Ria Ricis dan Teuku Ryan Ajak Anak Naik JetSki, Aktivis: Jangan Sharenting Demi Konten Viral 

Aktivis anak bereaksi kencang atas yang dilakukan Ria Ricis dan suaminya Teuku Ryan saat mengajak anaknya yang masih bayi naik jetski. Jangan sharenting atau membagikan perkembangan anak lewat medsos namun yang membahayakan mereka.

Seleb Youtube Ria Ricis bersama suaminya Teuku Ryan belakangan jadi sorotan akibat aksinya mengajak bayi mereka berusia 5 bulan naik Jetski. 

Jika dilihat video full-nya, awalnya bayi itu memang tampak memakai pelampung dan berada di posisi tengah Ricis dan Ryan. Namun kemudian, bayi itu dipindahkan ke bagian depan dan berada di gendongan tangan kiri Ryan dengan tangan kanannya menyetir Jetski. Sedangkan Ricis satu tangannya memegang kamera yang digunakan membikin konten. 

Dalam waktu tak lama dari itu, mereka juga mengajak anaknya naik ATV, yang ini jug dilakukan tanpa pengaman. Posisi bayi mereka digendong Ricis di bagian tengah. 

Paling gak, dua aksi Ricis dan Ryan itu diunggah jadi konten youtube di Ria Ricis official berjudul ‘MOANA NAIK JETSKI PERTAMA KALI.. Ditinggal di tengah Laut..” dan “EXTRIM..! MOANA BAYI 5 BULAN NAIK ATV BIKIN PANIK..!” 

Video tersebut kemudian menjadi viral. Terlebih di akun-akun sosial media seperti Tiktok, Instagram hingga jadi perbincangan ramai di Twitter. Tak sedikit dari warganet yang mengecam aksi Ricis dan Ryan mengenai anaknya itu. 

Ketua Komisi Nasional Perlindungan Anak, Arist Merdeka Sirait pun bahkan ‘angkat suara’ dan mewanti-wanti aksi Youtuber dan pasangannya yang dinilai membahayakan itu. 

“Ketika saya melihat tayangan ini sudah sangat takut, dimungkinkan bisa terjadi kecelakaan,” ujar Arist di akun YouTubenya, Arist Merdeka Official berjudul ‘Ria Ricis!! Jangan ‘Eksploitasi Anak’ Hanya Demi Konten!!” beberapa waktu lalu. 

Arist juga tegas menghimbau agar Ricis dan Ryan, suaminya tidak melakukan aksi mengeksploitasi anak demi sebuah konten di Youtube. 

“Jangan mengeksploitasi anaknya sendiri hanya (demi–red) konten,” katanya. 

“Semua orang tahu bahwa Ria Ricis adalah sosok yang digemari para netizen. Namun, satu lagi Saya tidak menghalangi hak anak untuk mendapatkan rekreasi. Tidak pada konteks itu. Tetapi sekali lagi, kalau ada niatan untuk meningkatkan konten itu adalah eksploitasi,” tuturnya. 

Konde.co merangkum 3 hal yang bisa kita pelajari dari peristiwa tersebut. Apa saja? 

1.Keselamatan dan Keamanan Anak Itu Utama

Orang tua mesti memahami batasan umur dari segi keamanan bagi anak ketika bermain atau mengakses hal tertentu. Bukan cuma tontonan TV, tapi misalnya juga batasan usia anak bisa naik jetski ini. 

Dilansir jetdrift.com, batas minimal anak boleh mengendarai jetski adalah 14-18 tahun. Sedangkan contohnya anak Ricis dan Ryan itu masih 5 bulan. Tentu saja ini membahayakan! Apalagi saat anak tidak menggunakan pengaman yang sesuai prosedur, bisa semakin beresiko dengan kondisi bayi 5 bulan yang masih rentan dengan guncangan di kepala ataupun situasi kencangnya angin. 

Di era digital yang perkembangan sosmednya masif, orang tua juga mesti lebih hati-hati ‘menyaring’ konten yang beredar. Jangan langsung mengikuti apa yang dilakukan influencer padahal itu berpotensi menimbulkan bahaya. 

Tetap perhatikan, wahana-wahana, mainan atau lokasi liburan yang ramah anak. 

2.Lindungi Hak Anak di Sosial Media

Menyinggung soal dugaan eksploitasi demi konten seperti yang disampaikan Ketua KPAI, maka para orang tua perlu lebih hati-hati untuk tetap melindungi anak di sosial media. 

Mengunggah konten anak secara terus menerus, apalagi dengan judul dan caption yang bombastis, yang ujungnya meningkatkan jumlah klik atau adsense tentunya bisa berbahaya. Ini bisa menjadi ‘eksploitasi’ bagi anak. 

Kebiasaan orang tua yang membagikan foto dan video secara berlebihan (sharenting) di sosial media, juga bisa berpotensi bahaya bagi pelanggaran privasi anak. 

Ahli Hukum Hak Anak di AS, Stacey B. Steinberg dalam riset nya yang ditulis Theconversation.com mengatakan, praktik sharenting ini berisiko menimbulkan perasaan tidak nyaman anak karena privasinya disebarluaskan di sosmed termasuk saat dia semakin besar nanti. Anak-anak juga “terenggut” hak pribadinya karena foto dan video masa kecilnya sudah terlanjur tersebar di publik.  

Ketidaknyamanan itu berasal dari praktik sharenting yang berujung mengeksploitasi sang anak. Dengan kemasan foto dan video yang menarik, orang tua menjadikan anak model iklan di media sosial. Tak jarang, orang tua kemudian membuat akun media sosial atas nama sang anak dan kemudian mengisi akun tersebut dengan berbagai iklan.

Praktik mengeksploitasi anak tersebut bukan hal yang asing di kalangan artis atau selebgram. Sharenting pun akhirnya berujung pada praktik komersialisasi anak ketika ada ikatan kontrak sebagai imbal jasa membagi foto atau video anak berpose dengan sebuah produk atau jasa.

Bahkan di luar negeri, praktik menjual bayi, termasuk untuk iklan produk komersial, juga marak terjadi, dan tentu saja menimbulkan pro dan kontra, termasuk di kalangan artis itu sendiri.

Bentuk-bentuk sharenting di atas dapat menghilangkan hak anak. Bisa jadi setelah dewasa sang anak merasa tidak ingin momen-momen saat dirinya masih kecil dilihat banyak orang, namun foto-foto atau video tersebut sudah beredar dan menjadi milik publik.

Di sisi lain, karena sudah dijual hak komersialnya, sang anak sudah tidak memiliki hak lagi atas berbagai foto dan video momen-momen masa kecilnya tersebut.

Selain eksploitasi dan komersialisasi, terdapat bahaya lain ketika foto dan video anak banyak beredar di sosial media. Salah satunya adalah penyalahgunaan foto dan video anak oleh akun-akun media sosial yang berorientasi pada tindak kriminal seperti pelecehan anak, penjualan anak maupun penculikan.

Upaya melindungi anak dari sharenting di kalangan artis misalnya bisa dilihat dari pasangan Raisa-Hamish Daud dan Indah-Arie Kriting, yang tidak menampilkan wajah anak mereka. Selain itu, mereka juga berlebihan dalam membagikan foto dan video yang melanggar privasi anak. 

3.Bukan Hanya Perempuan, Laki-laki Juga Punya Tanggung Jawab

Bicara soal pola pengasuhan, seringkali perempuan yang mendapatkan ‘spotlight’. Termasuk ketika ada pengasuhan yang dinilai salah atau dikritisi, perempuan seringkali lebih sering dimunculkan. Seperti halnya Ria Ricis, dibandingkan Teuku Ryan saat kasus ini viral. 

Padahal, pengasuhan itu adalah tanggung jawab orang tua. Baik laki-laki maupun perempuan. Hal ini serupa dengan pekerjaan domestik yang bukan hanya urusan perempuan, tapi juga laki-laki di dalam rumah tangga.

Sekjen Koalisi Perempuan Indonesia (KPI) pernah mengatakan kepada Konde.co, persoalan gender role atau pembakuan peran antara laki-laki dan perempuan dalam keluarga memang masih terjadi. Bahkan dilestarikan oleh peraturan perundang-undangan. Nilai-nilai budaya dan nilai-nilai tafsir agama juga turut memperkuatnya. 

Gender role ini seringkali mengakibatkan beban lebih berat hanya di satu pihak, utamanya perempuan yang dibebani peran domestik dan pengasuhan. Tak hanya itu, pembakuan gender ini juga menimbulkan stigma yang menimbulkan diskriminasi. Seolah peran gender tidak bisa dipertukarkan, padahal peran-peran ini bisa dipertukarkan. 

Ada lagi yang kamu bisa ambil pelajaran? Yuk, ceritakan!

(Sumber Gambar: Instagram Ria Ricis)

Nurul Nur Azizah

Bertahun-tahun jadi jurnalis ekonomi-bisnis, kini sedang belajar mengikuti panggilan jiwanya terkait isu perempuan dan minoritas. Penyuka story telling dan dengerin suara hujan-kodok-jangkrik saat overthinking malam-malam.
Republikasi artikel ini, klik tombol di bawah

Creative Commons License

1. Silakan lakukan republikasi namun tidak boleh mengedit artikel ini, cantumkan nama penulis, dan sebut bahwa artikel ini sumbernya dari konde.co, tautkan URL dari artikel asli di kata “konde.co”. Anda bebas menerbitkan ulang artikel ini baik online maupun cetak di bawah lisensi Creative Commons.

2. Artikel kami juga tidak boleh dijual secara terpisah atau menyebarkannya ke pihak lain demi mendapatkan keuntungan material.

Let's share!