Gelap Terang Dunia Idol Korea Selatan

Pada menit yang sama, kehidupan bisa begitu dingin dan kejam bagi seseorang, dan sebaliknya, bisa seperti surga dunia bagi yang lain.

Sejujurnya, saya enggak punya banyak pengetahuan seputar idol. Karena itu, para pemeran drama Korea “Imitation” yang didominasi bintang idol lintas generasi pun tak membuat saya WOW. 

Maklumlah, gimana bisa sayang kalo enggak kenal, kan. Tapi, saya cukup tertarik sama temanya. 

Drama Korea Imitation yang bercerita tentang perjuangan para anak muda Korea Selatan menjadi idol. Drama ini tayang di KBS2.

Sinopsis Drama Korea Imitation 

Dari jutaan anak muda yang bermimpi menjadi idol, tak semua bisa lolos audisi agensi hiburan dan menjadi trainee.  Dari jutaan trainee, hanya 0.1 persen yang berhasil debut. Dari yang berhasil debut, tak semuanya bisa bertahan lebih dari tiga tahun. 

Grup idol seperti BTS, bisa dibilang keajaiban. Apalagi BTS bukan dilahirkan agensi besar.  Faktanya, kebanyakan agensi kecil tak bisa bertahan. Jika kebetulan punya artis potensial, pilihan okupansi oleh agensi besar akan menjadi pilihan aman.

Industri yang sangat kompetitif melahirkan persaingan sengit. Penuh warna dan drama, termasuk tuntutan kesempurnaan dari para penggemar yang toksik. Semua itu tergambar dalam drama Korea Imitation, dibuka dengan adegan sebuah momen festival idol pada 2017. 

Ada juga Grup idol SHAX yang sedang dipuja-puja tengah bersiap di sebuah stasiun TV. Meriah. Megah.

Tak terlalu jauh dari tempat itu, seorang perempuan muda terlihat menangis di jembatan Mapo di atas sungai Han. Ia bersiap mengakhiri hidup. Ia mengabaikan banyaknya stiker bertuliskan motivasi untuk hidup, hingga nomor hotline konseling bunuh diri, yang tertempel di dinding jembatan,  

Sementara, melintas di jembatan itu, seorang gadis mengabadikan kemeriahan lampu sorot stasiun TV. Ia mengucapkan janji meraih mimpi. “Tunggu aku, Ma Ha, akan segera ke situ.” 

Begitulah, pada menit yang sama, kehidupan bisa begitu dingin dan kejam bagi seseorang, bisa seperti surga dunia bagi yang lain, dan bisa berupa harapan yang begitu menjanjikan. 

Ma Ha (diperankan Jung Ji So) sudah suka menari sejak belia. Ia hafal koreografi dengan cepat. Ia lebih dulu bergabung dengan grup tari jalanan sebelum mengadu nasib mengikuti audisi agensi. Ia mulai semua di usia 14 tahun, berbagi waktu dengan sekolah. 

Ma Ha terdepak ke sebuah agensi kecil, menjadi member pengganti grup Omega-3. Itu pun ia ‘dijual’ oleh agensinya. Ma Ha masih semangat. Ia senang-senang saja bergabung dengan dua member lain Ria (diperankan solois Minseo) dan Hun Ji (diperankan  Lim Nayoung, mantan member I.O.I dan PRISTIN). 

Yang penting bisa debut! 

Tapi perjalanan Omega-3 tak semulus itu. 

Boro-boro bisa debut, grup baru itu harus diusir dari panggung saat gladi resik.  

Penyebabnya, Anie, mantan member Omega-3 itu ditemukan tewas mengambang di Sungai Han, diduga terjun dari jembatan Mapo. Tidak mungkin menampilkan grup baru di acara TV dengan berita bunuh diri di baliknya. 

Tiga member Omega-3 menangis sesenggukan. Sebagian alasan karena Anie tewas, sebagian lagi karena ngenes: susah banget buat debut!

Mereka bertiga masih bertahan di agensi yang sama, mengambil pekerjaan-pekerjaan kecil dan remeh, seperti penyanyi panggung perayaan di kampung-kampung, hingga figuran film atau drama.

Lalu seorang mantan manajer agensi besar meminang mereka. Omega-3 berubah nama menjadi Tea Party. Dari sini lah, perjalanan mereka dimulai. Mengejar impian, diwarnai persahabatan dan cinta masa muda. 

My Two Cents Comment 

Dari aspek tema, menarik. Namun episode pertama terasa begitu flat. Terasa ada yang salah. Kemegahan idol sukses, dan ngenesnya grup yang gak bisa debut tuh digambarkan plain gitu lah. Settingan kurang meyakinkan, if I can say.

Tapi, mungkin karena lagi gabut, plus penasaran dengan tema kisahnya, saya lanjut. Makin bertambah episode, sebetulnya drama Korea Imitation ini enggak jelek-jelek amat. Makin bisa dinikmati. Ada sejumlah insight yang cukup menjadi warna dalam drama ini. 

Ada persaingan, sekaligus persahabatan sesama trainee, ataupun idol. Ada kerja keras melatih koreografi, rekaman lagu, hingga tampil dalam acara ragam, iklan, drama hingga film. Ada senioritas yang begitu kuat dalam suasana dan lingkungan produksi. Ada gap besar berdasarkan rekomendasi dan jejaring. 

Ada skandal yang bisa begitu cepat mematikan karier.  Isu gaji para idol, hingga bagaimana agensi betul-betul mengendalikan kehidupan para artis mereka, menjadikan artis sebagai sapi perah mumpung masih terkenal, juga tersaji. 

Selain itu, kerja di balik layar lumayan tergambar. Ada hubungan erat manajer dan artisnya. Para CEO agensi dengan segala gayanya. Hubungan media dengan agensi. Para produser lagu, dan pencipta lagu yang menyuplai kebutuhan idol. Bahkan penyanyi pemandu untuk sebuah lagu demo juga di-mention

Hingga kehadiran para fans, baik yang tulus maupun yang toksik, cukup tergambar di drama ini. 

Di balik ingar bingar popularitas dan kemewahan yang didapatkan SHAX, saya cukup merasakan kesepian mereka, yang lingkaran pertemanannya begitu kecil di usia yang sangat muda. Temannya, ya teman satu grup dan manajernya. Lu lagi, lu lagi. Lah gimana, kan emang dari umur 14 tahunan rata-rata sudah fokus menjadi trainee. Enggak sempat bergaul. 

Jadi kebayang kan leader idol yang begitu kharismatik di panggung begitu kikuk ketika jatuh cinta? Plus, susah banget cari tempat kencan yang aman. Takut kepergok dan jadi skandal. 

Menderita ya? 

Ya begitulah. Selalu ada harga yang harus dibayar untuk sebuah ketenaran dan status sosial. 

Jun U-Kiss yang berperan sebagai Kwon Ryoc, center grup SHAX, pas nih aktingnya, meskipun belum terlalu istimewa. Kurasa masalah jam terbang dan kesempatan project aja. 

Saya pernah lihat Jun jadi petugas damkar cakep di Please Don’t Date Him, sebuah drakor romcom yang tak bisa saya selesaikan. ^_^

Adapun Jung Ji So cukup berhasil membawakan sosok Maha, center grup Tea Party, yang selalu bersemangat dan siap bekerja keras. Ji So pertama kali saya lihat di Parasite. Di film itu, dia putri keluarga Park yang kaya raya. 

Pemain lain, mungkin karena rata-rata bukan aktor yang kuat, ya jadi terasa so so aja gitu. 

Misalnya, Park Ji-yeon, anggota girlband T-ara yang jadi solois La Ri-ma yang intimidatif terasa membosankan. Gesturenya sebagai ‘mean girl’ tuh terasa standar banget, dan gak terlalu keliatan diva sesuai cerita. Bossy ama ketus aja, tapi ga ada karisma diva nya.    

Begitu juga dengan Yunho ATEZZ yang berperan sebagai Lee Yujin. Mungkin karena ini debutnya di drama, aktingnya masih terasa flat aja. Pun dia main karakter aman juga sih, sebagai sahabat Ma ha yang diam-diam naksir. 

Tapi, hm… Emang enggak langsung bikin benci trus langsung drop gitu lah. 

Aku sendiri malah suka nontonin aksi para manajer. Akting paling natural, ya manajernya SHAX.

Di negaranya sendiri, rating drakor Imitation ini mencetak rekor. Bukan yang terbaik, tapi yang terendah. Ratingnya bahkan enggak sampai 1 persen meski tayang di tv publik.  Pernah mencapai 0.4 persen saja. Parah ya. 

Padahal yang main, rata-rata idol yang punya basis penggemar seperti SF9, ATEZZ, hingga U-Kiss dan Boys Republic. 

Memang sih, rating enggak bisa jadi patokan. Be Melodramatic yang menurutku keren aja, ratingnya juga pernah cuma 1 persen-an. Gitu lah. Don’t judge a Korean drama from its rating.  

Stream it or Skip it? 

Cerita bisa dinikmati, tapi mungkin bukan pilihan penonton drama Korea dengan jam terbang tinggi yang fokus pada kisah dan akting. 

Cukup ringan, sih. Episode juga enggak banyak. 

Aku sendiri, meski terganggu di episode 1, masih bisa tahan sampai episode 7 dan sepertinya masih oke lah buat lanjut meskipun enggak nungguin pas hari tayang.

Di waktu yang bersamaan, aku juga nonton So I Married an Anti-Fan. Jika boleh dibandingkan untuk memberi gambaran, drama Korea Imitation lebih kaya konflik dan lebih bikin penasaran. 

(Foto: Hancinema.net)

dwisep

Republikasi artikel ini, klik tombol di bawah

Creative Commons License

1. Silakan lakukan republikasi namun tidak boleh mengedit artikel ini, cantumkan nama penulis, dan sebut bahwa artikel ini sumbernya dari konde.co, tautkan URL dari artikel asli di kata “konde.co”. Anda bebas menerbitkan ulang artikel ini baik online maupun cetak di bawah lisensi Creative Commons.

2. Artikel kami juga tidak boleh dijual secara terpisah atau menyebarkannya ke pihak lain demi mendapatkan keuntungan material.

Let's share!