Edisi Khusus Feminisme: Feminisme Liberal Perjuangkan Persamaan Hak Perempuan

Feminisme liberal lahir dengan gagasan utama soal kebebasan individu, demokrasi, kesempatan yang sama, dan hak yang sama bagi perempuan

Konde.co menyajikan Edisi Khusus Feminisme yang bisa kamu baca setiap Senin, selama bulan November 2022 sampai Januari 2023. Edisi khusus ini berisi teori sekaligus perjuangan feminisme. Edisi ini merupakan bagian dari Peringatan Hari Anti Kekerasan Terhadap Perempuan 2022

Feminisme liberal muncul pada abad ke-17 dan ke-18. Masa tersebut merupakan periode terjadinya perubahan sosial besar-besaran di negara-negara barat, Seperti revolusi Perancis dan Amerika, transisi dari masyarakat feodal ke masyarakat industri, peralihan dari negara monarki ke negara demokratis berdasarkan aturan hukum, perkembangan kapitalisme, dll.

Selain itu pada masa tersebut kemudian juga muncul gerakan-gerakan sosial besar, seperti gerakan buruh, abolisionis, dan feminis menyikapi perubahan perkembangan yang ada di masa itu.

Feminisme liberal merupakan aliran feminisme yang berpijak pada gagasan liberalisme. Liberalisme adalah filsafat politik yang muncul pada abad ke-17 dan ke-18 bersamaan dengan munculnya modernitas dan kebangkitan kapitalisme. Pada dasarnya ia adalah doktrin yang mendorong perkembangan kebebasan, khususnya di bidang politik dan ekonomi.

Gagasan utama liberalisme termasuk kebebasan individu, demokrasi, kesempatan yang sama, dan hak yang sama.

Aliran pemikiran ini juga meyakini bahwa negara yang adil menjamin kebebasan bagi setiap individu. Mereka juga menempatkan kapasitas nalar manusia sebagai prioritas yang didefinisikan dalam aspek moral dan prudensial. Aspek moral berkaitan dengan kapasitas untuk mengambil keputusan secara otonom, sedangkan aspek prudensial berhubungan dengan penggunaan akal untuk mendapatkan apa yang diinginkan.

Kaum liberal beranggapan bahwa hak harus diberikan sebagai prioritas di atas kebaikan. Dengan kata lain, setiap individu diberikan kebebasan untuk memilih yang terbaik bagi dirinya selama tidak merampas hak orang lain.

Feminisme liberal dengan demikian lahir di negara-negara barat yang dipelopori oleh perempuan-perempuan terpelajar dengan ide-ide liberal.

Feminis liberal ingin menerapkan filosofi liberalisme pada kesetaraan gender, para feminis juga melihat bahwa penindasan perempuan terletak pada kurangnya hak politik dan sipil, ini terlihat dari minimnya perempuan dilibatkan dalam perjuangan sipil politik. 

Oleh karena itu, hal ini dapat dilawan dengan reformasi yang bertujuan untuk menciptakan kesempatan yang sama bagi perempuan dan laki-laki.

Dengan demikian, ‘pembebasan’ perempuan akan dicapai dengan mengakhiri praktik-praktik diskriminatif, dan dengan mendorong persamaan hak perempuan.

Tiga Prinsip Feminisme Liberal 

Secara ringkas terdapat tiga prinsip feminisme liberal yang mendasari konsep dan perjuangannya. Ketiga prinsip tersebut adalah individualisme, reformasi hukum dan politik dan pragmatisme. 

1.Individualisme

Feminisme liberal berfokus pada kebebasan dan otonomi individu. Feminis liberal menghendaki adanya pengakuan hak-hak individu perempuan melalui undang-undang yang melindungi pribadi dan hak milik pribadi laki-laki dan perempuan secara setara. 

Namun sebagaimana ditegaskan oleh Susan Wendell, komitmen terhadap nilai individu dan pengembangan diri mereka, atau bahkan pada prioritas etis individu di atas kelompok, tidak mengikat seseorang pada narsisme atau egoisme atau pada keyakinan bahwa karakteristik terpenting yang dimiliki seseorang entah bagaimana tidak bergantung pada hubungannya dengan orang lain.

Menurut Wendell, feminisme liberal berkomitmen untuk mempromosikan pengakuan perempuan atas nilai mereka sendiri sebagai individu dan pengakuan publik dan pribadi atas nilai itu oleh orang lain. Wendell berargumen bahwa hal ini tidak berarti bahwa feminisme liberal mendorong perempuan untuk menjadi egois, untuk mencari kepentingan mereka sendiri tanpa memperhatikan kesejahteraan orang lain.

2.Reformasi hukum dan politik

Feminis liberal cenderung berfokus pada penggunaan sistem kekuasaan yang ada, seperti pengadilan dan pemerintah yang harus direformasi untuk memperjuangkan hak dan memperbaiki kehidupan perempuan. 

Pada dasarnya feminis liberal cenderung mengandalkan negara untuk mencapai kesetaraan, artinya negara dipandang sebagai pelindung hak-hak individu. Konsekuensinya, aliran pemikiran ini banyak dianggap sebagai aliran feminisme reformis, bukan aliran revolusioner, karena aliran ini tidak mempertanyakan sistem, tetapi percaya bahwa negara dan kapasitas sistemnya bisa direformasi.

3.Pragmatisme

Feminis liberal cenderung mengambil pendekatan pragmatis untuk reformasi. Mereka mencari perjuangan politik yang tampaknya dapat dimenangkan dan manfaat yang dapat mereka peroleh dalam struktur politik dan ekonomi masyarakat saat ini. 

Perkembangan Gagasan Feminisme Liberal

Feminisme liberal kemudian mengalami perkembangan gagasan. Berikut kami paparkan perkembangan gagasan feminisme liberal dengan mengacu pada buku Feminist Thought karya Rosemarie Tong.

Pada abad ke-18, Mary Wollstonecraft dalam A Vindication of the Rights of Woman berpendapat, jika nalar adalah kapasitas yang membedakan manusia dari binatang, maka jika perempuan bukanlah binatang liar, maka perempuan dan laki-laki sama-sama mempunyai kapasitas yang sama

Maka Untuk itu masyarakat wajib memberikan pendidikan kepada perempuan seperti juga kepada laki-laki karena setiap orang berhak mengembangkan kapasitas nalar dan moralnya. Dengan begitu baik perempuan maupun laki-laki dapat menjadi manusia yang utuh. 

Wollstonecraf juga mendorong perempuan untuk menjadi pembuat keputusan yang otonom yang dapat dicapai melalui pendidikan. Bagi Wollstonecraft, perempuan bukanlah instrumen untuk kebahagiaan atau kesempurnaan orang lain, sebaliknya perempuan adalah agen rasional yang mempunyai kemampuan untuk menentukan nasibnya sendiri. 

Selanjutnya di abad ke-19, John Stuart Mill dan Harriet Taylor berpendapat bahwa kesetaraan seksual dapat terwujud jika masyarakat bukan hanya memberikan pendidikan yang sama bagi perempuan dan laki-laki, tetapi juga hak politik dan kesempatan ekonomi yang sama pada perempuan.

Dalam Enfranchisement of Women, Taylor berargumen bahwa tugas perempuan dan juga tugas laki-laki adalah untuk “mendukung” kehidupan. 

Menurutnya, perempuan seharusnya tidak hanya mencari kesempatan untuk bersekolah dan memberikan suara dalam Pemilu, tetapi mereka juga harus mencari kesempatan untuk menjadi partner laki-laki. Agar perempuan bisa menjadi partner dan bukan budak dari suaminya, penting bagi perempuan untuk bekerja dan mempunyai penghasilan dari pekerjaannya di luar rumah. 

Taylor juga berpendapat, bahwa seorang perempuan harus memilih antara fungsi sebagai istri atau ibu dan bekerja di luar rumah, namun ia juga percaya setiap perempuan mempunyai pilihan ketiga untuk menambahkan karier atau pekerjaan ke dalam peran dan tugas domestiknya.

Sama seperti Wollstonecraft, Taylor menulis, bahwa bukan mengenai seluruh perempuan, melainkan tentang kelas tertentu dari perempuan yang memiliki privilese untuk bekerja di luar rumah. Meski demikian tulisan Taylor memberi jalan bagi perempuan miskin juga perempuan kaya untuk memasuki ranah publik. 

Sementara itu John Stuart Mill dalam The Subjection of Women menentang asumsi atas superioritas intelektual laki-laki. Menurutnya perbedaan pencapaian intelektual antara laki-laki dan perempuan merupakan hasil dari pendidikan yang lebih lengkap yang diterima laki-laki dan posisi laki-laki yang lebih diuntungkan. Meski Mill memberikan penilaian yang tinggi terhadap kemampuan intelektual perempuan, tetapi berbeda dengan Taylor, Mill mengasumsikan bahwa kebanyakan perempuan akan tetap memilih keluarga daripada karier, bahkan dalam situasi ideal sekalipun.  

Baik John Stuart Mill maupun Harriet Taylor meyakini bahwa perempuan harus memiliki hak pilih agar setara dengan laki-laki. Dengan mempunyai hak pilih, maka perempuan dapat mengekspresikan pandangan politiknya sekaligus dapat mengubah sistem, struktur, dan perilaku yang menindas.   

Di abad ke-20, feminis Betty Friedan dalam The Feminine Mystique kemudian juga menyoroti kehidupan perempuan yang sudah menikah, kelas menengah, berpendidikan, berkulit putih dan tinggal di suburban Amerika. Ia melihat meskipun mereka hidup berkecukupan dan bahagia, tetapi mengalami kekosongan dalam hidupnya. Para perempuan ini menghadapi permasalahan yang mereka sendiri tidak dapat mengidentifikasinya. Friedan menyebutnya sebagai permasalahan tanpa nama (a problem that has no name). 

Ia juga mempertanyakan peran tradisional perempuan yang harus mereka jalankan. Seperti pendahulunya, Friedan berpendapat bahwa cara berpikir yang menempatkan seorang perempuan sebagai seorang istri dan ibu yang tidak mempunyai waktu untuk berkarier adalah membatasi perkembangannya sebagai manusia yang utuh. Menurutnya perempuan perlu mendapatkan pekerjaan yang bermakna di sektor publik secara penuh waktu. 

Gagasan Friedan ini kemudian mendapatkan kritik karena dianggap tidak cukup hanya menyuruh perempuan untuk ke luar rumah dan bekerja di ranah publik tanpa mendorong laki-laki untuk masuk ke ranah domestik. Diperlukan perubahan struktural yang mendasar baik di dalam maupun di luar rumah.

Dalam The Second Stage, Friedan kemudian mengoreksi gagasannya dan menyadari sulitnya mengombinasikan perkawinan, karier dan peran sebagai ibu. Ia berargumen bahwa perempuan bersama dengan laki-laki dapat mengembangkan nilai sosial, gaya kepemimpinan dan struktur institusional yang memungkinkan laki-laki dan perempuan bisa mencapai pemenuhan diri baik di ranah publik maupun privat. 

Bila dalam The Feminine Mystique Friedan menganjurkan perempuan untuk menjadi seperti laki-laki guna mencapai kesetaraan, dalam The Second Stage ia merekomendasikan perempuan untuk menjadi perempuan. Lebih jauh Friedan mendorong laki-laki dan perempuan untuk mengembangkan sifat androgini dengan mengombinasikan karakter feminin dan maskulin di dalam diri mereka. 

Allison Jaggar dalam Feminist Politics and Human Nature kemudian menggambarkan feminisme liberal sebagai teori dan karya yang lebih berkonsentrasi pada isu seperti kesetaraan di tempat kerja, dalam pendidikan, dan dalam hak-hak politik. Feminisme liberal juga berfokus pada bagaimana kehidupan pribadi menghambat atau meningkatkan kesetaraan publik.

Secara ringkas, feminis liberal berkeinginan untuk membebaskan perempuan dari peran gender yang menindas yang digunakan sebagai pembenaran untuk menempatkan perempuan di posisi rendah atau bahkan tidak memberikan tempat sama sekali.

Dalam pandangan feminis liberal kesetaraan bagi perempuan diperjuangkan terutama melalui pendekatan legalitas. Perjuangan atas hak-hak perempuan di bidang politik, pendidikan, ketenagakerjaan, dll ditempuh melalui jalur hukum dengan mereformasi sistem yang ada.

Sementara agar perempuan teremansipasi dan terbebaskan dari kungkungan sosial, feminis liberal menganjurkan masyarakat untuk mempraktikkan androgini di dalam diri perempuan dan laki-laki. 

Dalam perkembangannya feminisme liberal tidak terlepas dari kritik. Diantaranya adalah kurangnya analisis kelas atau ras dalam pandangan-pandangannya, kurangnya analisis atas cara-cara dimana perempuan berbeda dengan laki-laki. Feminisme liberal juga dikritik karena menempatkan kesuksesan perempuan dalam kacamata laki-laki.

Pandangan ini terlepas dari para feminis liberal yang telah berhasil memperjuangkan hak-hak perempuan dalam politik, pendidikan, ketenagakerjaan, dll

Anita Dhewy

Redaktur Khusus Konde.co dan lulusan Pascasarjana Kajian Gender Universitas Indonesia (UI). Sebelumnya pernah menjadi pemimpin redaksi Jurnal Perempuan, menjadi jurnalis radio di Kantor Berita Radio (KBR) dan Pas FM, dan menjadi peneliti lepas untuk isu-isu perempuan
Republikasi artikel ini, klik tombol di bawah

Creative Commons License

1. Silakan lakukan republikasi namun tidak boleh mengedit artikel ini, cantumkan nama penulis, dan sebut bahwa artikel ini sumbernya dari konde.co, tautkan URL dari artikel asli di kata “konde.co”. Anda bebas menerbitkan ulang artikel ini baik online maupun cetak di bawah lisensi Creative Commons.

2. Artikel kami juga tidak boleh dijual secara terpisah atau menyebarkannya ke pihak lain demi mendapatkan keuntungan material.

Let's share!