Sering Cemas Kalau Baca Medsos? Saatnya Detoks Medsos Biar Bikin Mentalmu Sehat

Salah satu teman cerita tentang puasa Medsos. Kalau dalam seminggu ada 2 hari libur tanpa pakai media sosial, kamu akan sehat secara mental. Coba saja!

Media sosial itu bisa jadi candu. Kamu bisa kebablasan scrolling berjam-jam dan lupa kalau kamu seharusnya mengerjakan pekerjaan penting seperti belajar atau kerja. 

Kamu juga bisa gatal dan harus lihat Medsos tiap waktu, supaya gak ketinggalan isu yang lagi ramai dan diperbincangkan. Bisa juga karena asyik main medsos, kamu jadi sering begadang sampai pagi dan ambyar konsentrasi.  

Satu sisi, Medsos juga bisa jadi pemicu untuk munculnya overthinking dan rasa cemas. Bisa karena terlalu banyak (too much) konten flexing (pamer), prank-prank gaje (gak jelas), penuh ujaran kebencian dan bully, serta hal-hal lain yang lama kelamaan bikin capek juga. 

Ya, saya pernah ada di titik itu. Saat sosmed terasa begitu memuakkan. Rasanya jenuh dan lelah sekali. Terlebih mental dan emosi. 

Saya tiba-tiba bisa nangis sendiri karena sedih atau sangat marah, ketika ke-trigger konten-konten di medsos. Bisa juga ada perasaan insecure atau stres dan tertekan, jika melihat betapa “realita semu” yang ditampilkan sosmed bisa menggerogoti kepercayaan dan penerimaan diri. 

Barangkali apa yang saya sempat rasakan, juga pernah dialami oleh para pengguna sosmed lainnya. Menurut data Hootsuite tahun 2021, setidaknya ada 170 juta atau setara 61,8% jumlah populasi masyarakat Indonesia. Tiga platform yang paling banyak digunakan adalah Youtube, Whatsapp, dan Instagram. 

Satupersen pernah menuliskan, kenapa banyak orang yang candu sama Medsos itu karena memang sosmed bisa menimbulkan efek senang. Medsos meningkatkan dopamin pada otak—cairan yang terdapat di otak yang membantu dalam mengontrol emosi senang. Dopamin akan memberikan sinyal pada otak untuk melakukannya lagi dan lagi.

Tapi namanya juga candu, kalau kebanyakan dan berlebih tentunya sudah tidak sehat. Efeknya pun bisa berkepanjangan, fisik dan mental.  

Tak kurang dari setahun lalu, setelah mencari-cari referensi tentang apa yang saya alami, akhirnya saya memutuskan untuk pelan-pelan melakukan detoks medsos. Yaitu upaya membatasi akses ke berbagai situs atau aplikasi jejaring sosial baik untuk sementara atau permanen. Sederhana sebetulnya!

Salah satu inspirasiku adalah Marissa, Great Mind, yang telah konsisten dalam melakukan puasa medsos. Nyatanya hidupnya baik-baik saja tanpa medsos, bahkan tampak semakin berkualitas karena dia bisa mindfulness dengan aktivitas pekerjaan dan hobinya. 

dr Sepriani Timurtini Limbong dalam Klikdokter menyebutkan, detoks medsos ini memang disarankan para ahli untuk dilakukan. Khususnya bagi mereka yang mulai merasa ketergantungan bahkan kecanduan. Maka, pembatasan penggunaan itu diperlukan. 

Memang belum ada kesepakatan baku berapa lama idealnya detoks medsos ini. Namun, secara umum Ia menyebut waktu yang dianjurkan adalah dalam kurun 30 hari. Sebagai permulaan, detoks bisa dilakukan bertahap selama 7 hari dulu. Kemudian, meningkat lebih lama. Ada yang bisa sampai tahunan lho, detoks medsos ini.

Gimana Cara Detoks Sosmed

Tiap orang bisa jadi punya caranya sendiri untuk membatasi sosmed. Ada yang bertahap mengurangi jam bermain medsos, tapi ada juga yang langsung delete aplikasi sosmed. Saya termasuk yang pertama, sampai akhirnya saya bisa nyaman ke tahap yang kedua. 

Platform Medsos yang paling buat saya ketergantungan adalah Instagram. Karakteristik audio visual yang menarik, memang bikin lupa waktu kalau sudah masuk ke IG. Tahap pertama, saya membatasi waktu-waktu membuka IG hanya pas jam istirahat kerja dan malam hari. Kemudian, saya menerapkan logout akun supaya tidak terganggu notifikasi. Sekitar dua bulan setelahnya, saya sudah nyaman untuk uninstall Instagram di HP. 

Perubahan yang benar-benar terasa adalah di fase ini. Saya tak lagi begitu kepo dengan sosmed IG. Selama berbulan-bulan itu, saya hanya sesekali install kembali jika diperlukan dalam pekerjaan seperti harus memoderatori Live IG. Setelah itu, saya bisa uninstall lagi. 

Bersamaan dengan momen itu, saya juga sudah uninstall platform Facebook, Youtube, dan Tiktok. Untuk yang terakhir, saya hanya sebentar menginstall karena penasaran dan kebutuhan pekerjaan, tapi tak sanggup lama-lama karena terlalu ramai dan ‘berisik’ kontennya. 

Sementara untuk sekadar update isu, saya bisa membuka berbagai platform dari situs web di laptop. Ini sangat mengurangi potensi untuk bermain sosial media aktif. Jadi, menggunakan Medsos sesuai kebutuhan: bagiku mencari isu atau sekadar melihat kabar teman-teman via sosmed.

Satu-satunya Medsos yang masih saya install tapi dengan menonaktifkan notifikasi adalah twitter. Meskipun cap twitter justru adalah yang teramai dan paling bikin pusing, tapi statusku sebagai pengguna pasif—yang gak banyak teman dan pakai akun “semi alter” dengan tidak memakai nama asli. Ini masih dalam kendali saya. 

Di twitter, saya juga follow akun-akun yang minim konflik. Selain juga, saya suka skip twitwar yang bisa berpotensi bikin mood buruk atau kena mental. Sebaliknya, saya gunakan akun twitter sebagai platform informatif dan hiburan dengan konten-konten recehnya—yang lebih realistis. 

Manfaat Yang Dirasakan

Dibandingkan dengan setahun lalu, manfaatnya detoks sosmed ini paling terasa adalah kesehatan mental saya rasakan jauh lebih stabil. Saya sudah tidak berlebihan lagi takut ketinggalan tren atau fear of missing out (FOMO). Sebaliknya, saya menikmati momen ketika tak obsesif dengan apa yang sedang ramai di sosmed. 

Adanya pembatasan intensitas waktu scrolling sosmed, bikin saya punya lebih banyak waktu untuk beraktivitas produktif. Bekerja jadi lebih fokus. Bisa jalanin hobi dengan lebih sadar (mindfulness) dan tentunya fisikku terasa lebih sehat. Saya jadi makin jarang sakit leher, migrain dan sakit mata akibat paparan gadget saat main sosmed.

Hal yang tak kalah penting, detoks medsos juga membantuku secara mental dan psikis untuk mengurangi paparan konten kekerasan dan triggering trauma secara intens. Ini dampaknya cukup besar dalam pengelolaan emosi dan kesehatan mental. 

Tak bisa dipungkiri juga kan, masalah kesehatan mental jadi hal serius. 

Riset terbaru menyebut, 2,45 juta remaja di Indonesia tergolong orang dengan gangguan kesehatan mental. Rasa kecemasan adalah masalah gangguan mental yang paling banyak muncul. Disusul masalah pemusatan perhatian dan/hiperaktivitas, depresi, masalah perilaku, hingga stres pascatrauma.

Tak hanya remaja, riset terbaru dari Institute for Health Metrics and Evaluation University of Washington dalam Theconversation, menyebutkan bahwa dalam 30 tahun terakhir perempuan juga mengalami risiko gangguan kesehatan mental lebih tinggi. 

Dosen dan Peneliti Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga, rentannya perempuan di Indonesia mengalami gangguan mental ini karena beban ganda dalam keluarga dan tempat kerja. Selain dituntut secara sistem sosial untuk mengurus pekerjaan domestik, mereka juga bekerja meningkatkan pendapatan keluarga. Belum lagi, potensi konflik dan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) yang rentan mereka alami. 

Terakhir, detoks sosmed juga cukup signifikan membantuku mendapat tidur yang lebih berkualitas. Saya jadi lebih jarang begadang sampai larut bahkan pagi untuk sekadar scrolling sosmed, paling sesekali pas weekend aja. Itu pun secukupnya. 

Nah itu dia pengalamanku detoks Medsos, kamu mau coba? Sederhana kok!

Nurul Nur Azizah

Bertahun-tahun jadi jurnalis ekonomi-bisnis, kini sedang belajar mengikuti panggilan jiwanya terkait isu perempuan dan minoritas. Penyuka story telling dan dengerin suara hujan-kodok-jangkrik saat overthinking malam-malam.
Republikasi artikel ini, klik tombol di bawah

Creative Commons License

1. Silakan lakukan republikasi namun tidak boleh mengedit artikel ini, cantumkan nama penulis, dan sebut bahwa artikel ini sumbernya dari konde.co, tautkan URL dari artikel asli di kata “konde.co”. Anda bebas menerbitkan ulang artikel ini baik online maupun cetak di bawah lisensi Creative Commons.

2. Artikel kami juga tidak boleh dijual secara terpisah atau menyebarkannya ke pihak lain demi mendapatkan keuntungan material.

Let's share!