Ini Ceritaku: Sejak SD Saya Bekerja Sebagai PRT, Jadi Korban Pelecehan Seksual dan Tak Pernah Dapat Libur

Bekerja menjadi PRT sejak usia anak, Rini mengalami banyak pengalaman yang tak menyenangkan. Mulai dari tidak boleh libur, dilecehkan hingga dipecat.

Saya bekerja menjadi Pekerja Rumah Tangga/ PRT sejak kelas 2 SD, dan selama itu saya berpindah kerja di banyak majikan. 

Tetapi selalu saja saya mengalami hal yang sama, yakni tidak boleh libur dan sering dimarahi majikan. Saya berpikir kapan kondisi ini akan berakhir?

Saya bekerja dari kecil kelas 2 SD. Untuk membantu meringankan beban orang tua saya bekerja menjadi pekerja rumah tangga (PRT). Upah saya saat itu Rp 25.000 sebulan. Tugas saya waktu itu adalah mencuci baju, tetapi saya harus bekerja pukul 02:00 dinihari. Pasalnya, pada pukul 06:00 pagi kami sudah  harus pergi bekerja di perkebunan tembakau di, Sumatera Utara.

Dengan upah ini saya berhasil menamatkan pendidikan saya di bangku sekolah dasar atau SD, tetapi saya tidak bisa melanjutkan ke bangku SMP karena ketiadaan biaya. 

Saya selanjutnya bekerja menjadi PRT penuh waktu. Saya tinggal di rumah majikan yang memiliki 3 anak yang masih kecil. Pekerjaan saya adalah mencuci baju, memasak dan setrika baju. Untuk pekerjaan ini saya diupah Rp 25.000.

Pada tahun 1989 atau tak lama setelah bekerja penuh menjadi PRT saya memutuskan keluar karena mata mulai rabun senja lumayan parah. Saya keluar untuk berobat agar saya bisa bekerja lebih optimal. Setelah sembuh saya kembali bekerja di Sumatera Utara

Di sini saya sempat dilecehkan majikan. Saat itu untuk mengepel lantai masih belum menggunakan sorongan tapi menggunakan lap pel atau semacam handuk. Kondisi ini disalahgunakan majikan untuk tujuan tidak baik. Mungkin karena saat itu saya masih sangat muda dan masih polos sehingga tidak menyadari apa yang saya alami. Kejadiannya seperti ini, saat itu majikan laki-laki sedang duduk di kursi hanya mengenakan handuk dengan alasan akan mandi. Dia meminta saya mengepel dekat dan di bawah kursi yang didudukinya. Saat saya mengepel di bawah kursi tempat dia duduk, tiba-tiba saya dipeluk dan  dicium beberapa kali.

Untung saya berhasil meloloskan diri dari pelukan dia sehingga perbuatan yang lebih jauh bisa dicegah. Saya pun segera meninggalkan tempat itu. Tapi ternyata majikan tidak mengurungkan niatnya. 

Saat saya akan mencuci kamar mandi, saat membuka pintu, ternyata majikan sudah berada di depan pintu kamar mandi dan langsung berusaha untuk memeluk saya.

Untuk menghindar, saya injak kaki majikan dengan keras hingga dia kesakitan. Dengan cara itu saya berhasil meloloskan diri dari cengkeraman dia. Keesokan harinya, saya langsung keluar dari pekerjaan, karena saya takut kejadian yang sama terulang kembali.

Saya lalu pindah kerja, masih menjadi PRT dan tidak jauh dari lokasi kerja sebelumnya. Di sini saya kembali mengalami kekerasan. Di sini saya harus kerja tepat waktu dan tetap harus masuk kerja pada hari Minggu dan hari libur. Setiap kali mengajukan libur, upah saya langsung dipotong.

Majikan baru ini juga cukup galak dan sering marah-marah. Hal lain yang menjadi beban untuk saya adalah anjing herdernya. Pernah satu kali saya digigit hingga luka cukup serius. Karena takut rabies, saya minta disuntik anti rabies, tapi majikan malah marah-marah dan menyebut saya telah memeras dirinya. Saya tak terima dan mendebat dirinya, sehingga kami berantem. Lalu saya minta berhenti.

Lalu saya mencari kerja lagi di Glugur Lorong 14. Di sini, total ada tiga PRT yang bekerja. Ada yang menjadi tukang masak dan jaga anak. Saya sendiri bertugas mencuci pakaian dan tidak tinggal di rumah majikan tapi pulang hari karena banyak pekerja yang lain yang bekerja disana

Sedihnya, ketika PRT yang tinggal tidak betah, saya dituduh telah menghasut mereka. Ketika gelang anak majikan hilang, saya juga yang dituduh mencurinya. Sampai saya harus bersumpah-sumpah dan akhirnya kembali memutuskan berhenti kerja karena merasa tidak nyaman jadi PRT dan takut dituduh yang bukan-bukan.

Saya pun pindah kerja lagi. Di sini majikannya juga sering marah-marah. Saya juga tidak diberi libur dan jika libur maka upah saya dipotong.

Dari pengalaman saya bekerja pada 5 majikan yang berbeda, saya menemukan hal yang hampir sama, yakni nggak ada libur, kalau libur dimarahi dan dicaci-maki, dibilang bekerja sesuka hati sendiri. Karena tak tahan dengan apa yang saya alami, saya sempat mengalami kecelakaan sehingga akhirnya dipecat dan dikeluarkan.

 Yang terakhir saya diberhentikan karena pandemic Covid-19. Padahal saat itu menjelang Lebaran, jadi saya diberhentikan tanpa pesangon apalagi tunjangan hari raya (THR) walaupun sudah 4 tahun bekerja di sana.

Memutuskan untuk Jadi Pemulung

Akhirnya saya memutuskan untuk menjadi pemulung. Setiap hari saya mencari barang bekas di perumahan-perumahan selama sekitar satu tahun sebelum akhirnya bertemu dengan majikan saya yang sekarang. Di majikan saya yang ini agak lumayan. Di mana jam kerja disepakati mulai jam 8 pagi  sampai jam 5 sore 

Tapi ketika saya meminta libur dan tidak masuk kerja, saya dimarahi. Bahkan ketika saya sakit saya harus tetap bekerja. Jika tidak masuk kerja saya dimarahi. Saya disebut sebagai orang miskin yang tak tahu diri dan nggak tanggung jawab.  

“Dikasih hati injak-injak kepala dan dibilang tidak tahu terima kasih,” itu yang dibilang majikan.

Dari pengalaman ini saya jadi berpikir, kapan orang-orang seperti saya yang bekerja sebagai PRT diperlakukan sebagai pekerja. Saya ingin menunjukkan kalau PRT juga pekerja, bukan budak yang bisa diperlakukan semena-mena.

Saya berharap, pemerintahan dan DPR tidak lagi menggantung pembahasan RUU Perlindungan PRT dan segera disahkan untuk memberikan payung hukum buat rakyat kecil seperti kami yang selama ini seolah tidak memiliki perlindungan.

KEDIP atau Konde Literasi Digital Perempuan”, adalah program untuk mengajak perempuan dan kelompok minoritas menuangkan gagasan melalui pendidikan literasi digital dan tulisanTulisan para Pekerja Rumah Tangga (PRT) merupakan kerjasama Konde yang mendapat dukungan dari Jaringan Nasional Advokasi Pekerja Rumah Tangga (JALA PRT).

Rini

Aktif di SPRT Sumut
Republikasi artikel ini, klik tombol di bawah

Creative Commons License

1. Silakan lakukan republikasi namun tidak boleh mengedit artikel ini, cantumkan nama penulis, dan sebut bahwa artikel ini sumbernya dari konde.co, tautkan URL dari artikel asli di kata “konde.co”. Anda bebas menerbitkan ulang artikel ini baik online maupun cetak di bawah lisensi Creative Commons.

2. Artikel kami juga tidak boleh dijual secara terpisah atau menyebarkannya ke pihak lain demi mendapatkan keuntungan material.

Let's share!