Pers Mahasiswa ‘Lintas’ Dibekukan Karena Pemberitaan Kekerasan Seksual, Rektor IAIN Ambon Dilaporkan ke Ombudsman

Pengabaian Rektor IAIN Ambon atas dugaan kasus kekerasan seksual terjadi di lingkungan kampus menyebabkan tidak adanya kepastian penyelesaian. Sehingga korban kekerasan seksual tidak mendapatkan pemulihan atau rasa aman beraktivitas di lingkungan kampus.

Koalisi Pembela Pers Mahasiswa Lintas melaporkan Rektor IAIN Ambon Zainal Abidin Rahawarin dan Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Kementerian Agama ke Ombudsman RI pada Selasa, 9 Agustus 2022. Laporan itu dilakukan akibat dugaan maladministrasi dalam penanganan kasus kekerasan seksual dan pembekuan pers mahasiswa Lintas di Institut Agama Islam Negeri Ambon.

Koalisi menilai pihak IAIN melakukan beberapa maladministrasi di antaranya melampaui kewenangan dengan mengkriminalisasi pengurus LPM Lintas. Selain itu, juga melakukan pengabaian kewajiban hukum dengan membiarkan dan melindungi terduga pelaku penganiayaan terhadap pengurus LPM Lintas. 

IAIN Ambon dinilai juga telah melakukan perbuatan melawan hukum dengan membekukan aktivitas LPM Lintas. Di samping juga melakukan perbuatan melawan hukum dengan ancaman akademik terhadap pengurus LPM Lintas dan pengabaian terhadap dugaan kasus kekerasan seksual di lingkungan kampus IAIN Ambon atas temuan yang dilakukan LPM Lintas.

Pengabaian Rektor IAIN Ambon atas dugaan kasus kekerasan seksual terjadi di lingkungan kampus IAIN Ambon menyebabkan tidak adanya kepastian penyelesaian. Sehingga korban kekerasan seksual tidak mendapatkan pemulihan atau rasa aman beraktivitas di lingkungan kampus.

Sementara, laporan terhadap Direktorat Jenderal Pendidikan IsIam Kementerian Agama RI karena telah lalai dan mengabaikan kewajiban hukum dalam penyelenggaraan pelayanan publik yang dilakukan oleh Terlapor I yang menimbulkan kerugian materiil dan atau imateriil bagi pengurus LPM Lintas.

“Serangan terhadap LPM Lintas merupakan bentuk kesewenang-wenangan dan melanggar asas-asas pemerintahan yang baik serta tindakan yang tidak mencerminkan slogan Kampus Merdeka,” kata Direktur Eksekutif Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers Ade Wahyudin melalui keterangan resmi yang diterima Konde.co, Selasa (9/8). 

Pembredelan LPM Lintas atas Isu Kekerasan Seksual

Sebelumnya, Senin, 14 Maret lalu—majalah Lintas edisi “IAIN Ambon Rawan Pelecehan” terbit. Lintas menemukan 32 orang diduga korban pelecehan seksual di Kampus Hijau—sebutan IAIN Ambon. Korban terdiri dari 25 perempuan dan 7 laki-laki. Sementara terduga pelaku perundungan seksual 14 orang. Di antaranya 8 dosen, 3 pegawai, 2 mahasiswa, dan 1 alumnus. Liputan pelecehan ini ditelusuri sejak 2017 dengan kasus terjadi sejak 2015-2021.

IAIN Ambon melalui Rektor Zainal Abidin Rahawarin membekukan Lintas setelah tiga hari menerbitkan liputan khusus terkait kekerasan seksual. Pembekuan Lintas tercantum dalam SK Rektor Nomor 92 Tahun 2022, dikeluarkan pada Kamis, 17 Maret lalu. Alasan pembekuan Lintas: pertama, berakhirnya masa kepengurusan anggota Lintas periode 2021-2022. Kedua, keberadaan Lintas tidak sejalan dengan visi dan misi IAIN Ambon.

Sehari sebelum surat sensor dilayangkan, pengurus Lintas diminta mengikuti rapat bersama petinggi kampus di Ruang Senat Institut, gedung Rektorat lantai tiga, Rabu, 16 Maret. Rapat itu dipimpin Kepala Biro Administrasi Umum Akademik dan Kemahasiswaan (AUAK) Jamaludin Bugis. Petinggi yang lain, Ketua Senat Institut Abdullah Latuapo, Dekan Fakultas Ushuluddin dan Dakwah (Uswah) Yamin Rumra, Dekan Fakultas Syariah dan Ekonomi Islam Anang Kabalmay, serta sejumlah dosen dan pegawai.

Rapat yang dipimpin Jamaludin Bugis itu bertujuan meminta Lintas memberikan data korban kekerasan seksual untuk membuktikan bahwa berita yang diturunkan Lintas bukanlah berita bohong. Jamaludin mendesak Pemimpin Redaksi Lintas Yolanda Agne menyerahkan data itu di dalam rapat tersebut. Namun, Yolanda, pejabat Direktur Utama Lintas M. Sofyan Hatapayo, dan Redaktur Pelaksana Majalah Lintas Taufik Rumadaul, menolak.

Alasannya, membuka nama korban pelecehan seksual merupakan pelanggaran Kode Etik Jurnalistik, yang mengatur soal kewajiban wartawan melindungi identitas korban kekerasan seksual. Yolanda menawarkan, jika kampus mau serius mengusut kasus kejahatan seksual, maka harus membuat tim investigasi atau satuan tugas penanganan kekerasan seksual.

Anggota tim ini harus melibatkan mahasiswa, dosen, pegawai, dan ahli dalam penanganan korban kekerasan seksual. Artinya, proses penanganan ini harus berdasarkan Surat Keputusan Direktur Jenderal Pendidikan Islam Kementerian Agama Nomor 5494 Tahun 2019 tentang Pedoman Pencegahan dan Penanggulangan Kekerasan Seksual pada Perguruan Tinggi Keagamaan Islam. 

Di sisi lain, semestinya juga pihak kampus membentuk satuan tugas seperti diatur dalam Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nomor 30 Tahun 2021 tentang Penanganan Kekerasan Seksual di Lingkungan Perguruan Tinggi. Sehingga kampus bekerja sesuai regulasi yang dikeluarkan dua kementerian tersebut dalam penanganan kekerasan seksual.

Tim itu bertujuan menghindari konflik kepentingan di dalam, yang berdampak pada mandeknya pengusutan kasus atau penyelesaian problem serius di lembaga pendidikan itu. Namun, hingga kasus ini berbuntut panjang, tidak ada pembentukan satgas tersebut di kampus. Menurut Lintas, ini upaya melindungi terduga pelaku pelecehan di kampus. Padahal, IAIN Ambon semestinya membuat tim itu seperti perintah dua kementerian tersebut.

Maka dari itu, Ade menyatakan koalisi yang terdiri dari dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers, Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia, Kaukus Indonesia untuk Kebebasan Akademik (KIKA), AJI Ambon, Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) Pengda-Maluku, Persatuan Pers Mahasiswa Indonesia (PPMI), mendesak Ombudsman RI Pusat untuk segera memeriksa Rektor IAIN Ambon dan Dirjen Pendis.

Selain itu, Koalisi juga menyatakan terdapat maladministrasi terhadap pengabaian dugaan kasus kekerasan seksual; pembekuan LPM Lintas IAIN Ambon; upaya kriminalisasi tuduhan pencemaran nama baik ke kepolisian; pembatasan akademik anggota LPM Lintas; pembiaran tindak kekerasan terhadap pengurus LPM Lintas IAIN Ambon.

“Dirjen Pendis mengabaikan pengaduan dan tidak menjalankan mandatnya menyelesaikan permasalahan hukum kepada rektor IAIN Ambon yang terjadi antara Para Pengadu dengan Terlapor I. Memberikan Rekomendasi membatalkan pembekuan LPM Lintas IAIN Ambon dan memberikan rekomendasi kepada Dirjen Pendis membuka forum audiensi terkait penanganan dugaan kekerasan seksual dan pembekuan LPM Lintas,” pungkasnya. 

Tim Konde.co

Konde.co lahir pada 8 Maret 2016 untuk mengelola ruang publik dari sudut pandang perempuan dan minoritas sebagai bagian dari kesadaran dan daya kritis, menghadirkan penerbitan artikel di website, produksi video/ film, dan informasi/ pengetahuan publik.Kini dikelola oleh individu-individu yang mempunyai kesamaan dalam memandang perempuan dan minoritas.
Republikasi artikel ini, klik tombol di bawah

Creative Commons License

1. Silakan lakukan republikasi namun tidak boleh mengedit artikel ini, cantumkan nama penulis, dan sebut bahwa artikel ini sumbernya dari konde.co, tautkan URL dari artikel asli di kata “konde.co”. Anda bebas menerbitkan ulang artikel ini baik online maupun cetak di bawah lisensi Creative Commons.

2. Artikel kami juga tidak boleh dijual secara terpisah atau menyebarkannya ke pihak lain demi mendapatkan keuntungan material.

Let's share!