Mengapa Sunat Perempuan Ditentang Negara-Negara Di Dunia?

Lebih dari 200 juta anak perempuan dan perempuan yang hidup di 30 negara di Afrika, Timur Tengah dan Asia telah melakukan sunat perempuan. Sunat perempuan banyak terjadi pada anak-anak antara bayi dan usia 15 tahun. PBB menyatakan, praktik ini harus dihapuskan.

Tahukah kamu setiap tanggal 6 Februari kita memperingati Hari internasional menentang sunat perempuan? 

Kampanye untuk mengakhiri praktik sunat perempuan atau pelukaan dan pemotongan genital perempuan (P2GP) hingga kini masih berlangsung. 

Di tingkat global kampanye dilakukan lewat peringatan Hari Internasional Menentang Pelukaan dan Pemotongan Genital Perempuan. Dikenal juga sebagai International Day of Zero Tolerance for Female Genital Mutilation.

Peringatan ini ditetapkan setiap tanggal 6 Februari. Majelis Umum PBB memprakarsai peringatan ini sejak 2012. Peringatan ini bertujuan meningkatkan kesadaran publik dan pemangku kepentingan akan bahaya sunat perempuan serta mendorong upaya penghapusan praktik sunat perempuan.

Tema peringatan tahun 2023 adalah “Partnership with Men and Boys to Transform Social and Gender Norms to End Female Genital Mutilation.” Menurut Unicef, saat ini laki-laki dan anak laki-laki lebih berpendidikan dan menerima perubahan daripada sebelumnya. Di beberapa negara, mereka lebih cenderung tidak menyetujui sunat perempuan dan kekerasan dalam rumah tangga daripada perempuan dan anak perempuan.

Untuk itu Unicef menyerukan komunitas global untuk bermitra dengan laki-laki dan anak laki-laki. Kerja sama dimaksudkan untuk mendorong keterlibatan mereka dalam mempercepat penghapusan praktik sunat perempuan dan mengangkat suara perempuan dan anak perempuan.

Fakta Tentang Sunat Perempuan

Laporan ‘Every Woman, Every Child’ menyebutkan, “Meski terkonsentrasi di 30 negara di Afrika dan Timur Tengah, sunat perempuan merupakan masalah universal.” 

Praktik sunat perempuan juga ditemukan di beberapa negara di Asia dan Amerika Latin. Praktik ini juga terus bertahan di antara populasi imigran yang tinggal di Eropa Barat, Amerika Utara, Australia, dan Selandia Baru. Sunat perempuan bahkan telah ada selama lebih dari seribu tahun.

Lebih dari 200 juta anak perempuan dan perempuan yang hidup saat ini di 30 negara di Afrika, Timur Tengah dan Asia telah melakukan sunat perempuan. Sunat perempuan sebagian besar dilakukan pada anak-anak antara bayi dan usia 15 tahun.

WHO menyebutkan pengobatan komplikasi kesehatan sunat perempuan diperkirakan menelan biaya sebesar 1,4 miliar dolar Amerika per tahun. Jumlah ini diperkirakan akan meningkat kecuali segera diambil tindakan untuk menghentikannya.

UNFPA dan Unicef mencatat anak perempuan saat ini sepertiga lebih kecil kemungkinannya untuk mengalami sunat perempuan dibandingkan dengan tiga dekade lalu. Namun, kemajuan harus setidaknya 10 kali lebih cepat untuk memenuhi target global penghapusan sunat perempuan pada 2030.

Kecenderungan yang mengkhawatirkan muncul: sekitar 1 dari 4 anak perempuan dan perempuan yang telah menjalani sunat perempuan (52 juta di seluruh dunia), dilakukan oleh petugas kesehatan. Proporsi ini dua kali lebih tinggi di kalangan remaja, menunjukkan pertumbuhan dalam praktik medikalisasi.

Anak perempuan yang ibunya berpendidikan dasar 40% lebih kecil kemungkinannya untuk mengalami sunat perempuan dibandingkan dengan mereka yang ibunya tidak berpendidikan. Di banyak negara, perempuan dengan pendidikan menengah bahkan lebih kecil kemungkinannya untuk melanjutkan praktik sunat perempuan ke generasi berikutnya.

Merujuk pada Asian Pacific Institute on Gender-Based Violence, sunat perempuan dapat dilakukan dalam berbagai bentuk. Mulai dari mencubit kecil klitoris hingga menghilangkan bagian alat kelamin luar.

Sunat perempuan adalah kekerasan terhadap perempuan. Praktik ini biasanya dilakukan tanpa persetujuan, atau kepada anak perempuan yang terlalu muda untuk memberikan persetujuan. Sunat perempuan menyangkal hak dasar perempuan dan anak perempuan atas tubuh mereka sendiri.

Sunat perempuan berakar pada patriarki. Ia dimaksudkan untuk mengekang hasrat atau kesenangan seksual perempuan. Sunat perempuan menganggap seksualitas perempuan adalah sesuatu yang perlu dikendalikan. Sebaliknya, sunat laki-laki–dilakukan oleh banyak komunitas karena alasan medis–tidak dilakukan untuk mengontrol laki-laki.

Mengapa Sunat Perempuan Harus Dihentikan?  

Female Genital Mutilation atau P2GP terdiri dari semua prosedur yang mengubah atau melukai alat kelamin perempuan untuk alasan non medis. Praktik ini diakui secara internasional sebagai pelanggaran hak asasi manusia, kesehatan dan integritas anak perempuan dan perempuan.

Tidak ada manfaat medis atau kesehatan yang diketahui dari sunat perempuan. Sebaliknya, anak perempuan yang mengalami sunat menghadapi komplikasi parah mulai dari jangka pendek hingga jangka panjang.

Komplikasi jangka pendek meliputi nyeri hebat, syok, perdarahan berlebihan, infeksi, pembengkakan jaringan genital, kesulitan buang air kecil. Termasuk juga terinfeksi human immunodeficiency virus (HIV), gangguan penyembuhan luka dan efek psikologis seperti trauma.

Konsekuensi jangka panjangnya mempengaruhi kesehatan seksual dan reproduksi serta kesehatan mental mereka. Ini menyebabkan masalah menstruasi, keloid, post-traumatic stress disorder (PTSD), gangguan kecemasan, penurunan hasrat dan kesenangan seksual dan komplikasi persalinan.

Penelitian Pusat Studi Kependudukan dan Kebijakan UGM menemukan bahwa para tenaga kesehatan yang menjadi responden kajian menyatakan dampak P2GP bervariasi. Misalnya dari sisi kesehatan (reproduksi), P2GP berdampak pada adanya pendarahan (53%), menurunnya dorongan seksual (52%), potensi kematian (18%) dan kemandulan (2%).

Penelitian ini juga menemukan bahwa balita dan anak perempuan mengalami trauma berkepanjangan akibat mengalami P2GP. Penelitian yang dilakukan bersama Komnas Perempuan dan UNFPA pada 2017 ini berlangsung di 10 provinsi dan 17 kota/kabupaten.

Bahkan secara ekonomi, ritual sunat perempuan yang terjadi di beberapa wilayah juga menyumbang pada tambahan pengeluaran biaya rumah tangga. Bagi perempuan kepala keluarga, tambahan biaya tersebut potensial menyumbang pada kemiskinan berwajah perempuan (feminisasi kemiskinan). Di Banten sebagai contoh, biaya ritual sunat perempuan yang sederhana menghabiskan dana sebesar 10 juta rupiah.

Alasan Sunat Perempuan Masih Dipraktikkan di Indonesia

Konde.co pernah menulis riset Kalyanamitra soal sunat perempuan yang membahas alasan sunat perempuan masih langgeng di Indonesia, khususnya di Jabodetabek. Riset tersebut menemukan tafsir agama dan tradisi yang hidup di tengah masyarakat sebagai penjelasan.

Tidak dapat dipungkiri karena sebagian besar orang tua sampai hari ini, ternyata masih meyakini bahwa sunat perempuan masih diwajibkan. Hal ini dikaitkan dengan identitas seseorang sebagai seorang Muslim.

Rena Herdiyanti, Wakil Ketua Kalyanamitra mengatakan tradisi keluarga juga menjadi alasan terbanyak kedua setelah agama. Tak jarang nenek yang telah disunat pada masa kecilnya akan melakukan hal yang sama terhadap cucu perempuannya.

Jika dirinci, di 5 wilayah penelitian, alasan sunat perempuan oleh orang tua/wali adalah karena perintah agama, tradisi keluarga, anjuran bidan/dokter dan anjuran kakek/nenek. Khusus di wilayah Bogor. sebagian informan menyatakan perintah agama menjadi alasan utama untuk melakukan sunat perempuan. Adapun di Bekasi, sunat perempuan dilakukan atas kemauan sendiri dan untuk kebersihan alat kelamin.

Lain halnya di Depok, salah satu informannya mengatakan bahwa sunat perempuan adalah anjuran dari pemerintah. Hal ini terkait dengan Permenkes No. 1636/MENKES/PER/2010 tentang Sunat Perempuan yang melegalkan sunat perempuan.

Sementara untuk pengada layanan, bidan menjadi mayoritas pihak yang melakukan sunat perempuan. Ini dilakukan baik di rumah sakit ataupun praktik pribadi. Posisi kedua dan ketiga ditempati dokter dan dukun/paraji. Keberadaan paraji/dukun bayi di lima wilayah penelitian masih berperan dalam keberlanjutan pelaksanaan.

Prosedur sunat perempuan yang dilakukan berbeda antara satu dan lainnya di kelima wilayah penelitian. Proses tersebut mulai dari membersihkan, menggores dan memotong alat genitalnya. Alat yang digunakannya mayoritas adalah gunting, kapas, pinset dan jarum. Para pelaku sunat perempuan menyatakan peralatan yang digunakan sudah sesuai dengan Permenkes yang beredar. 

“Narasumber di setiap wilayahnya, menunjukkan pola yang hampir sama dalam hal modus sunat itu sendiri, selain tempat di mana sunat dilakukan, alasan-alasan yang mendasari mengapa sunat dilaksanakan,” kata Rena.

Anita Dhewy

Redaktur Khusus Konde.co dan lulusan Pascasarjana Kajian Gender Universitas Indonesia (UI). Sebelumnya pernah menjadi pemimpin redaksi Jurnal Perempuan, menjadi jurnalis radio di Kantor Berita Radio (KBR) dan Pas FM, dan menjadi peneliti lepas untuk isu-isu perempuan
Republikasi artikel ini, klik tombol di bawah

Creative Commons License

1. Silakan lakukan republikasi namun tidak boleh mengedit artikel ini, cantumkan nama penulis, dan sebut bahwa artikel ini sumbernya dari konde.co, tautkan URL dari artikel asli di kata “konde.co”. Anda bebas menerbitkan ulang artikel ini baik online maupun cetak di bawah lisensi Creative Commons.

2. Artikel kami juga tidak boleh dijual secara terpisah atau menyebarkannya ke pihak lain demi mendapatkan keuntungan material.

Let's share!