Dear Pekerja Media, Berserikat Itu Penting!

Sebagai pekerja, mungkin kamu pernah mendengar cerita tentang hak pekerja yang tidak dipenuhi. Seperti mendapatkan upah di bawah minimum, tidak mendapatkan hak cuti atau bahkan terkena PHK. Di sinilah pentingnya peran serikat pekerja/serikat buruh untuk memperjuangkan hak pekerja.

Konde.co dan Koran Tempo punya rubrik ‘Klinik Hukum Perempuan’ yang tayang setiap Kamis secara dwimingguan bekerja sama dengan LBH APIK Jakarta, Kolektif Advokat untuk Keadilan Gender dan Kalyanamitra. Di klinik ini akan ada tanya jawab persoalan hukum perempuan. 

Tanya: Nama saya Asti, saya sudah lama menjadi jurnalis. Di kantor media kami, ada banyak sekali persoalan tenaga kerja yang kami hadapi. Seperti takut dipecat dan media kami umurnya terancam tidak lama lagi. Teman saya menyarankan untuk membuat serikat pekerja. Apakah menurut kakak, cara ini efektif atau kakak punya saran lain? Apa saja sebenarnya syarat untuk membentuk serikat pekerja kak?

Jawab: Halo Kak Asti! Perkenalkan, saya Mona Ervita dari Kolektif Advokat untuk Keadilan Gender (KAKG). Terima kasih telah berkonsultasi dengan Klinik Hukum Perempuan. Mengenai permasalahan atau kekhawatiran yang kakak alami, berikut tanggapan saya.

Perlu diketahui dahulu apa itu serikat pekerja? Serikat pekerja merupakan salah satu hak yang dimiliki oleh pekerja yang dijamin di dalam Pasal 28 Undang-Undang Dasar 1945. Secara universal hak ini juga terdapat dalam Konstitusi dan Konvensi-Konvensi International Labor Organization (ILO). Tujuan dari serikat pekerja adalah untuk memperjuangkan, melindungi, dan membela kepentingan serta meningkatkan kesejahteraan pekerjaan dan keluarganya.  

Adapun dasar hukum serikat pekerja/serikat buruh, terdapat dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh. Pengertian serikat pekerja/serikat buruh adalah organisasi yang dibentuk dari, oleh, dan untuk pekerja/buruh baik di perusahaan maupun di luar perusahaan. Organisasi ini bersifat bebas, terbuka, mandiri, demokratis, dan bertanggung jawab guna memperjuangkan, membela serta melindungi hak dan kepentingan pekerja/ buruh. Ia juga bertujuan untuk  meningkatkan kesejahteraan pekerja/buruh dan keluarganya.

Fenomena yang sering dialami oleh para pekerja adalah tidak terlaksananya hak sebagai seorang pekerja. Seperti mendapatkan upah dibawah minimum, tidak mendapatkan hak cuti, upah lembur dan sebagainya. Bahkan sering terjadi pemutusan hubungan kerja atau PHK di saat perekonomian sedang menurun yang berdampak pada kesejahteraan tenaga kerja. Disinilah pentingnya peran serikat pekerja/serikat buruh untuk bersolidaritas atas nama pekerja dari perusahaan yang melakukan tindakan-tindakan tersebut.

Mengenai kasus yang Kak Asti alami, ini menjadi pengingat pentingnya berserikat. Di tempat Kak Asti bekerja, tentu ada potensi pemutusan hubungan kerja secara massal yang dilakukan oleh perusahaan. Untuk membangun solidaritas, pekerja punya hak untuk berserikat. Ini sesuai Pasal 104 ayat (1) UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan jo Pasal 5 ayat (1) UU Nomor 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh. Pasal ini berbunyi, “setiap pekerja/buruh berhak membentuk dan menjadi anggota serikat pekerja/serikat buruh”. Serikat pekerja/serikat buruh ini dibentuk oleh sekurang-kurangnya 10 orang pekerja/buruh.

Adapun syarat dan prosedur pembentukan serikat pekerja/serikat buruh, sebagaimana diatur dalam UU Serikat Pekerja/Serikat Buruh adalah sebagai berikut:

1. Dibentuk oleh sekurang-kurangnya 10 pekerja/buruh dalam satu perusahaan.

2. Pada saat pembentukan, wajib memiliki anggaran dasar dan anggaran rumah tangga (AD/ART) sesuai Pasal 11 UU Nomor 21 Tahun 2000. Anggaran dasar harus memuat: nama dan lambang; dasar negara, asas, dan tujuan; tanggal pendirian; tempat kedudukan; keanggotaan dan kepengurusan. Hal lain yang perlu dicantumkan adalah sumber dan pertanggungjawaban keuangan serta ketentuan perubahan anggaran dasar dan/atau anggaran rumah tangga.

3. Setelah AD/ART dibentuk, memberitahukan secara tertulis kepada instansi pemerintah yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan (Dinas Tenaga Kerja Kabupaten/Kota). Hal ini diatur dalam Pasal 18 UU Nomor 21 Tahun 2000. Pemberitahuan tersebut dilampiri: daftar nama anggota pembentuk; anggaran dasar dan anggaran rumah tangga; serta susunan dan nama pengurus. Nama dan lambang serikat pekerja/serikat buruh tidak boleh sama dengan nama dan lambang serikat pekerja/serikat buruh yang telah tercatat.

4. Setelah diberitahukan, pengurus serikat pekerja/serikat buruh akan mempunyai nomor bukti pencatatan. Pengurus harus memberitahukan secara tertulis keberadaan serikat tersebut kepada perusahaan (manajemen perusahaan) sesuai Pasal 23 UU Nomor 21 Tahun 2000.

Pembentukan serikat pekerja/serikat buruh tidak boleh dihalang-halangi atau dipaksa dengan ancaman pemutusan hubungan kerja. Adapun tindakan penghalang-halangan tersebut dapat diancam sanksi pidana paling singkat 1 tahun dan paling lama 5 tahun. Ancaman lain berupa denda paling sedikit 100 juta rupiah dan paling banyak 500 juta rupiah. Ketentuan ini diatur dalam Pasal 28 jo. Pasal 43 ayat (1). 

(Jika kamu atau orang yang kamu kenal mengalami pelecehan seksual dan membutuhkan pendampingan hukum, kamu dapat menghubungi LBH APIK Jakarta atau Kolektif Advokat untuk Keadilan Gender.)

Mona Ervita

Advokat dari Kolektif Advokat untuk Keadilan Gender
Republikasi artikel ini, klik tombol di bawah

Creative Commons License

1. Silakan lakukan republikasi namun tidak boleh mengedit artikel ini, cantumkan nama penulis, dan sebut bahwa artikel ini sumbernya dari konde.co, tautkan URL dari artikel asli di kata “konde.co”. Anda bebas menerbitkan ulang artikel ini baik online maupun cetak di bawah lisensi Creative Commons.

2. Artikel kami juga tidak boleh dijual secara terpisah atau menyebarkannya ke pihak lain demi mendapatkan keuntungan material.

Let's share!