The Voice: Ini Cerita Kami, Para Penggerak Perempuan Adat di Kampung

Inilah cerita kami. Kami para aktivis perempuan adat juga berharap agar tidak ada lagi perempuan adat yang dipinggirkan serta dikriminalisasi. Apalagi ketika mereka berjuang untuk mempertahankan wilayah adat sebagai ruang hidupnya.

Konde.co menghadirkan “The Voice”: Edisi khusus para aktivis perempuan menulis tentang refleksinya. Ini merupakan edisi akhir tahun Konde.co yang ditayangkan 28 Desember 2022- 8 Januari 2023

Nama saya, Seliani, umur saya 39 tahun. Saya adalah seorang aktivis perempuan adat dari salah satu Wilayah Pengorganisasian (WP) PEREMPUAN AMAN. Saat ini, saya adalah ketua Pengurus Harian Daerah (PHD) PEREMPUAN AMAN Lou Bawe.

Saya bekerja bersama kawan-kawan perempuan adat dan mahasiswi di tim kerja kami. Kami mengorganisir 111 perempuan adat yang tersebar di 13 kampung di wilayah pengorganisasian PHD PEREMPUAN AMAN Lou Bawe, provinsi Kalimantan Timur.

Awalnya, saya hanya seorang relawan di komunitas adat Dayeq Jumetn Tuwayat, yaitu sebagai pengurus kelompok perajin “Lolakng Adey”. Sejak tahun 2013, saya sering mengikuti kegiatan-kegiatan yang diselenggarakan oleh AMAN. Kemudian, saya bergabung menjadi anggota PEREMPUAN AMAN pada tahun 2019 

Pada waktu itu, pengurus dan tim kerja PHD PEREMPUAN AMAN Lou Bawe datang untuk sosialisasi ke komunitas kami, sekaligus pendataan mengenai isu perempuan dalam SDG’s. Saya dan beberapa perempuan adat di komunitas pun mendaftarkan diri sebagai anggota.

Pada tanggal 15 Februari 2020, saya dipilih oleh anggota sebagai sekretaris PHD PEREMPUAN AMAN Lou Bawe. Saya terpilih berdasarkan musyawarah pada Temu Anggota III PHD PEREMPUAN Lou Bawe di Kampung Payang, untuk menggantikan sekretaris sebelumnya yang telah meninggal dunia.

Kemudian, pada tanggal 6 Mei 2022 saya terpilih menjadi ketua PHD PEREMPUAN AMAN Lou Bawe periode 2022-2027 melalui forum musyawarah Temu Daerah II PEREMPUAN AMAN Lou Bawe yang diselenggarakan di Kampung Sembuan, Kutai Barat, Kalimantan Timur. Temu Daerah ini merupakan agenda besar organisasi yang diadakan setiap 5 tahun sekali. 

Program dan rencana kerja yang kami susun sederhana saja, namun menjadi suatu kerja-kerja yang luar biasa. Kami berharap bahwa pekerjaan-pekerjaan ini akan membawa dampak yang luas dan positif bagi perempuan-perempuan adat di komunitas.         

Saat ini, ada beberapa fokus kerja kami yang bersentuhan langsung dengan perempuan adat anggota PEREMPUAN AMAN di komunitas, yaitu: di bidang ekonomi ada pengembangan ekonomi kreatif (membuat jamu, menjahit pakaian adat dan aksesoris adat, membuat berbagai macam kerajinan tangan), unit usaha bersama seperti menanam sayur, berternak ayam, ikan, dan babi

Lalu ada peningkatan kapasitas seperti menyelenggarakan pendidikan kritis serta penguatan kapasitas bagi perempuan-perempuan adat melalui pelatihan-pelatihan

Lalu pendidikan adat, di bidang pendidikan adat, kami berupaya untuk melestarikan budaya daerah melalui sekolah adat. Saat ini, sudah ada empat sekolah adat. Selain itu, kami juga berupaya untuk mengembangkan panganan lokal, menggunakan bahasa daerah, mengenakan pakaian adat, dan melaksanakan ritual-ritual adat di setiap kegiatan kami.        

Tantangan dan Kekhawatiran Kami

Pada masa-masa awal bergabung dengan tim kerja PHD PEREMPUAN AMAN Lou Bawe, banyak hal yang harus kami pelajari sebagai bagian dari peningkatan kapasitas. Apalagi, saya sebagai seorang perempuan adat yang datang dari komunitas dengan segala keterbatasan tentu proses belajar dan adaptasinya tidaklah mudah. 

Ada banyak proses belajar yang dilalui untuk bisa mengerti dan memahami gerakan organisasi ini. Belum lagi dihadapkan pada situasi bahwa PHD PEREMPUAN AMAN Lou Bawe ini memiliki cukup banyak jaringan dan mitra yang belum semua tim kerja mengenalnya dengan baik

Di samping itu, ada banyak pula tantangan yang harus kami hadapi sebagai tim kerja. Mulai dari jarak antar komunitas yang berjauhan, susahnya jaringan internet, pergantian dan pertukaran posisi pengurus setelah Temu Daerah II PEREMPUAN AMAN Lou Bawe, hingga staf di tim kerja yang terus datang dan pergi serta berbagai dinamika di dalam organisasi maupun komunitas.

Saya adalah tipe orang yang senang mempertahankan sesuatu, sehingga ketika ada staf yang ingin mengundurkan diri dan bekerja di tempat lain, maka saya akan mati-matian mempertahankannya. Meskipun pada akhirnya mereka tetap saja memilih untuk resign dari tim kerja. Para staf yang sudah memiliki pengetahuan tersebut pergi dengan membawa semua pengetahuan yang mereka miliki. Sehingga tim kerja baru pun harus memulai lagi dari awal untuk meningkatkan kapasitas dan pengetahuannya. Kondisi seperti inilah yang seringkali menjadi kekhawatiran kami tentang regenerasi dan eksistensi gerakan organisasi kedepannya nanti

Selain itu, kami juga seringkali merasa khawatir mengenai pendanaan. Namun, berkat jaringan yang ada, kami dapat melakukan kerja-kerja bersama dengan organisasi induk (Aliansi Masyarakat Adat Nusantara), PEREMPUAN AMAN, Mama Cash, FAMM-Indonesia, JASS, dan lembaga-lembaga lainnya.

Di samping itu, dengan komunikasi yang baik serta loyalitas dari seluruh tim kerja, termasuk para volunteer (relawan), maka kami bisa terus bertahan dan menjalankan mandat organisasi hingga saat ini. Komunikasi, kebersamaan dan kerja keras tim kerja menjadi kunci pertahanan yang utama. Kami juga mulai menjangkau perempuan-perempuan muda di komunitas untuk dapat bergabung menjadi anggota sekaligus tim kerja. 

Ada banyak harapan kami sebagai aktivis perempuan adat yang tentunya juga membawa harapan dan mandat dari anggota di komunitas yang berada di wilayah pengorganisasian. 

Harapan-harapan anggota antaralain, perempuan adat memiliki wadah berupa sebuah organisasi yang kuat dan dapat membela hak-hak perempuan adat. Perempuan adat dilibatkan dalam setiap pengambilan keputusan, baik di tingkat keluarga maupun komunitasnya, perempuan adat dapat diterima dan dihargai serta diberi kesempatan untuk mengambil posisi di pemerintahan.

Lalu perempuan adat dilindungi dari segala bentuk diskriminasi dan kekerasan serta mendapatkan pemulihan mental bagi korban kekerasan, perempuan adat mendapatkan pendampingan (advokasi) ketika menjadi korban kekerasan maupun saat menjalani proses hukum. Dan perempuan adat mendapatkan pendidikan dan pengetahuan yang relevan untuk peningkatan kapasitasnya, sehingga dapat mewariskan pengetahuannya kepada anak-anak adat sebagai generasi penerus bangsa ini

Selain itu, kami para aktivis perempuan adat juga berharap agar tidak ada lagi perempuan adat yang dipinggirkan serta dikriminalisasi. Apalagi ketika mereka (perempuan adat) berjuang untuk mempertahankan wilayah adat sebagai ruang hidupnya.

Seliani

Pengurus Harian Daerah PEREMPUAN AMAN Lou Bawe, Kalimantan Timur
Republikasi artikel ini, klik tombol di bawah

Creative Commons License

1. Silakan lakukan republikasi namun tidak boleh mengedit artikel ini, cantumkan nama penulis, dan sebut bahwa artikel ini sumbernya dari konde.co, tautkan URL dari artikel asli di kata “konde.co”. Anda bebas menerbitkan ulang artikel ini baik online maupun cetak di bawah lisensi Creative Commons.

2. Artikel kami juga tidak boleh dijual secara terpisah atau menyebarkannya ke pihak lain demi mendapatkan keuntungan material.

Let's share!