Ulama Perempuan KUPI Hadapi Tantangan Berat Fundamentalisme Agama

Menjelang kongres kedua, pengurus Kongres Ulama Perempuan Indonesia (KUPI) menyelenggarakan forum pemangku kepentingan. Forum tersebut diantaranya membahas tantangan berat seperti hadapi fundamentalisme dan radikalisme agama

Para ulama perempuan Indonesia menghadapi tantangan berat, yakni menguatnya fundamentalisme dan radikalisme agama di Indonesia dalam 5 tahun ini.

Hal ini disampaikan para pengurus Kongres Ulama Perempuan Indonesia (KUPI) dalam acara konferensi pers jelang Kongres KUPI di Jakarta pada 8 September 2022.

Badriyah Fayumi dari KUPI ketika ditanya Konde.co menyatakan bahwa tantangan berat ini membuat pentingnya KUPI untuk menyelenggarakan kongres keduanya yang akan diselenggarakan di Semarang dan Jepara, 23 – 26 November 2022 mendatang.

“Menguatnya  fundamentalisme dan radikalisme agama berefek ke level yang lebih besar, salah satunya adalah level keluarga. Ada anggapan bahwa persoalan kawin muda yang dianggap tidak apa-apa dilakukan daripada melakukan zina. Sementara bagi KUPI menikah muda tidak, berzina juga tidak. Tetapi dalam pandangan KUPI menikah haruslah pada saat dewasa, yaitu di atas 19 tahun sesuai dengan aturan hukum baru di Indonesia,” kata Badriyah Fayumi.

KUPI juga menyoroti isu konservatisme keagamaan dalam keluarga seperti adanya seruan agar perempuan kembali ke rumah, tidak boleh beraktivitas di luar rumah. Bahkan kalau punya aktivitas di luar, harus cepat keluar dari pekerjaan

“Misal ketika suami menyuruh pokoknya resign dari pekerjaan, maka saat itu juga perempuan harus mengundurkan diri dari pekerjaan.”

Yang ketiga, yaitu masuknya ekstremisme pada level negara. Untuk memperkuat posisi perempuan dalam peradaban, Kongres Ulama Perempuan Indonesia (KUPI) II mengambil tema “Meneguhkan Peran Ulama Perempuan untuk Peradaban yang Berkeadilan”.

Kongres KUPI ll merupakan kelanjutan dari KUPI I yang sukses diselenggarakan di Cirebon pada tahun 2017. Setelah kongres yang pertama, KUPI yang awalnya merupakan kegiatan sebuah kongres, bertransformasi menjadi sebuah gerakan yang mengakar di tengah masyarakat.

KUPI Bertransformasi di Tengah Masyarakat

KUPI dalam kelahirannya kemudian menjadi momentum historis yang menyatukan inisiatif-inisiatif komunitas dan lembaga-lembaga yang bergerak pada pemberdayaan perempuan, baik di kalangan akademisi, aktivis organisasi keislaman, praktisi pemberdayaan di akar rumput, bahkan para aktivis gender.

Ninik Rahayu, aktivis KUPI dalam konferensi pers menyatakan bahwa KUPI juga menginspirasi lahirnya komunitas-komunitas ulama perempuan di berbagai daerah.

“Seperti Komunitas Ngaji Keadilan Gender Islam, Komunitas Mubadalah, simpul dan komunitas ulama perempuan Rahima, jaringan perempuan pengasuh pesantren dan mubalighat, jaringan ibu nyai nusantara, jaringan ning-ning nusantara, dan yang lain.”

Isu-isu keadilan gender Islam, melalui tokoh-tokoh KUPI, juga diserap media-media populer yang mainstream di Indonesia, seperti Islami.co, NU Online, Republika, Bincangsyari’ah, Iqra.id, Alif.id, Mubadalah.id, Rahma.id, Qobiltu.com, dan banyak lagi yang lain.

Kelahiran KUPI, juga sekaligus seperti membuka jalan bagi membanjirnya berbagai konten kreatif isu-isu keadilan gender Islam, yang sebelumnya sangat minim, bahkan bisa dibilang tidak tersedia.

“Secara garis besar ada lima poin yang akan dihasilkan dari KUPI ke-2 ini. Pertama, paradigma dan metodologi. Ini mencakup isu-isu mengenai paradigma KUPI, sumber-sumber pengetahuan dan gerakan KUPI, metodologi keputusan sikap dan pandangan keagamaan KUPI. Perspektif perempuan sebagai basis rujukan pengetahuan, aktivisme, dan fatwa dalam KUPI, konseptualisasi dan implementasi kerangka maqashid syari’ah, pendekatan ma’ruf, pendekatan mubadalah, pendekatan keadilan hakiki dalam pengetahuan dan kerja-kerja praktis KUPI.”

Kedua, tema keluarga, mencakup isu-isu mengenai pengembangan konsep keluarga yang berbasis pengalaman jaringan KUPI. Konsep qiwamah dan wilayah dalam keluarga. Relasi marital, parental, dan familial. Kekerasan dalam rumah tangga. Stunting dan kemiskinan. Resiliensi keluarga terhadap berbagai tantangan sosial, seperti pornografi, narkoba, radikalisme dan ekstremisme, termasuk isu-isu khas yang telah menjadi perhatian KUPI, yaitu pengelolaan dan pengolahan sampah rumah tangga, pelibatan perempuan dalam merawat bangsa dari ekstremisme, bahaya pemaksaan perkawinan, bahaya pemotongan genitalia perempuan, dan perlindungan jiwa perempuan dari kehamilan akibat perkosaan.

“Isu ketiga yang penting yaitu tentang kepemimpinan perempuan. Ini mencakup isu kepemimpinan dan peran perempuan dalam menanamkan pendidikan keislaman, mengokohkan nilai kebangsaan, kemanusiaan, dan kesemestaan. Kepemimpinan ulama perempuan di ranah akar rumput, kepemimpinan ulama perempuan di pesantren, dan lembaga atau organisasi keagamaan. Serta eksistensi dan otoritas kepemimpinan ulama perempuan dalam kerja-kerja advokasi di hadapan negara, untuk berbagai isu yang melibatkan perempuan dan anak-anak, seperti penguatan ekonomi komunitas, perlindungan buruh migran, difabel, lansia, dan kelompok-kelompok rentan yang lain.” 

Keempat, gerakan keulamaan perempuan, mencakup isu-isu tentang karakter gerakan KUPI. Pelibatan jaringan muda dan milenial dalam gerakan KUPI, kerja-kerja digital sebagai kerja sama dakwah dan gerakan KUPI, kerja-kerja kultural dan struktural ulama perempuan dalam merespons maraknya politisasi dan komersialisasi agama, serta radikalisme dan ekstremisme kekerasan.

Kelima, perlindungan dan pemeliharaan alam. Ini mencakup isu-isu pengalaman jaringan KUPI dalam kerja-kerja pelestarian alam, argumentasi teologis untuk kerja-kerja keberlanjutan alam, praktik baik penanganan bencana oleh komunitas lintas agama atau kepercayaan dan kearifan lokal. Serta keterlibatan komunitas pesantren dan lembaga pendidikan untuk keberlanjutan alam, pengelolaan sampah demi keberlanjutan alam, dan isu-isu lain yang relevan.

Pandangan Keagamaan KUPI

Selama ini, pandangan-pandangan keagamaan KUPI telah berkontribusi terhadap lahirnya berbagai kebijakan.

Ninik Rahayu, salah satu aktivis KUPI dalam konferensi pers KUPI membacakan pandangan-pandangan KUPI. Pandangan Keagamaan KUPI tahun 2017 tentang wajibnya perlindungan usia anak dari pernikahan telah memengaruhi berbagai pihak, baik lembaga negara maupun masyarakat sipil, untuk menaikkan batas usia pernikahan, dan akhirnya disahkan negara menjadi 19 tahun untuk laki-laki dan perempuan. Begitupun pandangan keagamaan KUPI tentang pengharaman kekerasan seksual juga menjadi turning point kesadaran berbagai elemen bangsa, terutama masyarakat sipil.

“Kerja sama berbagai pihak, termasuk keaktifan para ulama perempuan dalam membuka ruang-ruang dialog dengan anggota parlemen membuahkan hasil maksimal. Pada tanggal 12 April 2022 parlemen akhirnya mengesahkan Rancangan Undang Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS) menjadi Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual. Pada Kongres yang ke-2, tanggal 23-26 November 2022 ini,” kata Ninik Rahayu.

Musyawarah Keagamaan KUPI akan membahas dan memutuskan fatwa tentang lima isu krusial yaitu peran perempuan dalam merawat bangsa dari ekstremisme, pengelolaan dan pengolahan sampah rumah tangga untuk keberlanjutan lingkungan. Selanjutnya perlindungan perempuan dari bahaya pemaksaan perkawinan, perlindungan jiwa perempuan dari bahaya kehamilan akibat perkosaan dan perlindungan perempuan dari bahaya tindak pemotongan dan pelukaan genitalia perempuan.

Forum Pemangku Kepentingan KUPI diusung oleh berbagai elemen yang berkolaborasi dan memiliki tujuan untuk menciptakan peradaban yang berkeadilan untuk semua. Karenanya, butuh kesepahaman antara berbagai pihak demi suksesnya agenda kongres kedua pada bulan November 2022.

Ada tiga hal yang dibahas dalam pertemuan tersebut. Pertama, melakukan update tentang perkembangan KUPI sebagai gerakan dengan pemaparan capaian-capaian KUPI, hambatan dan tantangan ke depan dalam membumikan ajaran Islam rahmatan lil’alamin di mana perempuan mendapatkan tempat yang setara dengan laki-laki.

Kedua, memaparkan rencana Kongres KUPI II dan tindak lanjut lima tahun ke depan dengan kekuatan kolektif yang menjadi pendukung KUPI.

Ketiga, mendapatkan komitmen dukungan para pemangku kepentingan baik yang berbasis pada jaringan KUPI yang terdiri dari akademisi, pesantren, dan komunitas, lalu dari pemerintah Indonesia, jaringan media, dan lembaga-lembaga Internasional, untuk mewujudkan cita-cita KUPI dalam membangun peradaban Islam yang berkeadilan untuk semua.

Pertemuan tersebut dihadiri antaralain para aktivis KUPI, Masruchah, Ruby Kholifah, Nuruddin Amir, dll

Luviana

Setelah menjadi jurnalis di media mainstream selama 20 tahun, kini menjadi chief editor www.Konde.co dan menjadi dosen pengajar paruh waktu di Jakarta. Pedagoginya dalam penulisan isu media, perempuan dan minoritas
Republikasi artikel ini, klik tombol di bawah

Creative Commons License

1. Silakan lakukan republikasi namun tidak boleh mengedit artikel ini, cantumkan nama penulis, dan sebut bahwa artikel ini sumbernya dari konde.co, tautkan URL dari artikel asli di kata “konde.co”. Anda bebas menerbitkan ulang artikel ini baik online maupun cetak di bawah lisensi Creative Commons.

2. Artikel kami juga tidak boleh dijual secara terpisah atau menyebarkannya ke pihak lain demi mendapatkan keuntungan material.

Let's share!