Suami Selingkuh, Pentingnya Perjanjian Harta Gono-Gini

Perjanjian pemisahan harta antara suami dan istri dijamin oleh undang-undang. Dalam situasi seperti apa perjanjian ini dibutuhkan dan apa saja yang perlu diperhatikan dalam proses pembuatannya?

Konde.co dan Koran Tempo punya rubrik ‘Klinik Hukum Perempuan’ yang tayang setiap Kamis secara dwimingguan bekerja sama dengan LBH APIK Jakarta, Kolektif Advokat untuk Keadilan Gender dan Kalyanamitra. Di klinik ini akan ada tanya jawab persoalan hukum perempuan. 

Tanya: Halo Klinik Hukum Perempuan, perkenalkan nama saya Sofie, pekerjaan karyawan swasta, sudah menikah dengan 2 anak. Saya ingin bertanya apakah saya dan suami bisa membuat perjanjian pisah harta tanpa harus melakukan perceraian? Saya ingin pisah harta dengan suami karena ia selingkuh. Perlu diketahui, selama dalam perkawinan hampir seluruh harta benda seperti rumah, mobil, motor, dan harta lainnya atas nama saya karena dibeli dari uang hasil jerih payah saya bekerja. Mohon pencerahannya, terima kasih.

Jawab: Halo Sofie, sejak tahun 2015 perjanjian mengenai pemisahan harta antara suami dan istri di dalam perkawinan boleh dilakukan. Hal ini diatur dalam Pasal 29 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (UU Perkawinan) joPutusan Mahkamah Konstitusi Nomor 69/PUU-XIII/2015 sebagai berikut:

1.Pada waktu, sebelum dilangsungkan, atau selama dalam ikatan perkawinan, kedua belah pihak atas persetujuan bersama dapat mengajukan perjanjian tertulis yang disahkan oleh pegawai pencatat perkawinan atau notaris, setelah mana isinya berlaku juga terhadap pihak ketiga sepanjang pihak ketiga tersangkut.

2.Perjanjian tersebut tidak dapat disahkan bilamana melanggar batas-batas hukum, agama dan kesusilaan.

3.Perjanjian tersebut mulai berlaku sejak perkawinan dilangsungkan, kecuali ditentukan lain dalam perjanjian perkawinan.

Selama perkawinan berlangsung, perjanjian perkawinan dapat mengenai harta perkawinan atau perjanjian lainnya, tidak dapat diubah atau dicabut, kecuali bila dari kedua belah pihak ada persetujuan untuk mengubah atau mencabut, dan perubahan atau pencabutan itu tidak merugikan pihak ketiga.

4.Berdasarkan penjelasan di atas, maka Sofie bisa membuat perjanjian pisah harta dengan suami. Karena suami Sofie berselingkuh, pemisahan harta harus dibuat dalam bentuk Akta Perjanjian Pisah Harta yang disahkan pegawai pencatat perkawinan atau notaris. Tujuannya untuk melindungi hak-hak Sofie sebagai istri, apabila di kemudian hari suami melakukan poligami. Selain itu, apabila Sofie terdesak memerlukan dana dan berniat menjual atau menjaminkan harta maka tidak lagi memerlukan persetujuan suami.

Akta pisah harta sebaiknya mencantumkan poin-poin penting yang tidak merugikan Sofie dan anak-anak secara hukum apabila terjadi perceraian atau persoalan hukum lainnya. Berikut adalah poin-poin penting yang harus ada dalam akta pisah harta:

1.Harta bawaan sebelum adanya perkawinan antara Sofie dan suami.

2.Kelangsungan karier Sofie, misal Sofie sebagai istri tetap memiliki hak untuk bekerja.

3.Kesepakatan mengenai pembagian tugas atau peran di dalam rumah tangga antara Sofie dan suami termasuk tanggung jawab terhadap pengasuhan dan nafkah anak.

4.Konsekuensi apabila terjadi perselingkuhan dari salah satu pihak.

5.Apabila ada tindak kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) dari suami.

Selain poin-poin di atas, Sofie bisa menambahkan hal lain berdasarkan situasi dan kebutuhan hak keperdataan dari adanya pemisahan harta dalam perkawinan.

Syarat pembuatan Akta Pisah Harta

1.KTP calon suami istri, atau suami istri.

2.Untuk WNA melampirkan paspor.

3.Fotokopi kartu keluarga.

4.Fotokopi akta nikah.

5.Proses dilakukan oleh notaris resmi.

6.Setelah akta notaris keluar, dilakukan pendaftaran di kantor pencatat nikah, supaya memenuhi unsur publisitasnya.

Lalu bagaimana status harta bersama atau gono-gini ketika terjadi perceraian padahal sudah dibuat perjanjian pisah harta? Apabila tali perkawinan antara suami-istri putus, pembagian harta bersama tetap akan mengacu pada Pasal 128 dan 129 KUHPerdata. Acuan lain adalah Pasal 37 UU Perkawinan yang berbunyi, “Bila perkawinan putus karena perceraian, harta bersama diatur menurut hukumnya masing-masing.”

Harta yang diperoleh suami-istri selama dalam ikatan perkawinan menjadi harta bersama, baik itu diperoleh secara tersendiri maupun bersama-sama. Begitu juga dengan harta yang dibeli selama ikatan perkawinan berlangsung. Tidak masalah siapa yang membeli atau apakah antar suami istri mengetahui pada saat pembeliannya bahkan atas nama siapa harta tersebut didaftarkan.

Pada beberapa kasus, agar harta yang dikumpulkan istri tetap jadi milik istri, sebelum gugatan perceraian diajukan ke pengadilan, dilakukan penyelesaian secara kekeluargaan dengan musyawarah. Suami membuat surat hibah atas sebagian harta yang dikumpulkan atau dibeli istri selama perkawinan, setelah itu baru mengajukan gugatan perceraian.

Perlu Sofie ketahui juga keberadaan perjanjian pemisahan harta di dalam perkawinan akan mengubah kewajiban pajak penghasilan (PPh) keluarga.

Secara umum di dalam perpajakan, keluarga dipandang sebagai satu kesatuan ekonomi. Penghasilan atau kerugian dari seluruh anggota keluarga dianggap sebagai satu kesatuan yang pemenuhan kewajiban pajaknya dilakukan oleh kepala keluarga. 

Status pisah harta berarti penghasilan Sofie dan suami akan dikenai pajak secara terpisah seperti dikehendaki secara tertulis melalui akta pisah harta. Status ini membuat Sofie akan memperoleh NPWP sendiri yang berbeda dari suami. 

Semoga penjelasan saya dapat membantu Sofie dalam pembuatan akta pisah harta.

(Jika kamu atau orang yang kamu kenal mengalami pelecehan seksual dan membutuhkan pendampingan hukum, kamu dapat menghubungi LBH APIK Jakarta atau Kolektif Advokat untuk Keadilan Gender.)

Sri Agustini

Advokat LBH Apik Jakarta
Republikasi artikel ini, klik tombol di bawah

Creative Commons License

1. Silakan lakukan republikasi namun tidak boleh mengedit artikel ini, cantumkan nama penulis, dan sebut bahwa artikel ini sumbernya dari konde.co, tautkan URL dari artikel asli di kata “konde.co”. Anda bebas menerbitkan ulang artikel ini baik online maupun cetak di bawah lisensi Creative Commons.

2. Artikel kami juga tidak boleh dijual secara terpisah atau menyebarkannya ke pihak lain demi mendapatkan keuntungan material.

Let's share!