Bahas Isu LGBT, Jeesica Stern Ditolak Datang ke Indonesia

Jessica Stern, utusan Khusus Amerika Serikat (AS) yang memajukan hak asasi manusia kelompok LGBTQI+, batal berkunjung ke Indonesia karena ditolak sejumlah organisasi Islam di Indonesia

Sebelumnya, sejumlah organisasi Islam menolak kedatangannya karena menilai misinya tidak sejalan dengan norma yang berlaku di Indonesia. Kedubes Amerika Serikat menggarisbawahi perlunya terus melakukan dialog.

Utusan Khusus Amerika Serikat (AS) untuk memajukan hak asasi kelompok lesbian, gay, bisexual, transgender, queer and intersex (LGBTQI+) batal datang ke Indonesia. Hal ini disampaikan Duta Besar AS untuk Indonesia, Sung Kim, melalui siaran persnya Jumat sore (2/12).

“Setelah berdiskusi dengan rekan-rekan kami di pemerintah Indonesia. Kami telah memutuskan untuk membatalkan kunjungan utusan khusus Stern ke Indonesia,” ucapnya seperti dikutip dari laman resmi Kedutaan Besar AS untuk Indonesia.

Dalam pernyataannya, Sung Kim juga menyatakan salah satu alasan hubungan AS dan Indonesia begitu kuat adalah karena sama-sama menjunjung tinggi nilai-nilai seperti demokrasi, HAM, keragaman, dan toleransi. Nilai-nilai tersebut harus berlaku untuk setiap anggota masyarakat, termasuk kelompok LGBTQI+.

“Di setiap negara dialog tentang HAM sangat penting. Dialog bagaimana pun juga merupakan hal yang fundamental bagi demokrasi. Demokrasi yang maju menolak kebencian, intoleransi, kekerasan terhadap kelompok mana pun, dan mendorong dialog yang mencerminkan keragaman luas di masyarakat mereka,” ujarnya.

Menurut Sung Kim, orang-orang LGBTQI+ di seluruh dunia mengalami tingkat kekerasan dan diskriminasi yang tidak proporsional, penting untuk melanjutkan dialog dan memastikan rasa saling menghormati satu sama lain daripada menganggap seolah-olah isu tersebut tidak ada.

“Negara-negara seperti Indonesia dan AS dapat saling belajar mengenai cara melawan kebencian serta memastikan masyarakat yang lebih sejahtera maupun inklusif untuk semuanya,” katanya.

Sejumlah Organisasi Tolak Kedatangan Stern

Sebelumnya sejumlah kelompok di Indonesia telah secara terang-terangan menolak kedatangan Stern, yang dijadwalkan berkunjung pada tanggal 7-9 Desember untuk melangsungkan pertemuan dengan sejumlah pejabat pemerintah dan perwakilan masyarakat sipil guna membahas mengenai hak asasi, termasuk upaya memajukan hak-hak kelompok LGBTGI+.

Organisasi Islam seperti Majelis Ulama Indonesia (MUI), Al-Jam`iyatul Washliyah (Al-Washliyah), dan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) mengungkapkan keberatannya atas rencana kedatangan utusan khusus tersebut.

Wakil Ketua Umum MUI, Anwar Abbas, menolak keras rencana kedatangan Stern seraya mengatakan bahwa misi yang dibawa Stern membawa mudarat, bencana dan malapetaka.

“Kami mempersoalkan apa tujuan dia (Stern.red) ke sini. Karena yang bersangkutan akan datang ke Indonesia dan dia akan mengampanyekan sesuatu yang akan membawa mudarat, bencana, dan malapetaka bagi manusia itu sendiri,” katanya kepada VOA, Jumat (2/12).

Menurut Anwar, gelombang penolakan yang terjadi sangatlah wajar mengingat mengingat menurutnya tidak ada satupun agama di Indonesia yang menerima dan menoleransi praktik LGBTQI+.

Bukan hanya itu, kedatangan Stern juga menurutnya akan berisiko merusak dan mengacak-acak agama serta budaya Indonesia dengan isu yang dibawanya untuk membela HAM kelompok LGBTQI+.

“Saya sebagai pengikut agama Islam akan membiarkan itu? Sebagai warga bangsa Indonesia akan membiarkan dia berbuat seperti itu? Ya tidak bisa. Yang mereka perjuangkan hanya kepentingan orang dengan jumlah terbatas yang memiliki jangka pendek dan sekop kecil,” pungkas Anwar.

Sementara itu, organisasi Al-Washliyah mengatakan penolakan terhadap Stern bukan berarti kelompok mereka tidak menghormati tamu dari negara lain. Al-Washliyah menilai kedatangan Stern malah akan merusak norma-norma agama dan budaya bangsa Indonesia yang selama ini telah dijaga bersama.

“Islam tetap menghargai siapapun tamu yang datang. Tapi jangan kedatangannya itu memberikan suatu kesan untuk memecah belah dan bikin anak-anak kita terperangkap pada gerakan-gerakan yang membuat moralitas menjadi hancur. Kami menolak itu bukan berarti tidak senang dengan pribadinya. Tapi gerakan dan akses yang ditimbulkan itu akan memberikan pintu bagi bibit-bibit yang sudah ada,” jelas Masyhuril.

PBNU : Silahkan Datang, Tapi Jangan Kampanye

Di sisi lain, ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) bidang keagamaan, Ahmad Fahrurrozi, menyatakan pihaknya tidak menolak kedatangan Stern ke Indonesia. Namun, ia berharap bahwa utusan AS tersebut tidak mengampanyekan LGBTQI+ di Indonesia.

“Silakan saja datang dan melihat bahwa kita di Indonesia punya aturan, norma, dan nilai-nilai yang harus dihormati bersama,” ucapnya kepada VOA.

Aktivis LGBTQI+ Sayangkan Pembatalan Kedatangan

Aktivis pembela LGBT, Dede Oetomo, sudah memprediksi kedatangan Stern ke Indonesia akan ditolak. Padahal Dede berencana akan melakukan dialog langsung dengan Stern terkait memajukan HAM kelompok LGBTQI+.

“Ini pasti ribut dan ternyata benar. Tadi saya dapat informasi dari Kedutaan Besar AS di Jakarta kedatangannya dibatalkan dan akan dilaksanakan secara daring,” katanya kepada VOA.

Menanggapi penolakan kedatangan Stern ke Indonesia, Dede menyayangkan sikap sejumlah pihak yang menolak kedatangan Stern ke Indonesia. Penolakan itu dinilai telah membuat malu Indonesia yang merupakan negara sahabat dari AS.

“Di Indonesia kan ada minoritas yang dipandang sebagai kelas dua atau bahkan bukan manusia seperti LGBTQI+ dan kelompok minoritas agama. Ini memalukan. Saya sebagai warga negara Indonesia malu melihat pihak-pihak yang penuh kebencian terhadap golongannya sendiri dan wakil dari negara sahabat,” tandasnya.[aa/em]

(Sumber: Voice of America)

Anugrah Andriansyah

Jurnalis Voice of America (VOA)
Republikasi artikel ini, klik tombol di bawah

Creative Commons License

1. Silakan lakukan republikasi namun tidak boleh mengedit artikel ini, cantumkan nama penulis, dan sebut bahwa artikel ini sumbernya dari konde.co, tautkan URL dari artikel asli di kata “konde.co”. Anda bebas menerbitkan ulang artikel ini baik online maupun cetak di bawah lisensi Creative Commons.

2. Artikel kami juga tidak boleh dijual secara terpisah atau menyebarkannya ke pihak lain demi mendapatkan keuntungan material.

Let's share!