Ini Pengalamanku: 10 Tahun Bekerja sebagai PRT untuk Ekspatriat

Selama 10 tahun saya bekerja di majikan ekspatriat. Ada senangnya, ada susahnya. Ini adalah ceritaku, susah senangnya bekerja dengan majikan ekspatriat.

Siang ini, saya luangkan waktu untuk menuliskan cerita saya. Di hari pertama saya bekerja dengan pemberi kerja warga negara asing atau ekspatriat, yang terdiri dari sepasang suami -istri yang mempunyai 3 orang anak. Waktu itu kami punya perjanjian walau hanya secara lisan.

Adapun isi perjanjiannya adalah sebagai berikut :

●     Dalam 1 minggu 5 hari kerja (Senin-Jumat).

●     Jam kerja dalam 1 hari selama 8 jam.

●     THR 1 bulan gaji dan libur tahunan 12 hari.

●     Bila sakit dan harus berobat akan diganti uang cash, karena belum punya BPJS kesehatan.

Saya bekerja secara live out atau pulang pergi. Adapun fasilitas yang saya dapat antara lain adalah beras, gula, kopi, teh dan air mineral. Saya juga mendapat fasilitas kamar untuk beristirahat dan kamar mandi khusus lengkap dengan perlengkapan mandinya.

Posisi saya sebagai juru masak (cook) dan pengasuh (nanny). Di tempat ini, saya bekerja berdua dengan teman. Posisi teman saya sebagai tukang cuci dan menyetrika, dan kadang juga membantu menjaga anak. Karena anak-anak majikan masih kecil, maka perlu pengawasan khusus.

Selain itu juga ada pekerja lain yang membantu bersih-bersih (housekeeping) yang datang seminggu tiga kali. Bisa dikatakan saya bisa bekerja dengan nyaman dan tidak terasa sudah 2 tahun berlalu. 

Anak-anak majikan sudah tumbuh besar dan majikan pun tidak lagi pakai orang untuk mencuci dan menyetrika. Karena itu teman saya itu dialihkan ke teman majikan saya. Sehingga saya cuma bekerja sendirian dibantu housekeeping yang datang seminggu tiga kali. 

Tahun demi tahun anak-anak pun semakin bertambah besar dan kegiatan di sekolah juga semakin banyak dan semakin sibuk.

Dari perjanjian kerja saya walaupun hanya secara lisan, tetapi majikan menepati janjinya, di mana setiap tahun upah yang saya terima naik 10%.

Namun ada satu yang mengganjal, selama 5 tahun saya bekerja padanya saya belum juga punya BPJS kesehatan. Memang setiap kali sakit biaya berobat selalu diganti dengan uang cash, tetapi saya tetap saja nggak tenang.

Hingga satu hari pada 2019, atau saat sebelum pandemi, suami saya sakit dan harus dirawat di RSUD. Saat itu, petugas rumah sakit bertanya apakah saya punya BPJS kesehatan. Karena alasan itulah, maka saat itu juga saya membuat BPJS kesehatan secara online.

Tidak lama kemudian Covid-19 melanda dunia termasuk Indonesia. Akibatnya tidak sedikit pekerja ekspatriat yang bekerja di Indonesia harus pulang ke negaranya untuk sementara waktu. Oleh majikan, saya pun diliburkan selama 1 bulan.

Setelah Covid-19 bisa teratasi, orang-orang ekspatriat bisa datang kembali ke Indonesia tetapi masih bekerja secara online. Demikian juga dengan anak- anak majikan juga sekolah secara online sama seperti anak-anak di Indonesia.

Kondisi ini membuat beban kerja saya bertambah berat karena harus lebih sering memasak. Piring yang dicuci juga bertambah banyak dan berulang-ulang. Jadi, selama semua kegiatan sekolah juga kantor masih tetap online, saya merasakan lebih capek dari sebelumnya.

Tidak terasa anak yang pertama sudah SMA, yang kedua SMP dan yang ketiga kelas 5 SD. Ya, Alhamdulillah majikan bijak dan baik, tetapi kadang-kadang suka komplain tanpa alasan, dan komplainnya kadang-kadang lebih banyak dibandingkan bijaknya.

Tetapi mau gimana lagi, saya bekerja sudah 8 tahunan dan majikan sudah berjanji kalau pesangon dibayar di akhir, mau tidak mau saya harus bersabar menunggu kontrak kerja saya selesai.

Lantas pada Juni 2022, majikan harus pindah. Dia pun sibuk mencari mover company. Tidak lama kemudian Bos dapat juga yang cocok tentang fasilitas dan harga pengepakan barang-barangnya yang akan dibawa.

Begitu setuju di hari mulai pengepakan barang dengan 10 orang packing man, berlangsung selama 4 hari (di bulan Juni tanggal 23) dan selama 4 hari ini adalah hari-hari yang sangat melelahkan. Setelah packing selesai, mereka merencanakan liburan ke Bali selama 20 hari.

Tidak lupa, saya mengingatkan majikan untuk membuatkan surat rekomendasi untuk saya serta memberikan uang pesangon. Waktu itu, majikan menyanggupi, tetapi tiba saatnya ketika hari mereka harus berangkat ke Bali, surat rekomendasi itu belum ada juga, demikian juga dengan pesangon yang dijanjikan.

Saya hanya bisa berharap agar ketika pulang dari Bali, dia ingat dengan janjinya.

Majikan Kembali ke Jakarta

Sudah 20 hari berlalu majikan dan keluarganya kembali ke Jakarta, namun pindah ke rumah yang lebih kecil. Saya pun diminta kembali bekerja untuknya selama dua hari saja. Tugas saya adalah mencuci dan menyetrika.

Sudah 2 hari saya bekerja, tetapi belum ada kepastian dari majikan untuk memberikan pesangon ataupun surat rekomendasi. Hari menjelang siang dengan perasaan was-was dan tidak nyaman saya bertanya-tanya kapan hak saya akan diberikan.

Sambil menunggu cucian kering dan menyetrika majikan memanggil saya. Saya kaget karena pesangon yang diberikan tidak sesuai dengan perjanjian di awal bekerja dan saya memberanikan diri untuk minta penjelasan.

Sepertinya dia tidak begitu suka, lalu dia meminta saya menghitung ulang. Dia menjelaskan, kalau saya pernah berutang sebanyak Rp10 juta ketika anak saya mengalami kecelakaan dan saya meminta untuk dipotong di ending.

Jadi pesangon itu dihitung dari gaji terakhir di kali 10 tahun dan dikurangi Rp 10 juta. Saat hari menjelang siang, saya bertanya tentang surat rekomendasi, namun ia mengatakan surat rekomendasi akan diberikan kepada kantor atau agen saya.

Bos saya juga pernah berjanji ingin memberikan handphone atau uang cash kepada anak saya karena pernah beberapa kali membantu pekerjaan saya, dan saya mengingatkannya kembali

I said : Mr, did you remember about your promise? 

He said : Yes, I will, Ibu.

Setelah kami selesai berbincang soal pesangon dan rekomendasi, saya lantas dikenalkan dengan teman satu kantornya tetapi mereka tidak merespons. Karena hari sudah menjelang sore, kami berfoto bersama di rumah sebelumnya bersama keluarga Bos dan Head Marketing untuk foto kenangan.

Saya merasa terharu setelah berfoto, kami berpelukan lama, dan dia mengatakan, “Ibu, We’ve been 10 year together, just like a family. We will miss you so much Ibu”

Walaupun selama bekerja dengan mereka saya merasa pahit dan manis, tetapi saat menjelang kepulangan majikan ke negerinya, saya tetap merasa sangat sedih. Menjelang malam, bos sekeluarga berangkat menuju bandara dan terbang jam 12 malam.

Setelah 1 minggu berlalu, saya menghubunginya via WhatsApp, tetapi hanya dibaca dan tidak dibalas. Lalu saya menghubunginya lagi dan mengatakan bahwa saya sangat membutuhkan surat rekomendasi yang baru, dan belum juga ada balasan.

Akhirnya saya menghubungi temannya yang masih tinggal di perumahan Country Wood Estate dengan mendatangi rumahnya. Darinya saya tahu, kalau majikan sudah mengirimkan surat rekomendasi via email. Saya pun langsung menghubungi mantan majikan untuk mengucapkan terimakasih. Dan, ternyata dia langsung membantu mencarikan majikan baru untuk saya

Tidak lama kemudian ada tiga pekerja ekspatriat yang menghubungi saya, tetapi sayangnya mereka mau mencari orang yang bersedia tinggal atau live in. Saya tidak bersedia karena kondisi suami saya semenjak dirawat di rumah sakit butuh perawatan ekstra, sehingga tidak bisa saya tinggalkan sendirian. Ya, mungkin memang belum rezeki saya,

Mudah-mudahan di bulan September 2022  ini akan ada majikan baru yang cocok dengan saya. 

Sekian cerita yang saya rangkum, tentang pengalaman bekerja selama 10 tahun pada pemberi kerja seorang ekspatriat. 

KEDIP atau Konde Literasi Digital Perempuan”, adalah program untuk mengajak perempuan dan kelompok minoritas menuangkan gagasan melalui pendidikan literasi digital dan tulisanTulisan para Pekerja Rumah Tangga (PRT) merupakan kerjasama www.Konde.co yang mendapat dukungan dari Jaringan Nasional Advokasi Pekerja Rumah Tangga (JALA PRT).

Robyarni

Pekerja rumah tangga, aktif di SPRT Rumpun Tangerang Selatan.
Republikasi artikel ini, klik tombol di bawah

Creative Commons License

1. Silakan lakukan republikasi namun tidak boleh mengedit artikel ini, cantumkan nama penulis, dan sebut bahwa artikel ini sumbernya dari konde.co, tautkan URL dari artikel asli di kata “konde.co”. Anda bebas menerbitkan ulang artikel ini baik online maupun cetak di bawah lisensi Creative Commons.

2. Artikel kami juga tidak boleh dijual secara terpisah atau menyebarkannya ke pihak lain demi mendapatkan keuntungan material.

Let's share!