Komnas Perempuan Tanggapi ‘Rabbani’: Misoginis dan Menyesatkan

Komnas Perempuan memberikan klarifikasi bahwa data yang dicatut Rabbani dalam klarifikasi video iklannya itu tidak valid dan menunjukkan misoginisme.

Komnas Perempuan merespon Podcast Kasisolusi yang melakukan wawancara dengan Direktur Marketing Rabbani Ridwanul Karim, yang diunggah di youtube pada 6 Januari 2023 yang berjudul “Klarifikasi Video Iklan “Rabbani” Banjir Hujatan Netizen! Sebut: Wanita Tak Berhijab itu bodoh.”

Dalam tayangan podcast tersebut Ridwanul Karim, Direktur Rabbani menyatakan bahwa pakaian perempuan yang terbuka menjadi faktor penyebab terjadinya kasus kekerasan seksual. 

“Wanita yang berpakaian terbuka itu akan mengundang seorang pria yang berniat berpikiran buruk. Tidak berlaku sebaliknya. Wanita sekehendaknya menggunakan pakaian tertutup. Tidak memberi kesempatan untuk pria yang berpikiran jorok.”  

Pernyataan tersebut disampaikan pada menit ke 02.05 – 02.25 dengan menyebutkan data diambil berdasarkan data Komnas HAM Perempuan. Kemungkinan besar yang dimaksudkan dengan Komnas HAM Perempuan adalah  Komnas Perempuan. Berkali-kali narasumber dan host menyebutkan nama “Komnas Perempuan” sebagai rujukan data yang dibahas, termasuk menyebutkan faktor-faktor terjadinya kekerasan, termasuk cara berpakaian perempuan.

Komnas Perempuan sebagai Lembaga Negara Hak Asasi Manusia setiap tahun meluncurkan Catatan Tahunan (CATAHU), yang merupakan kompilasi data kasus kekerasan terhadap perempuan di Indonesia. CATAHU Komnas Perempuan selama 20 tahun (2001 – 2022) tidak pernah menyebutkan bahwa pakaian perempuan yang terbuka menjadi pemicu terjadinya kekerasan seksual. 

Berdasarkan pengaduan yang datang langsung ke Komnas Perempuan, pakaian perempuan tidak signifikan sebagai penyebab kekerasan seksual, semua dapat terjadi pada perempuan berpakaian terbuka hingga pakaian yang tertutup. Demikian pula dalam hal usia, perempuan korban kekerasan seksual terentang mulai dari anak perempuan berusia 8 tahun sampai perempuan lansia. 

Dalam CATAHU Komnas Perempuan 2022 tercatat jumlah kekerasan seksual sebanyak 4.660 kasus, dengan pelakunya mayoritas orang-orang yang dikenal atau dekat dengan korban, bukan orang tak dikenal yang tertuju pada busana tertentu. 

“Oleh karena itu, penggunaan data Komnas Perempuan bahwa kekerasan seksual disebabkan oleh pakaian yang terbuka tidaklah benar, dan merupakan disinformasi atau menyebarkan informasi menyesatkan, hal yang dapat melanggar peraturan perundang-undangan,” tulis keterangan resmi Komnas Perempuan yang diterima Konde.co, Rabu (11/1). 

Komnas Perempuan menilai, pandangan tersebut juga menggambarkan rape culture yang menempatkan perempuan sebagai penyebab terjadinya pelecehan seksual atau kekerasan seksual. 

Maka dari itu, Komnas Perempuan menyatakan dengan tegas menolak penyebutan data Komnas Perempuan untuk mendukung iklan yang disampaikan oleh Rabbani.

“Pernyataan dalam iklan Rabbani merupakan tindakan misoginis dan melekatkan stigma bahwa perempuan adalah penyebab terjadinya kekerasan seksual,” tegasnya. 

Komnas Perempuan lantas mendesak Rabbani dan Kasisolusi agar menarik iklan tersebut dan meminta maaf atas kesengajaan termasuk penyebutan menyesatkan pemirsa seolah informasi iklan tersebut berasal dari “data Komnas Perempuan” 

Pihaknya juga meminta media sosial youtuber dan/atau influencer dalam mengutip data kekerasan terhadap perempuan mengacu pada sumber resmi Komnas Perempuan di www.komnasperempuan.go.id

“Mengajak dunia usaha terlibat dalam upaya penghapusan kekerasan terhadap perempuan serta tidak menjadikan kekerasan terhadap perempuan sebagai komoditi iklan, terutama dengan menyampaikan informasi yang tidak benar,” katanya.

(Gambar. Iklan Brand Hijab ‘Rabbani’ di Akun Instagram)

Aktivis Perempuan Mendesak Rabbani Minta Maaf

Sebelumnya, Koalisi Masyarakat Sipil Anti-Kekerasan Seksual (KOMPAKS) juga menilai Rabbani telah memosisikan korban kekerasan seksual karena pakaian yang dikenakannya, bukan perbuatan kejahatan pelakunya. KOMPAKS melihat, apapun pakaiannya, tindakan kekerasan seksual tidak bisa dibenarkan atas alasan apapun.

“Pernyataan tersebut tentu saja tidak sejalan dengan QS al-Mu’minun (23:5) di mana laki-laki dan perempuan menurut al-Qur;an masing-masing wajib menjaga diri dari nafsu seksual,” tulis KOMPAKS.

Berkenaan itu, KOMPAKS menyampaikan hasil survei Koalisi Ruang Publik Aman tahun 2019, yang menunjukkan bahwa mayoritas korban pelecehan seksual tidak mengenakan baju terbuka, melainkan memakai celana/rok panjang (18%), hijab (17%), dan baju lengan panjang (16%). Survei tersebut dikutip dari ruangaman.org.

Dengan demikian, disimpulkan bahwa pakaian yang dikenakan bukanlah faktor determinan seseorang menjadi korban kekerasan seksual dan sekaligus tidak bisa dijadikan alasan untuk melakukan kekerasan seksual.

Maka dalam pernyataannya, KOMPAKS mendorong agar Rabbani segera minta maaf dan menghapus konten iklan tersebut serta tidak lagi membuat konten iklan yang menyalahkan korban atau menyudutkan perempuan, sebelum adanya boikot produk Rabbani

Kedua, pihaknya mendorong agar Rabbani melakukan aktivitas periklanan yang sesuai dengan etika dan peraturan perundang-undangan yang berlaku, seperti UU Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.

Ketiga, pihaknya mendorong agar Kementerian Perdagangan Republik Indonesia dan Kementerian Komunikasi dan Informatika dapat melakukan pengawasan lebih lanjut terkait aktivitas periklanan yang melanggar etika dan mencederai kelompok identitas tertentu, dalam konteks ini adalah korban kekerasan seksual.

Keempat, pihaknya mendorong agar pemerintah daerah dapat memberikan pengawasan lebih lanjut terkait aktivitas periklanan melalui reklame yang dilakukan oleh Rabbani dalam mempromosikan produk.

Tim Konde.co

Konde.co lahir pada 8 Maret 2016 untuk mengelola ruang publik dari sudut pandang perempuan dan minoritas sebagai bagian dari kesadaran dan daya kritis, menghadirkan penerbitan artikel di website, produksi video/ film, dan informasi/ pengetahuan publik.Kini dikelola oleh individu-individu yang mempunyai kesamaan dalam memandang perempuan dan minoritas.
Republikasi artikel ini, klik tombol di bawah

Creative Commons License

1. Silakan lakukan republikasi namun tidak boleh mengedit artikel ini, cantumkan nama penulis, dan sebut bahwa artikel ini sumbernya dari konde.co, tautkan URL dari artikel asli di kata “konde.co”. Anda bebas menerbitkan ulang artikel ini baik online maupun cetak di bawah lisensi Creative Commons.

2. Artikel kami juga tidak boleh dijual secara terpisah atau menyebarkannya ke pihak lain demi mendapatkan keuntungan material.

Let's share!