Yang Harus Kamu Tahu: Kapan Tubuh Perempuan Siap Melakukan Hubungan Seksual? 

Banyak anak-anak yang melakukan hubungan seksual hanya demi coba-coba. Padahal aktivis kesehatan reproduksi menyebut, secara kesehatan dan psikologis, baru siap dilakukan di umur 21 tahun. Di bawah usia itu, sederet risiko akan mengintaimu.

Girls, pernah nggak sih cowok kamu coba-coba ngajak kamu melakukan hubungan seksual meski kalian masih remaja atau anak-anak?

Kalau pernah, gimana kamu menyikapinya dan apa alasan yang mendasari keputusan kamu? Kalau kamu menolak, apapun alasan yang mendasari putusan kamu, kamu layak dapat jempol karena tubuhmu adalah otoritasmu!

Karena walau melakukan hubungan secara seksual merupakan pilihan hidup masing-masing, namun para aktivis kesehatan reproduksi menyatakan, ditilik dari sudut pandang medis, memulai aktivitas seksual sejak usia dini, punya risiko seabrek. Tak hanya kehamilan yang tak diinginkan yang bisa merugikan perempuan, melakukan hubungan seksual di usia dini lebih banyak merugikan bagi tubuh perempuanmu yang masih remaja.

Direktur Yayasan Kesehatan Perempuan (YKP), Nanda Dwinta Sari menyatakan, ada beberapa dampak merugikan yang bisa muncul kalau kamu melakukan hubungan seksual di usia yang kelewat muda.

Yang pertama adalah hubungan seksual berisiko tinggi. Sejumlah penelitianmenyebutkan bahwa memulai hubungan seksual di usia anak rata-rata anak-anak belum punya pengetahuan yang baik yang membuat mereka cenderung sembarangan dan nggak konsisten melakukan hubungan seksual yang aman.

“Selain itu, para remaja cenderung belum bisa mengerti sepenuhnya konsep dari konsekuensi atau resiko suatu perbuatan. Sebab pada usia remaja, bagian korteks prefrontal di otak yang berperan dalam kemampuan penalaran, berpikir dan menimbang baik dan buruk dari suatu perbuatan, belum sepenuhnya terbentuk,” terang Nanda saat berbincang dengan Konde.co Desember 2021 silam.

Bagian otak ini baru akan terbentuk sempurna hingga seseorang memasuki usia pertengahan  usia 20-an. Akibatnya, remaja cenderung lebih nekat dan berani dibanding orang dewasa, termasuk dalam hal mengambil keputusan yang berhubungan dengan seksual.

Yang kedua adalah berisiko mengalami penyakit menular seksual.Dilansir Sehatq, Penelitian menunjukkanorang berusia 15-24 tahun merupakan kelompok umur yang paling banyak terpapar penyakit menular seksual. Contoh dari penyakit menular seksual adalah chlamydia, herpes kelamin, sifilis alias raja singa, gonorrhea, hingga HIV. Hal ini antara lain disebabkan kemampuan membuat keputusan yang belum sepenuhnya matang.

“Jadi tunda dulu untuk berhubungan seksual, sampai kamu benar-benar siap,” tegas Nanda.

Ketiga adalah risiko terjadinya kanker serviks atau kanker leher rahim jadi meningkat. Kanker serviks atau kanker leher rahim merupakan salah satu jenis kanker yang sering diderita oleh perempuan di Indonesia. Kanker ini bisa terjadi akibat infeksi human papiloma virus (HPV) yang dapat ditularkan melalui hubungan seks.

Salah satu penyebab penyakit  ini adalah melakukan hubungan seksual di usia yang terlalu dini. Semakin muda usia saat hubungan seksual pertama kali dilakukan, maka semakin tinggi juga risiko seseorang terkena kanker serviks di kemudian hari. Perempuan yang melakukan hubungan seksual pertama kali sebelum usia 16 tahun, akan mengalami kenaikan risiko terkena kanker serviks antara 1,6 kali hingga 58 kali lebih tinggi ketimbang kondisi normal.

Kehamilan tak diinginkan (KTD) adalah salah satu dampak lain hubungan seksual di usia dini. Mengalami KTD juga mengakibatkan anak putus sekolah, dan ini tentu akan merugikan anak perempuan.

Ketika terjadi kehamilan di luar nikah pada remaja, masalahnya tidak akan berhenti hanya dengan dinikahkan. Kenapa? Karena kehamilan yang terjadi pada perempuan usia remaja berisiko lebih tinggi mengalami komplikasi alias gangguan pada kesehatan ibu maupun bayi.

“Perempuan yang hamil saat usia remaja berisiko lebih tinggi melahirkan bayi secara prematur dan bayi dengan berat badan lahir rendah. Hal ini karena tubuh si ibu masih dalam pertumbuhan, sehingga si janin berebut makanan dengan ibunya,” imbuh Nanda.

Selain itu, saat proses persalinan, remaja juga lebih berisiko mengalami perdarahan yang dapat meningkatkan kemungkinan terjadinya kematian ibu dan bayi. Risiko perdarahan parah bahkan kematian ibu juga muncul apabila janin yang ada di dalam kandungan berusaha digugurkan atau diaborsi dengan cara-cara ilegal yang tidak aman atau sesuai dengan ketentuan hukum maupun medis.

Pendidikan kesehatan reproduksi

Menurut hasil Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) data tahun 2012 menunjukkan bahwa pengetahuan remaja di Indonesia mengenai kesehatan reproduksi belum memadai.

Hanya 35,3% remaja perempuan dan 31,2% remaja laki-laki berusia 15-19 tahun yang mengetahui kalau perempuan bisa hamil meski hanya berhubungan seks satu kali. Kondisi ini mengakibatkan angka kehamilan pada remaja yang aktif secara seksual, masih tinggi.

Kesehatan reproduksi dan seksualitas seharusnya sudah tidak lagi menjadi hal yang tabu untuk dibicarakan, terutama jika tujuannya adalah memberikan pendidikan kepada para remaja. Dengan menanamkan pengetahuan mengenai bahaya hubungan intim usia dini sekaligus perilaku seksual yang aman dan sehat, diharapkan para remaja tidak lagi menjalani perilaku yang merugikan bagi kesehatan sekaligus masa depannya.

Aktivis Yayasan Kesehatan Perempuan, Zumrotin K. Susilo juga menekankan pentingnya pendidikan kesehatan reproduksi yang komprehensif di sekolah-sekolah.

“Namun sayang, masih banyak pihak yang menganggap pendidikan kesehatan reproduksi merupakan hal tabu, sehingga materi kesehatan reproduksi di sekolah-sekolah hanya dijadikan materi sisipan di satu mata pelajaran atau muatan lokal, padahal dampaknya luar biasa,” ujar Zumrotin saat berbicara di workshop untuk media yang digelar YKP awal Desember lalu.

Zumrotin juga mendorong agar konselor dan psikolog Pusat Pembelajaran Keluarga (PUSPAGA) juga memberikan bimbingan terkait kesehatan reproduksi yang komprehensif kepada para orangtua agar mereka bisa memberikan bimbingan kepada anak-anaknya. Peran orangtua sangat strategis untuk membimbing anak-anak mereka terkait kesehatan reproduksi ketika beranjak remaja, terutama ketika anak mereka baru mengalami menstruasi dan mimpi basah.

Masalah kesehatan reproduksi perlu disosialisasikan agar para perempuan muda sebagai calon ibu mengetahui persoalan reproduksi yang akan dialaminya lengkap dengan jalan keluar dari persoalan tersebut.

“Tanpa mengenal organ kesehatan reproduksi dengan baik maka dikhawatirkan para calon ibu buta sama sekali dan akhirnya bisa berakibat pada keharmonisan hubungan suami isteri,” katanya.

Dia mengatakan, kesehatan reproduksi merupakan suatu keadaan sejahtera fisik, mental dan sosial yang baik, bukan hanya bebas dari penyakit atau kecacatan, tetapi juga sehat dari aspek seksualitas dan sistem reproduksi, fungsi dan prosesnya.

Lantas berapa usia ideal untuk berhubungan intim? Menurut penelitian yang dilakukan Kementerian Kesehatan alat reproduksi perempuan baru benar-benar matang saat usianya menginjak 21 tahun.  Saat usia kurang dari 21 tahun, rahim dan pinggul perempuan belum berkembang dengan baik, sehingga kemungkinan terjadi kesulitan dalam persalinan.

Di usia 21 tahun ini, perempuan juga sudah dianggap matang bagi perempuan dari segi emosi, kepribadian dan sosialnya sehingga mereka bisa mengambil keputusan secara lebih bertanggung-jawab.

Pun, ketika terjadi kehamilan maka perempuan lebih siap. Menurutnya, perlu menghindari terlalu muda untuk hamil usia kurang dari 21 tahun. Itu sebabnya usia perkawinan yang disarankan untuk laki-laki minimal 25 tahun dan perempuan minimal 21 tahun.

Esti Utami

Selama 20 tahun bekerja sebagai jurnalis di sejumlah media nasional di Indonesia
Republikasi artikel ini, klik tombol di bawah

Creative Commons License

1. Silakan lakukan republikasi namun tidak boleh mengedit artikel ini, cantumkan nama penulis, dan sebut bahwa artikel ini sumbernya dari konde.co, tautkan URL dari artikel asli di kata “konde.co”. Anda bebas menerbitkan ulang artikel ini baik online maupun cetak di bawah lisensi Creative Commons.

2. Artikel kami juga tidak boleh dijual secara terpisah atau menyebarkannya ke pihak lain demi mendapatkan keuntungan material.

Let's share!