Curhat PRT: Saya Minta Kontrak Kerja, Malah Dijawab: Kamu Khan PRT, Bukan Pegawai Kantoran!

Belasan tahun bekerja sebagai PRT, saya dua kali di-PHK saat meminta majikan memberikan kontrak kerja. Mereka bilang, PRT kok pakai kontrak kerja segala, kayak pegawai kantoran saja.

Dalam tulisan ini, saya ingin bercerita tentang pengalaman saya ketika mencoba memperjuangkan agar majikan bersedia membuat surat perjanjian kerja atau kontrak kerja.

Bekerja menjadi pekerja rumah tangga atau PRT itu banyak kisah dan suka duka yang bisa diceritakan. Seperti yang saya alami, saya sudah bekerja menjadi PRT selama kurang lebih 18 tahun. 

Sebut saja nama saya Diyana, dan sudah belasan tahun mengadu nasib di ibu kota, Jakarta. Pernah satu ketika saya diminta menggantikan teman untuk bekerja di rumah majikannya, pasalnya teman saya sudah pegang pekerjaan di tiga tempat. Jadi yang satu ingin dia lepas dan digantikan saya.  Kerjanya satu minggu kali datang dan dibayar Rp 50.000/hari.

Teman saya sudah bilang sebelumnya kalau dia dan saya bergabung dalam Organisasi Pekerja Rumah Tangga Sedap Malam yang menaungi PRT di sekitar Jakarta Selatan. Majikan pun tidak masalah, saya pun bekerja selama satu minggu.

Setelah satu minggu berjalan, saya ditemani teman saya mengajukan diri agar dibuat perjanjian tertulis (kontrak kerja) dengan format yang sudah direkomendasikan oleh Organisasi JALA PRT. Kemudian Majikan pun membacanya, namun respon majikan sangat tidak mengenakan.

Dia bilang, buat apa PRT ada perjanjian kerja, kayak pegawai negeri saja. Intinya majikan tidak mau kalau PRT memiliki kontrak kerja, apalagi di dalamnya berisi hak-hak saya sebagai PRT, seperti hak libur seminggu satu hari, THR dan jaminan sosial. Akhirnya dengan nada emosi majikan tersebut memberhentikan saya.

Selang berapa bulan setelah saya menganggur, saya mendapat panggilan dari mantan majikan tempat saya bekerja sebelum saya menikah. Waktu belum menikah saya bekerja menginap, namun setelah menikah satu tahun saya bekerja part time atau pulang pergi.

Tidak lama setelah itu saya ikut Organisasi PRT atau Operata Sedap Malam. Ketika saya bilang bahwa saya  aktif di sebuah organisasi, kemudian majikan bilang kalau ikut organisasi nanti kamu dimintai uang dan sebagainya. Soalnya, organisasi pasti membutuhkan dana.

Singkat cerita, saya berhenti dari tempat majikan saya tersebut, di sana pun sudah ada pengganti nya, yaitu PRT yang menginap. Beberapa tahun setelah itu PRT yang menginap itu berhenti. Kemudian saya dipanggil kembali untuk bekerja lagi. Saya menyanggupi, tetapi saya minta paruh waktu atau tidak menginap dan majikan pun mengiyakan.

Disepakati, saya bekerja mulai pukul 06:00 sampai pukul 17;00 sore. Saya pun setuju. Keesokan harinya saya berangkat ke rumah majikan, namun setelah sampai di sana majikan bilang kalau dia sekeluarga mau pergi ke Jogja selama berapa hari. Saya pun diminta menginap di rumahnya untuk menjaga rumahnya.

Dari situ saya berpikir, ini sudah di luar perjanjian awal. Karena awalnya dibilang mulai kerja pukul 06:00 pagi sampai jam 5 sore. Berarti saya bekerja di luar jam kerja yang sudah disepakati, yang artinya saya harus lembur.

Setelah berapa hari di sana, saya memberanikan diri untuk mengirim pesan bahwa saya bekerja di luar kesepakatan awal. Jadi saya meminta hak saya yaitu uang lembur. Namun majikan tidak merespon padahal sebelum saya mengirim pesan, dia sudah berapa kali mengirim pesan.

Sekitar 5 hari kalau tidak salah, majikan yang berada di Jogja dan akhirnya pulang. Namun ketika mau pulang, majikan mengirim pesan kalau dia mau melihat kontrak kerjanya. Kemudian saya taruh kontrak kerja sekalian buku saku PRT siapa tau majikan mau membaca juga. Sampai rumah pun majikan hanya diam saja. Mau sarapan atau makan dia buat sendiri.

Saya pun merasa tidak dibutuhkan lagi dan hanya diam di kamar, karena tidak diajak bicara.

Tak lama, majikan panggil saya, majikan laki laki dan perempuan duduk di meja makan, dan mulailah mereka berbicara.

Mereka bilang saya sudah seperti keluarga, saya sudah bekerja lama sekitar 8 tahun. Tidak usahlah pakai kontrak kerja segala, kayak pegawai saja.

Majikan laki laki bilang saya saja yang pegawai kantoran dan teman teman nya tidak memakai kontrak kerja. Masa hanya bekerja sebagai PRT mau pakai kontrak kerja?.

Kemudian dia melanjutkan kalau masih mau bekerja sama kita, ya tidak usah memakai beginian (kontrak kerja). Tapi kalau memaksa mau pakai ya sudah, kita tidak bisa.

Majikan perempuan bilang, kalau di sini ibu mempekerjakan orang misal nggak betah mau keluar ya silahkan.

Akhirnya saya memutuskan berhenti. Walaupun saya sudah bekerja bertahun-tahun tidak menjamin majikan mau memakai kontrak kerja, bagaimana yang baru satu minggu.

Selang berapa bulan saya disuruh bekerja di salah satu keluarga, mereka tinggal di apartemen. Awal bekerja kalau tidak salah tahun 2018, dan alhamdulillah sampai sekarang saya masih bekerja disana. Awal mulai kita melakukan perjanjian tertulis tentang apa saja pekerjaan yang saya harus kerjakan, gaji, jam kerja dan lain sebagainya.

Kemudian disepakati gaji Rp 450.000, kerjanya seminggu datang satu kali. Uang harian Rp 150.000 meliputi; uang makan, uang transportasi, uang lembur (kalau disuruh cuci kamar mandi dan cuci pakaian). Karena di sana memang pakaiannya dicuci di laundry.

Di tempat kerja yang sekarang, alhamdulillah saya sudah mendapatkan hak saya sebagai pekerja. Diantaranya uang lembur, jaminan ketenagakerjaan, jaminan kesehatan pun dibayarkan walau saya sudah mendapatkan Kartu Indonesia Sehat yang Bukan Pembayar Iuran. Akhirnya uang tersebut untuk membayar BPJS mandiri milik suami.

Meski kontrak kerja disebutkan habis 1 tahun, akan tetapi sampai saat ini atau delapan tahun kemudian belum kita perbaharui lagi. Walaupun begitu uang gaji dan harian saya sudah naik dari sebelumnya dan saya tetap mendapatkan hak saya sebagai pekerja.

Itulah pengalaman saya yang berapa kali bekerja kemudian meminta memakai kontrak kerja namun pada akhirnya di PHK.  Alhamdulillah, sekarang saya mendapatkan majikan yang tahu akan hak pekerjanya.

Diyana

PRT Aktif di Operata Sedap Malam
Republikasi artikel ini, klik tombol di bawah

Creative Commons License

1. Silakan lakukan republikasi namun tidak boleh mengedit artikel ini, cantumkan nama penulis, dan sebut bahwa artikel ini sumbernya dari konde.co, tautkan URL dari artikel asli di kata “konde.co”. Anda bebas menerbitkan ulang artikel ini baik online maupun cetak di bawah lisensi Creative Commons.

2. Artikel kami juga tidak boleh dijual secara terpisah atau menyebarkannya ke pihak lain demi mendapatkan keuntungan material.

Let's share!