24 Tahun Komnas Perempuan: Pelaporan Kekerasan Perempuan Meningkat, Namun Juga Tumbuh Solidaritas

Dalam usianya yang ke-24 tahun, jumlah laporan kekerasan perempuan yang diterima Komnas Perempuan naik 3 kali lipat. Namun dalam tantangan dan persoalan ini, solidaritas masyarakat tumbuh semakin kuat

Komnas Perempuan berulangtahun yang ke-24 pada 28 Oktober 2022 lalu. Ketua Komnas Perempuan, Andy Yentriyani menyatakan, di usia Komnas Perempuan yang ke- 24 tahun, Komnas telah melalui berbagai perjalanan.

Hal ini dipaparkan Andy Yetriyani dalam acara ulangtahun Komnas Perempuan, pada 27 Oktober 2022 yang dihadiri Konde.co di Jakarta

“Putri sulung reformasi yang dilahirkan dari desakan gerakan perempuan ini, dari generasi ke generasi kepemimpinan, terus berjuang untuk tumbuh menjadi sebuah lembaga nasional hak asasi manusia yang independen, akuntabel dan untuk dapat menghadirkan bangunan pengetahuan, alat kerja, dan ruang-ruang kerja bersama untuk menguatkan pijakan dan membangun terobosan-terobosan guna menghapus segala bentuk kekerasan berbasis gender terhadap perempuan dan memajukan hak-hak perempuan.”

Komnas Perempuan berdiri pada 1998 lalu karena banyaknya kekerasan seksual yang menimpa para perempuan Tionghoa yang tak tuntas kasusnya hingga sekarang. Komnas Perempuan adalah lembaga negara yang independen yang berdiri untuk penegakan hak asasi manusia perempuan Indonesia. Komnas Perempuan dibentuk melalui Keputusan Presiden No. 181 Tahun 1998, pada tanggal 9 Oktober 1998, yang diperkuat dengan Peraturan Presiden No. 65 Tahun 2005.

Komnas Perempuan lahir dari tuntutan masyarakat sipil, terutama kaum perempuan, kepada pemerintah untuk mewujudkan tanggung jawab negara dalam menanggapi dan menangani persoalan kekerasan terhadap perempuan. Tuntutan tersebut berakar pada tragedi kekerasan seksual yang terutama dialami oleh perempuan etnis Tionghoa dalam kerusuhan Mei 1998 di berbagai kota besar di Indonesia.

Komnas Perempuan tumbuh menjadi salah satu Lembaga Nasional Hak Asasi Manusia (LNHAM), sesuai dengan kriteria-kriteria umum yang dikembangkan dalam The Paris Principles. Kiprah aktif Komnas Perempuan menjadikan lembaga ini contoh berbagai pihak dalam mengembangkan dan meneguhkan mekanisme HAM untuk pemajuan upaya penghapusan kekerasan terhadap perempuan baik di tingkat lokal, nasional, kawasan, maupun internasional

Di ulangtahunnya yang ke-24 tahun, Andy Yentriyani menyatakan bahwa ada begitu banyak tantangan yang sudah di depan mata. Salah satunya adalah tuntutan untuk menyikapi laju peningkatan pelaporan kasus kekerasan terhadap perempuan.

Dalam dua tahun terakhir, pelaporan kasus yang masuk ke Komnas Perempuan meningkat secara signifikan, yang jumlahnya bertambah hampir tiga kali lipat dalam dua tahun saja.

Tahun 2021 saja, Komnas Perempuan menerima 4322 kasus, dan tahun berjalan kita mengantisipasi laporan mencapai 5000 kasus. Hal serupa juga dialami oleh banyak lembaga pengada layanan.

“Di satu sisi tentunya kita perlu melihat ini sebagai kemajuan dari pengetahuan dan keberanian korban sehingga mau melaporkan kasusnya. Namun, laju lonjakan laporan kasus tanpa ditopang dengan sumber daya yang cukup membuat kita semua perlu bergegas memperbaiki infrastruktur layanan secara sistemik, melalui kerjasama sinergis pemerintah dan masyarakat, agar korban dapat memperoleh dukungan-dukungan yang dibutuhkannya,” kata Andy Yentriyani

Hal lain yaitu, berbagai perkembangan kondisi umum yang dapat meningkatkan kerentanan perempuan pada kekerasan dan diskriminasi berbasis gender, seperti kondisi pasca pandemi covid-19, eksploitasi sumber daya alam dan program pembangunan infrastruktur berskala besar tanpa proses konsultasi publik yang memadai, perkembangan teknologi informasi dan komunikasi, serta dinamika politik di tingkat lokal, nasional dan global.

Apalagi, saat ini Indonesia akan memasuki tahuntahun politik, risiko resesi dunia dan proses pengentalan identitas ultranasionalis dan primordialisme.

Di tengah tantangan tersebut, Komnas Perempuan juga diamanatkan untuk turut memastikan penyelenggaraan sejumlah peraturan perundang-undangan, termasuk juga, UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UUTPKS) yang baru disahkan pada awal tahun 2022 dan perjuangan untuk RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (PRT) dan RUU Perlindungan Masyarakat Adat yang tersendat.

“Kemarin dan sejak UU ini disahkan, Komnas Perempuan telah melakukan konsultasi dengan berbagai pihak dalam menyusun langkah-langkah maupun masukan dalam memastikan pelaksanaan UU TPKS dan kemanfaatannya dapat dinikmati oleh korban kekerasan seksual, khususnya perempuan korban serta mendorong upaya pencegahan yang lebih efektif. Ada juga saat dimana kita kehilangan kata pada advokasi yang seolah tertawan, seperti RUU Pelindungan Pekerja Rumah Tangga yang tertatih berproses hampir dua dekade lamanya, atau RUU Pelindungan Masyarakat Adat yang telah mendekati 1 dekade, ataupun dalam memastikan layanan untuk pelindungan dan pemulihan korban tersedia dan terjangkau di semua daerah. Ataupun dalam upaya mencegah dan menangani kebijakan-kebijakan diskriminatif atas nama agama dan moralitas yang justru mengukuhkan budaya menyalahkan perempuan korban, khususnya korban kekerasan seksual. Bahkan mungkin ada saat kita merasa lejar karena bertubinya tantangan dan hambatan.”

Namun, dari hambatan ini, perjalanan 24 tahun mengajarkan tentang bagaimana berbagi pikiran, daya dan kerja bersama, menemukan celah-celah menuju jalan keluar dari tantangan-tantangan itu. Lalu diajarkan bahwa ketekunan dan mencoba menggunakan daya kreativitas memungkinkan kita membangun celah-celah jalan keluar itu.

Andy menyatakan bahwa perjuangan ini adalah sebuah perayaan bagi kehidupan karena disinilah solidaritas dan persaudaraan juga akan bertumbuh.

“Kita belajar bahwa perjuangan ini sendiri adalah sebuah perayaan pada kehidupan, sebuah perjalanan yang dapat kita lakoni dengan riang karena solidaritas dan persaudaraan yang hadir bersama dengan kesulitan-kesulitan yang kita hadapi bersama. Kita juga terus diteguhkan bahwa dalam perjalanan ini, kita tidak sendiri karena apa yang diperjuangkan merupakan aspirasi bersama yang terus bergema dan selalu akan ada yang menyambut untuk turut dalam barisan juang. Karenanya, kita jelang bersama seperempat abad Komnas Perempuan dengan sukacita dan komitmen untuk bekerja bersama dengan lebih erat lagi mewujudkan mimpi tentang peradaban kemanusiaan yang bebas dari kekerasan dan diskriminasi atas dasar apa pun, tak terkecuali bagi perempuan yang majemuk identitasnya itu. Semoga kebaikan semesta, Sang Maha Pengasih dan Maha Penyayang, terus menemani dan menguatkan perjuangan kita ini.”

Tim Konde.co

Konde.co lahir pada 8 Maret 2016 untuk mengelola ruang publik dari sudut pandang perempuan dan minoritas sebagai bagian dari kesadaran dan daya kritis, menghadirkan penerbitan artikel di website, produksi video/ film, dan informasi/ pengetahuan publik.Kini dikelola oleh individu-individu yang mempunyai kesamaan dalam memandang perempuan dan minoritas.
Republikasi artikel ini, klik tombol di bawah

Creative Commons License

1. Silakan lakukan republikasi namun tidak boleh mengedit artikel ini, cantumkan nama penulis, dan sebut bahwa artikel ini sumbernya dari konde.co, tautkan URL dari artikel asli di kata “konde.co”. Anda bebas menerbitkan ulang artikel ini baik online maupun cetak di bawah lisensi Creative Commons.

2. Artikel kami juga tidak boleh dijual secara terpisah atau menyebarkannya ke pihak lain demi mendapatkan keuntungan material.

Let's share!