberi pinjaman). Berdasarkan ketentuan Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPer), terdapat 4 (empat) syarat yang diperlukan agar suatu perjanjian dapat dikatakan sah secara hukum, yaitu:

1) Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya;

2) Kecakapan untuk membuat suatu perikatan;

3) Suatu hal tertentu;

4) Suatu sebab yang halal.

Sehingga apabila keempat syarat tersebut terpenuhi maka perjanjian yang telah dibuat, termasuk dalam hutang piutang yang sah, dan dengan demikian kedua belah pihak harus memenuhi perjanjian tersebut.

Namun, terkait dengan Pinjol ilegal, bisa jadi keempat persyaratan ini tidak terpenuhi. Misalnya saja pada persyaratan keempat, yaitu “suatu sebab yang halal”. Dalam kasus ibu Anita disebutkan bahwa bunga berjalan Pinjol yang dibebankan sangat tinggi per harinya sehingga menyebabkan ibu Anita yang awalnya hanya berhutang sejumlah Rp. 2.500.000,- (Dua Juta Lima Ratus Ribu Rupiah) namun karena tidak mampu membayar dalam waktu 4 (empat) bulan, hutang tanggungan ibu Anita telah berkembang menjadi Rp. 27.000.000,- (Dua Puluh Tujuh Ribu Rupiah).

Tingginya bunga pinjaman yang dibebankan kepada ibu Anita sangat tidak manusiawi, dan menyebabkan ibu Anita terlilit hutang dalam jumlah yang besar hanya dalam hitungan waktu 4 (empat) bulan. Dalam pandangan saya, Pinjol yang demikian tidak memenuhi persyaratan keempat dari sah nya suatu perjanjian sebagaimana diatur dalam KUHPer yaitu “suatu sebab yang halal”, karena bisa saja ada unsur pemerasan terhadap debitur/ peminjam dalam hal ini terhadap ibu Anita. 

Lalu bagaimana jika dalam kasus Pinjol ibu Anita ini terdapat dugaan pemerasan? Silakan ibu Anita laporkan kasus ini ke Polisi atas dugaan pemerasan dan pengancaman (karena ada unsur ancaman) yang dilakukan pihak Penyelenggara Pinjol, termasuk melaporkan bahwa pinjolnya (penyelenggara Pinjol) illegal karena tidak terdaftar di OJK.

Dasar hukum tindak pidana pemerasan diatur dalam Pasal 368 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), yaitu: “Barangsiapa dengan maksud hendak menguntungkan diri sendiri atau orang lain dengan melawan hak, memaksa orang dengan kekerasan atau ancaman kekerasan, supaya orang itu memberikan barang, yang sama sekali atau sebagaiannya termasuk kepunyaan orang itu sendiri kepunyaan orang lain atau supaya orang itu membuat utang atau menghapus piutang, dihukum karena memeras, dengan hukuman penjara selama-lamanya sembilan tahun.”

  • Pahami Ketentuan Otoritas Jasa Keuangan Terkait dengan Penyelenggara Pinjaman Online

Penyelenggara Pinjol ada yang legal dan ada yang ilegal. Seperti yang telah diuraikan di atas, Penyelenggara Pinjol yang legal akan tercatat nama usahanya di OJK, sedangkan yang ilegal tidak tercatat di OJK. Dasar hukum Pinjol adalah Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 77/POJK.01/2016 tentang Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi (“POJK 77/2016”).

Di dalam perjanjian Pinjol antara debitur (peminjam) dan kreditur (pemberi pinjaman) harus dilaksanakan dengan itikad baik. Dalam Pasal 18 POJK 77/2016 disebutkan bahwa: Perjanjian pelaksanaan Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi meliputi:

  1. Perjanjian antara Penyelenggara dengan Pemberi Pinjaman;
  2. Perjanjian antara Pemberi Pinjaman dengan Penerima Pinjaman.

Perjanjian antara Perjanjian Pemberi Pinjaman dengan Penerima Pinjaman tersebut diatur dalam Pasal 20 POJK 77/2016, yakni:

  • Perjanjian pemberian pinjaman antara Pemberi Pinjaman dengan Penerima Pinjaman dituangkan dalam Dokumen Elektronik.
  • Dokumen Elektronik sebagaimana dimaksud pada pada ayat (1) wajib paling sedikit memuat:
  • nomor perjanjian;
  • tanggal perjanjian;
  • identitas para pihak;
  • ketentuan mengenai hak dan kewajiban para pihak;
  • jumlah pinjaman;
  • suku bunga pinjaman;
  • nilai angsuran;
  • jangka waktu;
  • objek jaminan (jika ada);
  • rincian biaya terkait;
  • ketentuan mengenai denda (jika ada);
  • mekanisme penyelesaian sengketa.
  • Penyelenggara wajib menyediakan akses informasi kepada Penerima Pinjaman atas posisi pinjaman yang diterima.
  • Akses informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak termasuk informasi terkait identitas Pemberi Pinjaman.

Untuk itu, ibu Anita dalam melakukan pinjaman online harus memperhatikan apakah di dalam perjanjian dengan pemberi pinjaman ada dokumen elektronik yang dituangkan dengan memuat paling sedikit nomor perjanjian, tanggal perjanjian, identitas para pihak, ketentuan mengenai hak dan kewajiban para pihak, jumlah pinjaman, suku bunga pinjaman, nilai angsuran, jangka waktu, objek jaminan (jika ada), rincian biaya terkait, ketentuan mengenai denda (jika ada), dan mekanisme penyelesaian sengketa. Dan pada saat pinjaman online berjalan, maka Penyelenggara wajib menyediakan akses informasi kepada Penerima Pinjaman atas posisi pinjaman yang diterima.

  • Pahami bahwa Ancaman atau Kekerasan dalam Bentuk Lainnya Yang Dilakukan oleh Penyelenggara Pinjol adalah Perbuatan Pidana, Jadi Laporkanlah Kepada Polisi

Terkait dengan teror yang Ibu Anita hadapi dari si penyelenggara Pinjol, dimana semua kontak ibu yang ada di handphone ibu di hubungi oleh pihak pemberi Pinjol dengan nada mengancam dan tentu saja membuat saya sangat malu karena ketahuan terlilit Pinjol, lalu ibu dibilang pencuri, penipu, dan diancam akan ditangkap oleh polisi, sehingga ibu menjadi sangat ketakutan. Maka di dalam menghadapi ancaman tersebut, ibu bisa melaporkan ke polisi karena dari sisi hukum pidana, ada banyak pasal yang dapat digunakan menjerat pelaku pinjol illegal seperti:

  1. Menggugakan Pasal 368 ayat (1) KUHP, yaitu tentang pemerasan sebagaimana telah dijelaskan di atas, yakni: “Barangsiapa dengan maksud hendak menguntungkan diri sendiri atau orang lain dengan melawan hak, memaksa orang dengan kekerasan atau ancaman kekerasan, supaya orang itu memberikan barang, yang sama sekali atau sebagaiannya termasuk kepunyaan orang itu sendiri kepunyaan orang lain atau supaya orang itu membuat utang atau menghapus piutang, dihukum karena memeras, dengan hukuman penjara selama-lamanya sembilan tahun.”
  • Pasal 335 ayat (1) butir 1 KUHP yang tadinya mengatur tentang perbuatan tidak menyenangkan menjadi berbunyi: “Barang siapa secara melawan hukum memaksa orang lain supaya melakukan, tidak melakukan atau membiarkan sesuatu, dengan memakai kekerasan, atau dengan memakai ancaman kekerasan, baik terhadap orang itu sendiri maupun orang lain, dengan ancaman pidana penjara paling lama satu tahun atau denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.”
  • Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) dengan Pasal 29 jo. Pasal 45B. Pasal 29 UU ITE.
  • Pada pasal 29 disebutkan bahwa “Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mengirimkan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang berisi ancaman kekerasan atau menakut-nakuti yang ditujukan secara pribadi”.
  • Pada pasal 45B disebutkan bahwa “Setiap Orang yang dengan sengaja dan tanpa hak mengirimkan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang berisi ancaman kekerasan atau menakut-nakuti yang ditujukan secara pribadi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 750.000.000,00 (tujuh ratus lima puluh juta rupiah)”.

Jika pemerasan dan ancaman dilakukan oleh Penyelenggara Pinjol yang terdaftar di OJK, maka ibu Anita selain melaporkan ke Polisi juga bisa melaporkannya ke OJK. Sanksi terhadap Penyelenggara Pinjol yang melanggar ketentuan OJK diatur dalam Pasal 47 POJK 77/2016:

  • Atas pelanggaran kewajiban dan larangan dalam peraturan OJK ini, OJK berwenang mengenakan sanksi administratif terhadap Penyelenggara berupa:
  1. Peringatan tertulis;
    1. Denda, yaitu kewajiban untuk membayar sejumlah uang tertentu;
    1. Pembatasan kegiatan usaha; dan
    1. pencabutan izin.
  2. Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b sampai dengan huruf d, dapat dikenakan dengan atau tanpa didahului pengenaan sanksi administratif berupa peringatan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a.
  • Sanksi administratif berupa denda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dapat dikenakan secara tersendiri atau secara bersama-sama dengan pengenaan sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dan huruf d.

Untuk melakukan pengaduan terkait kerugian konsumen maka dapat disampaikan kepada lembaga terkait kerugian sebagai konsumen, seperti Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI). Hal lainnya yang juga penting, untuk membuat laporan polisi, jika ibu Anita merasa bingung, sebaiknya ibu mencari bantuan pendampingan dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) yang memberikan layanan pendampingan hukum bagi perempuan.

Demikian ibu Anita yang dapat saya disampaikan, semoga bermanfaat, dan ibu dapat segera menyelesaikan kemelut masalah Pinjol ini.

Sri Agustini

Advokat LBH Apik Jakarta
Republikasi artikel ini, klik tombol di bawah

Creative Commons License

1. Silakan lakukan republikasi namun tidak boleh mengedit artikel ini, cantumkan nama penulis, dan sebut bahwa artikel ini sumbernya dari konde.co, tautkan URL dari artikel asli di kata “konde.co”. Anda bebas menerbitkan ulang artikel ini baik online maupun cetak di bawah lisensi Creative Commons.

2. Artikel kami juga tidak boleh dijual secara terpisah atau menyebarkannya ke pihak lain demi mendapatkan keuntungan material.

Let's share!