Problem Perempuan Pengusaha UMKM: Masih Timpang Akses Layanan Digital Dan Ketrampilan

Women's Digital Financial Inclusion (WFDI) Advocacy Hub bisa jadi salah satu cara mengikis kesenjangan gender dalam mengakses teknologi digital, keterampilan, dan produk keuangan digital bagi perempuan pelaku UMKM berbasis global.

Perempuan menjadi penggerak penting dalam sektor perekonomian Indonesia. Tak terkecuali sebagai pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Sebanyak 37 juta pelaku UMKM di Indonesia adalah perempuan. Namun sayangnya, sumber daya yang besar ini masih memiliki hambatan atas akses setara terhadap teknologi, keterampilan dan layanan keuangan digital. 

Berdasarkan data Global Findex terkini, Indonesia memiliki kesenjangan gender yang cukup tinggi. Misalnya kaitannya dengan perbankan. Perempuan memang sebanyak 52,3% memiliki rekening bank, jumlah yang sedikit lebih besar dibandingkan laki-laki (51,2%). Namun, pemegang akun laki-laki tumbuh lebih cepat sepanjang 2017-2021 dibandingkan perempuan. 

Jika data tersebut diterjemahkan ke populasi, ada sekitar 49 juta (47,7%) perempuan yang tidak memiliki rekening bank dan 9 juta (8,9%) perempuan yang memiliki rekening bank tidak aktif. Akses layanan digital itu tidak berkembang signifikan terhadap perempuan. 

Executive Secretary United Nations Capital Development Fund, Preeti Sinha menekankan akselerasi inklusi keuangan digital bagi perempuan menjadi hal yang tak bisa diabaikan. Ini semestinya berbarengan dengan upaya dunia untuk pulih dari pandemi COVID-19, maka inklusi keuangan digital menjadi prioritas mendasar bagi para penentu kebijakan nasional, regional, dan global terlebih bagi perempuan. 

“Jumlah perempuan yang tertinggal dalam transisi ke ekonomi digital ini terlalu banyak. Kami melihat banyak peluang untuk mengakselerasi perubahan dan memastikan perempuan dapat ikut dalam laju transisi dunia,” ujar Preeti dalam keterangan resmi yang diterima Konde.co, Sabtu (30/7). 

Tak hanya membutuhkan akses yang setara ke teknologi digital dan layanan keuangan digital, perempuan pelaku UMKM juga perlu akses yang optimal untuk berbagai pelatihan keterampilan dan kepercayaan diri. Sehingga bisa mengembangkan usahanya dengan maksimal. 

Berkenaan itu, Women’s World Banking dan UN Capital Development Fund baru saja meluncurkan Women’s Digital Financial Inclusion (WDFI) Advocacy Hub, sebuah koalisi global untuk menutup kesenjangan gender dalam akses ke teknologi digital, keterampilan, dan produk keuangan digital bagi perempuan pengusaha—khususnya di negara-negara berkembang, seperti Indonesia.

“WDFI Advocacy Hub dapat menyatukan riset, pengetahuan, dan pelaku, di satu tempat, untuk mengembangkan tiga elemen penting ini: teknologi, keuangan, dan pengetahuan,” lanjutnya. 

WDFI Advocacy Hub memiliki dua komponen yang saling terkait: Koalisi lokal di Indonesia dan Ethiopia yang terdiri dari masyarakat sipil, organisasi sektor publik dan swasta yang akan mengadvokasi isu-isu inklusi keuangan digital perempuan prioritas di pasar mereka, serta Global Advocacy Hub yang akan mendorong advokasi global yang terkoordinasi. 

Prioritas pertama WDFI Advocacy Hub adalah membangun koalisi global yang beragam, dan menggandeng mitra-mitra baru dalam beberapa pekan mendatang.

Indonesia dan Ethiopia dipilih sebagai dua negara pada tahap yang berbeda dari evolusi inklusi keuangan digital. Di Indonesia, dalam kaitannya dengan Presidensi G20, ada fokus pada pertumbuhan ekonomi digital. 

“Koalisi lokal WDFI Advocacy Hub di Indonesia bermitra dengan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak,” katanya. 

Peluncuran WFDI Advocacy Hub di Indonesia dilakukan tak lama setelah rilis World Bank Global Findex 2021, yang menunjukkan kesenjangan yang senantiasa terjadi dalam akses keuangan untuk kelompok yang kurang terlayani, antara lain perempuan, kaum miskin, dan mereka yang berada di luar angkatan kerja. Sementara data Global Gender Gap Report 2022 menyebutkan bahwa paritas gender belum pulih. Perlu 132 tahun lagi untuk menutup kesenjangan gender global. Saat krisis semakin parah, tenaga kerja perempuan akan terdampak dan risiko kemunduran kesetaraan gender global semakin meningkat.

Mary Ellen Iskenderian, Presiden dan CEO Women’s World Banking melanjutkan, pemanfaatan teknologi digital, terutama transaksi pembayaran digital, memang semakin meningkat sejak awal pandemi. Namun, hal tersebut hanya memperkecil kesenjangan untuk jangka pendek. Akses yang tidak setara ke teknologi akan membendung kemajuan yang telah dicapai.

“Bayangkan sebuah skenario di mana para perempuan itu punya peluang yang sama untuk mengakses teknologi, keterampilan, dan layanan keuangan. WDFI Advocacy Hub adalah platform kolaborasi global dengan terobosan-terobosan baru yang memungkinkan skenario tersebut menjadi kenyataan sekaligus menutup kesenjangan inklusi keuangan,” katanya. 

Pentingnya Support System 

Perempuan yang berkiprah di sektor ekonomi, sampai sekarang masih punya banyak hambatan. Terlebih, di kultur masyarakat patriarki yang menjadikan perempuan yang bekerja memiliki beban ganda karena harus tetap dituntut tugas domestik. Bahkan, masih dibelenggu dengan berbagai kebijakan dan konstruksi sosial lainnya yang diskriminatif. 

Bagi perempuan underprivilege secara ekonomi atau berada di golongan menengah ke bawah terutama, tantangannya bisa jadi lebih besar. Kesempatan terlibat di sektor ekonomi, bisa terkendala dengan minimnya modal finansial maupun sosial termasuk kapasitas pengetahuan. Banyak dari kelompok ini juga yang terlilit hutang hingga menjadi korban kekerasan dalam rumah tangga (KDRT).   

Seiring upaya mendorong transformasi sistem termasuk layanan finansial digital yang lebih inklusif bagi perempuan di sektor ekonomi. Kita juga semestinya bisa terlibat aktif dalam mengikis segala bias dan hambatan perempuan di bidang ekonomi.

Pada tulisan Konde.co sebelumnya, Diplomat Ahli Pertama dan Alumni LSPR Jakarta, Sabrina Bawazier, mengatakan kerja sama menjadi penting untuk bisa menciptakan support system yang lebih kuat bagi perempuan bergerak di bidang ekonomi. Kolaborasi ini, tentunya perlu dibangun di lintas sektor seperti masyarakat, lembaga masyarakat, hingga pemerintah sebagai pemangku kebijakan.  

“Kerjasama-kerjasama untuk mencapai tujuan (tercapainya perempuan berdaya secara ekonomi),” kata Sabrina dalam dalam diskusi Equity: Breaking the Economic Gender Obstacle yang diselenggarakan LSPR, Jumat (22/4/2022).

Sabrina juga mengajak para perempuan generasi muda untuk tak gentar dalam berkarya dan berkarir. Termasuk, melawan stigma-stigma hingga diskriminasi yang sampai kini masih terjadi terhadap perempuan. Pengalaman pribadinya, dia yang terbilang punya privilese secara finansial karena berasal dari keluarga diplomat pun, masih mendapatkan diskriminasi hanya karena dirinya seorang perempuan. 

“Even I doing my interview (kerja), ditanya gimana pasangannya? Padahal laki-laki, saya yakin nggak ditanya,” imbuhnya. 

Perempuan pebisnis sekaligus Founder of Polka Cosmetics, Tiara Adikusumah kemudian menambahkan, dukungan bagi perempuan di bidang ekonomi juga bisa diberikan melalui support system di lingkungan bekerja sampai keluarga yang memegang peran penting. Misalnya saja, berbagai peran domestik pasangan rumah tangga, komunikasi pengasuhan, dukungan mental dan lainnya. 

Support system penting untuk keberhasilan perempuan dalam bidang ekonomi,” pungkasnya.  

Tim Konde.co

Konde.co lahir pada 8 Maret 2016 untuk mengelola ruang publik dari sudut pandang perempuan dan minoritas sebagai bagian dari kesadaran dan daya kritis, menghadirkan penerbitan artikel di website, produksi video/ film, dan informasi/ pengetahuan publik.Kini dikelola oleh individu-individu yang mempunyai kesamaan dalam memandang perempuan dan minoritas.
Republikasi artikel ini, klik tombol di bawah

Creative Commons License

1. Silakan lakukan republikasi namun tidak boleh mengedit artikel ini, cantumkan nama penulis, dan sebut bahwa artikel ini sumbernya dari konde.co, tautkan URL dari artikel asli di kata “konde.co”. Anda bebas menerbitkan ulang artikel ini baik online maupun cetak di bawah lisensi Creative Commons.

2. Artikel kami juga tidak boleh dijual secara terpisah atau menyebarkannya ke pihak lain demi mendapatkan keuntungan material.

Let's share!