Suami Melarangku Jadi PRT, Tapi Aku Bisa Meyakinkannya 

Saat bekerja menjadi Pekerja Rumah Tangga (PRT) saya menemukan jodoh, tapi suami saya ini sempat melarang saya bekerja menjadi PRT. Dia akhirnya memahami ini bahwa bekerja adalah hak semua orang.

Selama belasan tahun bekerja menjadi pekerja rumah tangga atau PRT ada banyak pengalaman yang saya dapatkan. Salah satunya adalah saat pandemi Covid-19 melanda dunia termasuk Indonesia pada tahun 2020 hingga tahun 2022 lalu. 

Saat itu saya sudah bekerja selama hampir tiga tahun di majikan saya. Kebijakan pemerintah menerapkan pembatasan kegiatan masyarakat membuat roda ekonomi tersendat. Majikan saya juga terdampak, sehingga pembayaran upah saya sempat tersendat selama hampir tiga bulan. Majikan saya beralasan, usahanya terdampak dan pendapatannya berkurang akibat Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat/ PPKM. 

Meski keberatan, saya tidak bisa berbuat apa-apa karena kondisi ekonomi saat itu memang sedang benar-benar sulit. Banyak pekerja yang di PHK. Saya pun lantas mencari majikan lain, karena ekonomi keluarga juga harus tetap berjalan. 

Dan, alhamdulillah saya berhasil mendapatkan pekerjaan baru dengan kondisi yang lebih baik dibanding sebelumnya. Saya diupah lebih besar dan upah saya dibayar tepat waktu dan lancar di setiap bulannya.

Meski tidak terlalu banyak, saya tetap bersyukur karena dalam kondisi sulit seperti saat itu saya masih memiliki penghasilan. Pokoknya selama dapur tetap ngebul dan anak-anak tetap bisa makan, saya akan jalani dengan segala kemampuan saya. 

Jauh sebelum pandemi melanda, saya juga pernah di PHK atau dirumahkan oleh majikan tanpa penjelasan soal mengapa saya diberhentikan. Saat itu saya juga tidak diberi pesangon. 

Saat Itu saya sangat terpukul karena mendadak tidak memiliki pendapatan sama sekali. Apalagi saat itu saya baru saja ditinggal oleh suami, sehingga harus menghidupi anak-anak saya seorang diri. Saya hanya bisa pasrah. Tapi saya percaya Allah maha baik. Di balik kesusahan pasti nantinya akan ada kebahagiaan di belakangnya.

Dan betul saja, kondisi ini yang berlangsung selama 6 bulan. Karena setelah itu saya kembali dipanggil untuk bekerja di rumah majikan saya. Alhamdulillah, karena ternyata di sana saya juga mendapatkan jodoh hehehe. 

Namun, saya kembali mendapatkan masalah karena suami sempat melarang saya untuk bekerja menjadi PRT dengan alasan biar dia saja yang bekerja mencari nafkah. Tapi saya tak segera mengiyakan. Karena dalam pemikiran saya mencari nafkah bukan hanya menjadi kewajiban laki-laki, perempuan juga punya kewajiban yang saya. Saya juga menjelaskan alasan saya ingin membantu keuangan keluarganya. 

“Selama pendapatannya halal dan tidak mengganggu kewajiban saya sebagai istri, saya tetap akan bekerja menjadi PRT,” ujar saya saat itu. 

Alhamdulillah setelah saya memberi penjelasan dan pengertian, akhirnya suamiku mengizinkan saya bekerja menjadi PRT. Dia juga mengizinkan saya bergabung di Serikat PRT Paraikatte yang menaungi PRT di Kota Makassar. 

Saya sangat bersyukur dengan kondisi ini, karena banyak hal yang bisa saya pelajari dengan bergabung di sini. Berkat adanya SPRT saya bisa meningkatkan keterampilan saya. Saya juga jadi tahu apa-apa saja tentang PRT yang sesungguhnya. Saya juga belajar hak-hak saya menjadi PRT. 

Alhamdulillah, sekarang saya berani berbicara di depan majikan tentang hak-hak PRT. Saya juga berani mengajak PRT lain untuk bergabung dengan SPRT Paraikatte. Saya juga berani memperjuangkan hari libur dan cuti. Tak ketinggalan tentunya kenaikan gaji dan tunjangan hari raya. 

Saya juga pernah ditunjuk mewakili SPRT Paraikatte untuk mengikuti Kongres PRT Nasional di Jakarta. Bersama para PRT dari sejumlah kota di Indonesia, kami dilatih untuk menjadi paralegal yang siap memberikan pendampingan bagi PRT yang mengalami kasus kekerasan. 

Pengalaman mengikuti Kongres PRT ini menjadi pengalaman yang tidak akan terlupakan. Karena untuk pertama kalinya saya melakukan perjalanan ke luar pulau dan bertemu dengan banyak rekan PRT dari seluruh kota di Indonesia. 

Dan, ini juga kali pertama saya naik pesawat terbang dan tidur di hotel. Satu hal yang tak pernah saya bayangkan sebelumnya. Tapi lebih dari itu semua, Ilmu yang saya dapatkan adalah hal yang tak ternilai harganya. 

Saya berharap, semoga ke depan SPRT akan menjadi lebih baik dan hak-hak PRT lebih dilindungi. Apalagi jika UU Perlindungan PRT disahkan.

KEDIP atau Konde Literasi Digital Perempuan”, adalah program untuk mengajak perempuan dan kelompok minoritas menuangkan gagasan melalui pendidikan literasi digital dan tulisanTulisan para Pekerja Rumah Tangga (PRT) merupakan kerjasama www.Konde.co yang mendapat dukungan dari Jaringan Nasional Advokasi Pekerja Rumah Tangga (JALA PRT)

Surianti

SPRT Paraikatte
Republikasi artikel ini, klik tombol di bawah

Creative Commons License

1. Silakan lakukan republikasi namun tidak boleh mengedit artikel ini, cantumkan nama penulis, dan sebut bahwa artikel ini sumbernya dari konde.co, tautkan URL dari artikel asli di kata “konde.co”. Anda bebas menerbitkan ulang artikel ini baik online maupun cetak di bawah lisensi Creative Commons.

2. Artikel kami juga tidak boleh dijual secara terpisah atau menyebarkannya ke pihak lain demi mendapatkan keuntungan material.

Let's share!