Sejarah Baru Piala Dunia 2022: 6 Wasit Perempuan Pimpin Piala Dunia

Enam wasit perempuan tercatat memimpin pertandingan dalam Piala Dunia 2022 di Qatar. Ini merupakan tonggak sejarah baru laga sepak bola yang dianggap paling bergengsi di dunia itu

Wasit asal Prancis Stéphanie Frappart menjadi perempuan pertama yang memimpin pertandingan sepak bola putra Piala Dunia pada Kamis (1/12) di Qatar. Ia memimpin pertandingan antara Jerman melawan Kosta Rika.

Kelima wasit perempuan lainnya yang menjadi pemimpin di lapangan adalah Yoshimi Yamashita (Jepang), Salima Mukansanga (Rwanda), Neuza Inez Back (Brasil), Karen Janett Diaz Medina (Meksiko), dan Kathryn Nesbitt (Amerika Serikat).

Jelang pembukaan Piala Dunia 2022 pada November kemarin, FIFA, induk organisasi sepak bola dunia, mengumumkan sebanyak 129 ofisial akan bertugas selama pertandingan yang digelar tiap empat tahun tersebut. Mereka terdiri dari 36 wasit utama, 69 asisten wasit dan 24 petugas Video Assistant Referee (VAR).

Dari enam wasit perempuan tersebut, tiga diantaranya yakni Stephanie Frappart, Salima Mukansanga, dan Yoshimi Yamashita bertugas sebagai wasit utama. Sementara tiga lainnya Neuza Back, Karen Diaz Medina, dan Kathryn Nesbitt menjadi asisten wasit.

Ketua Komite Wasit FIFA, Pierluigi Collina mengatakan pemilihan wasit perempuan dalam Piala Dunia didasarkan pada kapasitas mereka sebagai wasit, bukan pada jenis kelaminnya.

“Mereka dipilih bukan karena mereka perempuan, melainkan sebagai wasit FIFA. Mereka bisa memimpin pertandingan apa pun,” kata Pierluigi seperti dikutip dalam website FIFA.

Keenam wasit perempuan tersebut telah menjalani karier panjang sebelum terpilih untuk memimpin pertandingan sepak bola tingkat dunia yang dimainkan para pemain laki-laki tersebut. Mereka sudah pernah menjadi wasit dalam pertandingan di tingkat negara dan regional sebelumnya. Pengalaman tersebut mengasah kemampuan dan kepercayaan diri mereka.

Seperti Stephanie yang menorehkan sejarah sebagai wasit perempuan pertama di Piala Dunia. Ia juga tercatat sebagai perempuan pertama yang menjadi wasit pertandingan Ligue 1 Prancis pada 2019 dan Liga Champions UEFA pada 2020.

“Piala dunia laki-laki adalah kompetisi olahraga terpenting di dunia. Saya adalah wasit pertama di Prancis dan di Eropa, jadi saya tahu bagaimana menghadapinya,” ujarnya seperti dikutip dalam Website FIFA. 

Debut Stephanie bersama timnya sebagai wasit dalam Piala Dunia 2022 dimulai pada 1 Desember kemarin saat memimpin pertandingan Grup E antara Kosta Rika dengan Jerman di stadion Al Bayt. Stephanie didampingi Neuza Back dan Karen Diaz Medina sebagai asisten wasit.

Sebelum pertandingan Stephanie mengatakan dia berharap keikutsertaan wasit perempuan di Qatar akan “mendorong perubahan” di tingkat yang lebih luas.

“Ini pertanda kuat dari FIFA dan pihak berwenang untuk memiliki wasit perempuan di negara itu,” kata Stephanie, dikutip dari Reuters (29/11/22).  

Enam Wasit Perempuan di Piala Dunia 2022

Bagaimana catatan prestasi keenam wasit perempuan yang ditunjuk FIFA untuk memimpin sejumlah pertandingan di Piala Dunia 2022? Konde.co merangkum jejak perjalanan mereka sebagai wasit dari berbagai sumber. 

1.Stephanie Frappart

Perempuan berkebangsaan Prancis ini sebelum memulai kariernya sebagai wasit sepak bola profesional, ia merupakan pesepak bola di usia remaja. Stephanie mulai bermain sepak bola sekitar usia 10 dan 13 tahun di Herblay-sur-Seine. Menginjak usia 18 tahun, Stephanie berhenti menjadi pemain dan mulai belajar sebagai wasit sepak bola. 

Stephanie bisa disebut sebagai seorang pionir, catatan kariernya sebagai wasit di lapangan hijau dipenuhi dengan prestasi sebagai yang pertama. Ia adalah perempuan pertama yang mengawasi pertandingan Ligue 1 Prancis. Pada 2020 Stephanie kembali mencatatkan namanya dalam sejarah dengan menjadi perempuan pertama yang memimpin pertandingan Liga Champions Eropa.

Atas prestasinya tersebut Stephanie mendapat penghargaan Wasit Perempuan Terbaik Dunia IFFHS tiga tahun berturut-turut sejak 2019.

2.Yoshimi Yamashita  

Perempuan kelahiran Tokyo, Jepang ini menjadi wasit perempuan pertama Liga Champion Asia pada April 2022. Yoshimi juga tercatat beberapa kali memimpin pertandingan sepak bola internasional seperti Piala Dunia Perempuan 2019 di Prancis dan Olimpiade 2020 yang diadakan pada tahun 2021, dalam pertandingan antara Amerika Serikat dan Swedia.

Perempuan berusia 36 tahun ini menikmati kesempatan untuk menjadi bagian dari sejarah, terlepas dari tekanan yang menyertainya.

“Hampir tidak ada wasit perempuan di Timur Tengah, jadi saya ingin melihat perubahan itu, dengan Piala Dunia Qatar sebagai katalisnya,” katanya kepada The Guardian (1/9/22).

“Fakta bahwa perempuan memimpin untuk pertama kalinya di Piala Dunia laki-laki adalah tanda bagi orang lain bahwa potensi perempuan selalu berkembang dan itu adalah sesuatu yang juga saya rasakan dengan kuat,” tandasnya.

3.Salima Mukansanga

Salima Mukansanga adalah perempuan pertama dari negara asalnya Rwanda yang menjadi wasit Piala Dunia Perempuan FIFA, perempuan pertama yang menjadi wasit di Piala Afrika, dan sekarang salah satu perempuan pertama yang menjadi wasit di Piala Dunia laki-laki.

Salima telah menjadi ofisial wasit FIFA sejak 2012. Tapi saat remaja, mimpinya adalah bermain basket secara profesional.

“Saya menyukai bola basket dan ingin melakukannya dengan sangat serius,” katanya kepada The New Times (1/2/2019). 

“Tapi akses ke infrastruktur bola basket sulit, itulah mengapa saya menjadi wasit, yang juga tidak pernah saya sesali.”

Keputusan itu membawanya ke Piala Dunia Perempuan 2019, Olimpiade Tokyo 2020, dan sekarang Piala Dunia Qatar. Ketika ditunjuk sebagai wasit untuk Piala Dunia Perempuan 2019, dia berkata, “Memimpin Piala Dunia adalah impian setiap wasit, terutama ketika Anda berasal dari negara seperti negara saya di mana sepak bola perempuan masih dipandang rendah. Saya merasa terhormat atas kesempatan ini.”

4.Neuza Inez Back

Perempuan berkebangsaan Brasil ini menjadi asisten wasit FIFA sejak 2014. Ia sudah memiliki banyak pengalaman mengawal pertandingan internasional, seperti Piala Dunia antarklub 2022. Ia juga biasa tampil di kompetisi lokal brasil, seperti Copa Libertadores atau Copa Sudamericana. 

Neuza yang berusia 37 tahun ini bahkan tidak menyadari bahwa dia telah terpilih dalam daftar 69 orang sampai dia mendengarnya di media. 

“Sangat keren, tak terlukiskan, ini momen kegembiraan, rasa syukur, dan juga sedikit rasa tanggung jawab, karena saya satu-satunya perempuan yang saya tahu saya harus pergi ke sana dan mewakili kita semua dengan sangat baik,” kata Neuza kepada Athletics (20/5/22).

5.Karen Janett Diaz Medina

Dikutip dari Concacaf, Karen mengawali karier wasitnya secara tak sengaja. Suatu hari ia yang bekerja di kedai kopi Little Sport Center diminta untuk menjadi wasit untuk menggantikan wasit asli yang tidak hadir. Sejak saat itu, ia sering terlibat memimpin pertandingan hingga akhirnya menjadi wasit perempuan FIFA. 

Meski Karen memulai kariernya secara kebetulan, tetapi ia percaya bahwa itu adalah posisi yang “membuat Anda semakin jatuh cinta setiap hari [dengan sepak bola],” ujarnya. 

6.Kathryn Nesbitt

Sebelum menjadi asisten wasit, Kathryn adalah seorang profesor kimia atau ahli kimia analitik. Ia menghabiskan sepuluh tahun untuk melakukan penelitiannya sendiri tentang analisis bahan kimia otak sekaligus memulai laboratorium di Universitas Towson di Baltimore. Dua bulan sebelum Piala Dunia Perempuan 2019, ia melepas profesinya tersebut dan memilih menjadi asisten wasit.

Pada 2020, Kathryn dinobatkan sebagai Asisten Wasit MLS Tahun Ini dan menjadi perempuan pertama yang mencapai prestasi tersebut.

“Merupakan kehormatan mutlak mendengar orang mengatakan bahwa saya telah menjadi role model bagi perempuan,” kata Kathryn kepada FIFA (23/2/21).

Bagaimana Posisi Qatar dalam Memajukan Hak-Hak Perempuan?

Sementara itu, peneliti senior Human Rights Watch (HRW) Rothna Begum menyoroti momen bersejarah di dunia sepak bola yang berlangsung di Qatar dengan aturan di negara tersebut yang masih mengekang hak-hak perempuan.

“Momen bersejarah ini terjadi di Qatar di mana pihak berwenang memperlakukan perempuan sebagai anak di bawah umur yang sah di negara mereka sendiri,” ujar Rothna seperti dilansir dalam website HRW (2/12/22).

Rothna Begum menjelaskan dalam laporan yang disusun pada 2021, ia mendokumentasikan bagaimana undang-undang, kebijakan, dan praktik yang berlaku di Qatar mewajibkan perempuan meminta izin wali laki-laki untuk menikah, sekolah, bekerja, bepergian ke luar negeri kecuali mereka sudah menikah atau berusia 25 tahun. 

Laki-laki, di sisi lain, tidak memerlukan izin seperti itu setelah mereka berusia 18 tahun. Banyak dari peraturan ini tidak memiliki dasar hukum dan bertentangan dengan konstitusi Qatar sendiri yang menjamin kesetaraan perempuan di depan hukum.

Qatar sangat ingin menunjukkan bahwa mereka memiliki tiga menteri perempuan, banyak perempuan berprestasi, dan lebih banyak lulusan perempuan daripada laki-laki dan mengeklaim bahwa pada 2010 merupakan satu-satunya negara yang memiliki pemimpin perempuan dalam tawaran Piala Dunia.

Rothna menjelaskan, banyak perempuan yang telah mendobrak hambatan mengatakan bahwa mereka cukup beruntung untuk melakukannya dengan dukungan keluarga mereka, atau harus memperjuangkan persetujuan atas keputusan mereka.

Sebagian besar perempuan yang ia temui menceritakan tentang beban berat yang ditimbulkan oleh aturan tersebut pada kemampuan mereka untuk menjalani kehidupan mandiri, termasuk ketika wali laki-laki menolak izin mereka untuk mengemudi, bepergian ke luar negeri, belajar, bekerja, atau menikah dengan orang yang mereka pilih sendiri. Aturan diskriminatif Qatar yang parah membuat mereka asing bahkan di antara tetangga mereka sendiri.

Karena itu Rothna Begum mendesak pemerintah Qatar untuk mengakhiri aturan perwalian laki-laki terhadap perempuan.

(Gambar: JNEWS online)

Anita Dhewy

Redaktur Khusus Konde.co dan lulusan Pascasarjana Kajian Gender Universitas Indonesia (UI). Sebelumnya pernah menjadi pemimpin redaksi Jurnal Perempuan, menjadi jurnalis radio di Kantor Berita Radio (KBR) dan Pas FM, dan menjadi peneliti lepas untuk isu-isu perempuan
Republikasi artikel ini, klik tombol di bawah

Creative Commons License

1. Silakan lakukan republikasi namun tidak boleh mengedit artikel ini, cantumkan nama penulis, dan sebut bahwa artikel ini sumbernya dari konde.co, tautkan URL dari artikel asli di kata “konde.co”. Anda bebas menerbitkan ulang artikel ini baik online maupun cetak di bawah lisensi Creative Commons.

2. Artikel kami juga tidak boleh dijual secara terpisah atau menyebarkannya ke pihak lain demi mendapatkan keuntungan material.

Let's share!