Perempuan Pekerja Freelance Akan Kehilangan Pekerjaan Karena #BlokirKominfo

Blokir dari Kominfo membuat ribet dan represif, dan ini akan mengakibatkan para pekerja lepas terancam kehilangan pekerjaannya.

Farida Indriastuti merasa resah dan kebingungan belakangan ini. Aturan pemerintah yang mengancam akan memblokir sistem elektronik apabila tidak segera mendaftar Penyelenggara Sistem Elektronik (PSE) membuatnya kelabakan. Paypal, sebagai alat menggantungkan hidup atas transfer upahnya selama ini sebagai pekerja lepas, ramai akan diblokir.

Peraturan Kementerian Komunikasi dan Informasi Peraturan Menteri No. 5 Tahun 2020 tentang PSE Lingkup Privat pada Pasal 7 Angka (2) menjelaskan bahwa dalam hal PSE, jika ada aplikasi anggota digital yang tidak melakukan pendaftaran, maka Menteri Komunikasi dan Informasi dapat memberikan sanksi administratif berupa pemutusan akses terhadap sistem elektronik atau access blocking.

Imbas itu, bagi perempuan pekerja lepas yang kini menjadi koresponden media asing itu, harus kerepotan mengurus pembayaran hasil kerjanya dalam waktu beberapa hari ini. Wacana pemblokiran Paypal benar-benar direalisasikan, info yang sangat mendadak ini membuat kalang kabut semua orang

“Indonesia satu-satunya negara yang melakukan pemblokiran, ini merugikan hajat hidup orang lain seperti membunuh seperti mengambil jantung, apakah pemerintah ingin membunuh kami? Kebijakan kok dibuat seenak jidatnya sendiri, tak punya empati, keberlanjutannya hidup kami bagaimana?” ujar Farida kepada Konde.co, Selasa (2/8). 

Bukan saja mendadak, Farida menyayangkan aturan pemerintah yang seolah dibuatnya sepihak dan tak mendengarkan aspirasi masyarakat. Terlebih, bagi pekerja lepas seperti dirinya yang mengalami dampaknya langsung.

“Kebijakan itu seperti menunjukkan arogansi pemerintah, tanpa mendengar terlebih dahulu pendapat rakyat,” imbuhnya. 

Tanpa PayPal, Farida mengaku dirinya bisa kehilangan banyak hal. Bukan saja soal materi, kerugian non-materi juga bagian dari kerugian yang sangat besar, sebab membangun karir sebagai koresponden media asing bukan dilakukan sebulan dua bulan, tapi berpuluh tahun. Terutama jaringan yang Ia bangun kepercayaan media asing bukan dalam waktu sebentar. Sehingga, aturan pemerintah itu bisa jadi ancaman ke depannya, bagaimana transaksi yang sudah dilakukan selama ini tiba-tiba diblokir.

“Bayangkan ketika tiba-tiba alat agar kita bisa hidup dan makan di blokir, terputus hubungan bisnis internasional, anda yang tidak mengalaminya memang tak paham, tapi bagi yang mengalaminya, ini berat dan sangat menakutkan, ini terkait dengan hajat hidup kami,” ungkap pekerja lepas koresponden jurnalis yang memproduksi tulisan, video dan foto ini.

Terlebih di situasi pandemi yang belum sepenuhnya stabil ini, Farida bilang, situasi dalam bidang pekerjaannya juga tidak mudah. 

“Tak mudah bernegosiasi, mendapatkan pekerjaan selama pandemi, banyak media yang drop di beberapa negara bukan cuma Indonesia, saya sebagai pekerja lepas, membayar pajak tinggi dan tak dapat jaminan sosial, tidak menyusahkan pemerintah, malah diperlakukan seperti ini oleh pemerintah,” lanjut Farida.

Farida mengaku sudah mengurus transfer gajinya, tetapi tak berhenti disitu, Farida minta pemerintah juga bertanggung jawab karena membuyarkan kepercayaan hubungannya dengan media tempat ia bekerja. Saat ini dia bekerja sebagai koresponden dari tiga media asing yaitu Jerman, Kanada dan Amerika. Dan mayoritas negara tersebut menggunakan PayPal untuk membayar gajinya karena lebih cepat dan aman.

“Negara asing memandang pembayaran konvensional memakan waktu lama bisa 4-5 hari untuk sampai ke rekening bank lokal indonesia, berbiaya tinggi dan merepotkan, menggunakan PayPal menjadi syarat kebanyakan media asing agar pembayaran gaji lebih cepat,” katanya.

Farida menilai pemerintah membuat kebijakan yang tak berpihak sama sekali pada pekerja lepas seperti dirinya. 

“Buat aturan jangan seenaknya, pembayaran menggunakan PayPal ini berlaku global, semua pekerja lintas negara kebanyakan menggunakan PayPal atau RTM, “ ungkapnya.

Lebih bikin heran lagi, Belakangan Kominfo mendesak PayPal untuk mendaftar PSE bahkan meminta warga berpindah ke aplikasi lain. Farida memandang, pemerintah berpikir pendek dalam mengeluarkan kebijakan PSE ini sebab Indonesia tak memberi solusi malah membuat rakyat menderita. 

“Seandainya dibuat platform mirip PayPal, negara mana yang percaya pada Indonesia, tingkat keamanan datanya sangat rendah! Seluruh dunia pakai PayPal, siapa yang kenal OVO punya indonesia, orang nggak mau repot, semua Asing sekarang pakai pembayaran online,” ujarnya. 

Tak berbeda dari kisah Farida, Fidelis, seorang pekerja lepas perempuan ini mengaku dirinya sempat kelabakan saat pemerintah memblokir PayPal. 

“Sempat panik karena di PayPal masih ada saldonya,” ungkapnya.

Tak ada pilihan lain, Fidelis langsung mengurusnya, meskipun bukan uang hasil gaji yang berada di saldo PayPal-nya. 

“Saya tak pakai PayPal untuk gaji, tapi sempat takut uang saya amblas, maka saya urus, dan akhirnya saya tidak sampai kehilangan uang yang ada di PayPal,” kata dia.

Per 4 Agustus 2022, Aptika Kominfo melalui unggahannya di website resmi mengatakan bahwa Paypal sudah terdaftar dalam PSE. Meski saat ini blokir Paypal dibuka, Farida mengatakan hingga saat ini beberapa temannya yang mengakses Paypal terhubung dengan bank BUMN masih belum bisa dicairkan. Poinnya menurutnya bukan sebatas pencairan di Paypal, tapi kepastian aturan bagi para pekerja lepas seperti dirinya yang menggantungkan pada Paypal sebagai pembayaran internasional dan menjaga kepercayaan jaringan pekerjaannya.

“Makanya Kominfo harusnya mikir panjang ke depan,” imbuh Farida saat ditemui Senin (8/8) ini.

PSE dan Ancaman Hilangnya Pekerjaan 

Ketua Serikat Pekerja Media dan Industri Kreatif untuk Demokrasi (SINDIKASI), Nur Aini mengatakan Implementasi Permenkominfo 5/2020 memang tidak hanya berpotensi melanggar kebebasan berekspresi masyarakat Indonesia, tapi juga menghancurkan mata pencaharian pekerja di bidang media dan ekonomi kreatif yang memanfaatkan PSE.

Dirinya menilai penerapan Permenkominfo 5/2020 ini, justru bertolak belakang dengan visi dari Presiden Joko Widodo yang berulang kali menyebut akan menjadikan sektor kreatif sebagai tulang punggung perekonomian nasional. 

“SINDIKASI menerima laporan bahwa pekerja media dan industri kreatif terutama freelancer kesulitan mengakses alat kerja dan layanan keuangan pembayaran upah yang diblokir oleh Kemenkominfo. Meski platform layanan keuangan dibuka sementara, tetapi kerugian yang dirasakan pekerja media dan industri kreatif tidak menjadi perhatian Kemenkominfo,” ujar Nur Aini melalui keterangan resmi yang diterima Konde.co, Selasa (2/8). 

Nur Aini menekankan, kewenangan bagi aparat penegakan hukum untuk meminta

PSE lingkup privat agar memberikan akses terhadap konten komunikasi dan data pribadi seperti diatur Pasal 36 Permenkominfo No. 5/2020 ini, rentan disalahgunakan untuk melanggar kebebasan pers bagi kerja-kerja pekerja media dan jurnalistik yang selama ini menyuarakan isu sensitif seperti isu perempuan, kelompok minoritas gender, hingga isu Papua.

“Selain itu, akses terhadap konten komunikasi dan data pribadi berpotensi melanggar kebebasan berekspresi dan menyampaikan pendapat warga negara, termasuk pekerja media dan industri kreatif,” katanya.

Tak hanya itu, dia menegaskan, kewajiban PSE lingkup privat untuk tidak memuat informasi yang “meresahkan masyarakat dan mengganggu ketertiban umum” seperti diatur dalam pasal 9 Permenkominfo No 5/2020 sangat multitafsir.

“Berpotensi digunakan secara sewenang-wenang untuk membungkam kritik dan ekspresi warga, termasuk pekerja media dan industri kreatif,” imbuhnya.

Blokir yang dilakukan sebagai implementasi Permenkominfo terhadap sejumlah PSE yang belum melakukan registrasi, menurutnya, juga berpotensi membuat pekerja media dan Industri kreatif terutama dengan status sebagai freelancer kesulitan.

“Untuk bisa mengakses alat kerja dan upah yang selama ini tersimpan di sejumlah PSE,” kata dia. 

Senada, Koordinator Divisi Advokasi SINDIKASI Bimo Aria mengungkap hal terburuk dari pemberlakuan kebijakan PSE ini, diantaranya banyak pekerja lepas yang terancam kehilangan pekerjaan. Akibat mereka banyak yang kesulitan mengakses penghasilan yang selama ini dibayarkan melalui PayPal.

Ini tak lain dikarenakan kebanyakan pekerja kreatif  dan pekerja lepas menggunakan PayPal sebagai alat pembayaran. Maka ketika Paypal tiba-tiba diblokir, akan banyak pekerja lepas termasuk para perempuan yang bakal terancam seret penghasilan atau bahkan tidak bisa lagi mendapatkan pekerjaan yang sistemnya menggunakan Paypal. 

“PayPal digunakan untuk kelancaran bekerja temen-temen pekerja kreatif, jika kebijakan PSE ini berlanjut, bukan gak mungkin akhirnya banyak pekerja lepas dan kreatif kehilangan pekerjaan,” ungkap Bimo dihubungi Konde.co, kemarin. 

Saat ini, Bimo mengatakan SINDIKASI berencana mendata pekerja yang benar-benar terdampak kebijakan PSE ini. Sehingga, belum diketahui pasti berapa jumlah pekerja yang mengalami dampak langsung aturan PSE. 

“(Namun jika dilihat gambarannya) SINDIKASI yang berjumlah 450 orang ini menggantungkan nasib pada pembayaran online,” katanya. 

Maka dari itu, pihaknya menuntut agar pemerintah tak sembarangan dan berhati-hati dalam mengeluarkan kebijakan. Harus bisa memikirkan nasib jangka panjang para pekerja dan keberlanjutannya.

(Tulisan Ini Merupakan Bagian dari Program “Suara Pekerja: Stop Kekerasan dan Pelecehan di Dunia Kerja” yang Mendapat Dukungan dari VOICE”)

Devi P. Wiharjo

Beberapa tahun jadi jurnalis, sempat menyerah jadi manusia kantoran, dan kembali menjadi jurnalis karena sadar menulis adalah separuh napas. Belajar isu perempuan karena selama ini jadi perempuan yang asing pada dunia perempuan, eksistensialis yang hobi melihat gerimis di sore hari.

Let's share!

video

MORE THAN WORK

Mari Menulis

Konde mengundang Anda untuk berbagi wawasan dan opini seputar isu-isu perempuan dan kelompok minoritas

latest news

popular