‘No Bra Day’ 13 Oktober: Sikap Politik Perempuan dan Kesadaran Atas Kanker Payudara

Setiap tanggal 13 Oktober, dunia memperingati ‘No Bra Day’ sebagai hari mendorong kesadaran atas kanker payudara, dan sebagai bagian dari sikap politik perempuan.

Seluruh dunia memperingati tanggal 13 Oktober sebagai Hari Tanpa Bra atau No Bra Day. Tidak ada acuan yang menuliskan bagaimana sebenarnya peringatan hari tanpa bra ini diresmikan. 

Namun, sejarah perayaan No Bra Day ini pertama kali di kampanyekan oleh Breast Reconstruction Awareness (BRA) Day di Toronto, Kanada pada 19 juli dan 19 Oktober 2011 lalu.

Pada tanggal 13 Oktober gerakan atau kampanye ini dilakukan sebagai perjuangan politik perempuan. 

Selain itu peringatan ini juga dilakukan untuk memberikan support kepada perempuan yang sedang berjuang melawan kanker payudara atau mastektomi, sekaligus mengingatkan para perempuan di seluruh dunia agar lebih aware untuk menjaga kesehatan payudara dan juga mengkampanyekan agar perempuan lebih giat dalam mendeteksi kanker payudara sejak dini.

Pada sejak awal di peringati hari tanpa bra ini memang memainkan mitos bahwa mengenakan bra berkontribusi dapat menyebabkan kanker payudara, tetapi beberapa pakar kesehatan menyebutkan bahwa sebenarnya tidak ada korelasi antara pemakaian bra dengan kanker payudara, walau ada anjuran ketika mau tidur, alangkah baiknya kita melepas bra, manfaatnya adalah untuk memperlancar sirkulasi darah dan memberi kesempatan payudara untuk bernafas.

Hingga saat ini masih banyak yang beranggapan bahwa No Bra Day adalah hari peringatan untuk perempuan bebas pergi tanpa menggunakan bra. Padahal kenyataannya adalah untuk mengkampanyekan sikap politik tubuh perempuan perempuan juga agar perempuan menjaga kesehatan payudara.

Pada story Instagram saya misalnya, ketika saya membuat sebuah postingan dengan caption “Happy No Bra Day, untuk seluruh perempuan hebat di seluruh dunia” alih-alih memberikan support untuk semua perempuan, salah satu pengikut Instagram malah membalas “kesempatan cowo-cowo minta pap.” Komentar ini justru merendahkan perjuangan perempuan.

Dari balasan followers tersebut juga terlihat bahwa sampai detik ini perempuan masih dijadikan objek seksual dan tidak diberikan ruang aman di manapun dia berada bahkan di media sosial sekalipun.

Beberapa stereotype yang tersemat pada perempuan yang tidak menggunakan bra juga kerap menghantui, seperti mitos bahwa tak menggunakan bra akan menyebabkan payudara kendur, atau citra buruk yang akan didapat perempuan tersebut, jika ia tak mengenakan bra saat berada di tempat umum.

Konde.co menuliskan bahwa tubuh perempuan selama ini memang banyak dijadikan alat politik, banyaknya aturan atau kebijakan yang mengatur ketubuhan perempuan juga menyebabkan perempuan tak lagi memiliki kuasa penuh atas tubuhnya sendiri. Sejauh ini, belum ada penelitian yang mendapati mitos payudara kendur, jika tidak mengenakan bra. 

Padahal di zaman dulu, perempuan yang telanjang dada di Indonesia tidak dipandang aneh. Sampai hari ini di beberapa daerah, perempuan yang tak mengenakan bra dianggap wajar, karena tradisi dan budaya yang melekat. 

Dalam beberapa arca, representasi perempuan juga digambarkan sebagai seseorang yang tak mengenakan bra, bertelanjang dada, hanya mengenakan jarik atau rok sebagai penutup bagian bawah. Di Jawa, perempuan hanya mengenakan kemben, atau kain yang dililitkan pada dada.

Bra, baru-baru dikenal masyarakat indonesia pada jaman penjajahan belanda, dalam beberapa cerita yang beredar melalui karya sastra tulis maupun lisan, digambarkan bahwa perempuan nusantara jarang mengenakan bra, dan hal itu tak mengundang birahi laki-laki sama sekali. Namun tidak dengan laki-laki belanda. 

Sejak saat pertama kali bra diciptakan, ia telah menjadi bagian dari kebutuhan perempuan dan bergeser menjadi simbol moralitas seorang perempuan. Dewasa ini, perempuan yang enggan menggunakan bra akan dianggap “Liar” atau  “pamer bentuk payudara”.

Happy No Bra Day untuk seluruh perempuan hebat di dunia, mari menjaga Kesehatan payudara untuk mencegah kanker payudara

Rispa Widiawati

Mahasiswi jurusan jurnalistik di sebuah perguruan tinggi di Indonesia.
Republikasi artikel ini, klik tombol di bawah

Creative Commons License

1. Silakan lakukan republikasi namun tidak boleh mengedit artikel ini, cantumkan nama penulis, dan sebut bahwa artikel ini sumbernya dari konde.co, tautkan URL dari artikel asli di kata “konde.co”. Anda bebas menerbitkan ulang artikel ini baik online maupun cetak di bawah lisensi Creative Commons.

2. Artikel kami juga tidak boleh dijual secara terpisah atau menyebarkannya ke pihak lain demi mendapatkan keuntungan material.

Let's share!