Banyak Aturan, Hasil Tak Transparan: Upaya Cegah Kanker Jadi “PR” di Indonesia

Per 4 Februari diperingati Hari Kanker Sedunia. Momentum ini jadi evaluasi bagi pencegahan kanker di Indonesia yang masih punya "PR". Ada banyak aksi dan aturan, tapi laporan capaian indikator keberhasilan program tidak dibuka bagi publik.

Artikel ini untuk memperingati Hari Kanker Sedunia, 4 Februari.

Angka kejadian dan kematian akibat kanker meningkat dengan cepat secara global meski terdapat kemajuan dan inovasi dalam upaya pencegahan dan pengobatan kanker.

Tiga jenis kanker dengan angka kejadian tertinggi di dunia pada 2020 adalah kanker payudara, paru-paru, dan kolorektal (usus besar dan rektum). Kanker paru-paru menjadi penyebab utama kematian dalam kluster kanker.

Pertumbuhan populasi, kenaikan angka harapan hidup sehingga terjadi pertumbuhan populasi berusia tua (di atas 60 tahun), gaya hidup, serta perkembangan sosial dan ekonomi, semuanya berkontribusi terhadap meningkatnya beban kanker, terutama di negara berpenghasilan rendah dan menengah termasuk Indonesia.

Menurut data terbaru dari Globocan untuk tahun 2020, ada 141,1 kasus kanker baru per 100.000 orang di Indonesia, dan terdapat 85,1 kematian akibat kanker per 100.000 orang.

Kanker adalah penyebab kematian terbesar dari penyakit tidak menular, kedua setelah penyakit kardiovaskular (jantung dan pembuluh darah). Data WHO menunjukkan 18,6% dari 686.532 kematian dini di Indonesia pada 2016 adalah akibat penyakit tidak menular.

Riset terbaru menemukan bahwa 44,4% kematian akibat kanker secara global pada 2019 disebabkan oleh estimasi faktor risiko, yang meliputi faktor risiko lingkungan, perilaku, dan metabolisme. Faktor risiko itu bisa dicegah dengan kebijakan dan perubahan perilaku.

Kita perlu melihat capaian Indonesia dalam proses penanggulangan kanker nasional, beserta langkah-langkah yang dapat diambil untuk mempercepat tercapainya sasaran strategis. Ada banyak peraturan teknis dan aksi dari pemerintah untuk mencegah kanker tapi capaian programnya tidak terbuka.

Pencegahan adalah kunci

Hari Kanker Sedunia kali ini mengusung kampanye tiga tahun (2022-2024) dengan slogan “Close the Care Gap”. Kampanye ini meliputi upaya memahami masalah ketimpangan akses layanan kanker di seluruh dunia, menyatukan suara dan mengambil langkah aksi, serta menyuarakan suara publik kepada pihak pemangku kebijakan.

Upaya preventif atau pencegahan penyakit bertujuan untuk mengurangi risiko penyakit, memperlambat perkembangan, dan mencegah kematian dini. Tataran ilmu kesehatan masyarakat mengkategorikan upaya preventif sebagai pencegahan primer, sekunder, dan tersier.

Pencegahan primer mengubah lingkungan atau perilaku individu untuk menghindari penyakit. Pencegahan sekunder menargetkan individu tanpa gejala untuk menghentikan perkembangan penyakit. Tindakan pencegahan tersier mengelola penyakit dan meningkatkan kualitas hidup melalui tata laksana berkualitas untuk mengurangi kecacatan dan komplikasi.

Telah diketahui bahwa pencegahan primer penyakit kronis, seperti kanker, adalah strategi kesehatan masyarakat yang paling hemat biaya. Strategi pencegahan primer meliputi berhenti merokok, mengubah pola makan (misalnya, mengurangi konsumsi daging merah dan membatasi makanan berlemak), dan mempromosikan aktivitas fisik.

Mengubah variabel gaya hidup yang meningkatkan kemungkinan terkena kanker (seperti olahraga, berhenti merokok, dan nutrisi) dan obat-obatan protektif (seperti vaksinasi) adalah pendekatan utama lainnya dalam upaya pencegahan kanker.

Meski telah diketahui sejumlah strategi pencegahan primer yang efektif, strategi tersebut belum diadopsi secara luas. Sangat penting untuk para pemangku kebijakan menyadari bahwa pencegahan primer memerlukan perubahan yang lebih luas dalam tata kelola sosial, ekonomi, politik, lingkungan, dan budaya daripada hanya mengubah perilaku individu.

Jelas bahwa tindakan kolaboratif multisektoral yang menangani faktor sosial ekonomi penentu penyakit yang mendasari, tumpang tindih, dan saling terkait diperlukan. Kemampuan dan sumber daya yang memadai juga diperlukan, selain dukungan publik terhadap kebijakan tersebut.

Sebuah riset terbaru menyoroti bahwa sebagian besar beban kanker secara global memiliki potensi untuk untuk dicegah melalui intervensi yang ditujukan untuk mengurangi paparan faktor risiko kanker yang telah diketahui (pencegahan primer).

Selain itu, upaya pengurangan risiko kanker tersebut harus dilakukan bersama dengan strategi pengendalian kanker yang komprehensif. Hal ini mencakup upaya untuk mendukung skrining dan diagnosis dini (pencegahan sekunder) serta tata laksana yang efektif dan berkualitas (pencegahan tersier).

Peraturan cegah kanker

Indonesia memiliki sejumlah peraturan teknis untuk mencegah penyakit kanker.

Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 34 Tahun 2015 dan Nomor 29 Tahun 2017 mengatur program penanggulangan nasional untuk kanker payudara dan leher rahim, dua jenis kanker yang sering dijumpai di Indonesia. Peraturan ini untuk mengatasi beban kanker yang meningkat.

Tujuan utama program ini meliputi promosi kesehatan—khususnya, keterlibatan masyarakat dalam upaya pencegahan primer dan langkah-langkah pencegahan sekunder, seperti perluasan skrining dan diagnosis dini. Juga perbaikan sistem rujukan di antara fasilitas kesehatan primer.

Ada pula Keputusan Menteri Kesehatan Nomor HK.01.07/MENKES/14/2017 tentang Komite Penanggulangan Kanker Indonesia. Keputusan ini menjadi dasar pembentukan Komite Penanggulangan Kanker Nasional (KPKN) yang memiliki masa kerja hingga Desember 2019. KPKN mempunyai tugas membantu Kementerian Kesehatan dalam menyusun dan melaksanakan Rencana Aksi Penanggulangan Kanker Nasional.

Upaya ini diikuti dengan diberlakukannya registrasi kanker berbasis populasi di 14 provinsi, dengan cakupan 14% dari seluruh populasi dan memungkinkan mengumpulkan data kejadian kanker nasional.

Hal ini sejalan dengan Rencana Aksi Penanggulangan Kanker Nasional yang berisi 13 sasaran strategis. Sasaran itu mencakup peningkatan jumlah fasilitas layanan kesehatan terstandarisasi, sumber daya manusia terlatih, kualitas pemberian layanan kesehatan, keselamatan pasien, serta teknologi dan sumber daya di seluruh penyediaan perawatan kanker.

Penyusunan Pedoman Teknis Pengendalian Kanker Payudara dan Kanker Leher Rahim merupakan langkah baik dalam upaya penanggulangan kanker di Indonesia. Ini dapat menjadi contoh dalam proses penyusunan pedoman penanggulangan kanker yang komprehensif untuk semua jenis kanker.

Pedoman Strategi dan Langkah Aksi Pengembangan Registrasi Kanker Berbasis Populasi juga telah disusun untuk membantu melengkapi perbendaharaan pengetahuan serta asupan teknis bagi para pembuat kebijakan dan pengelola program.

Capaian indikator tak transparan

Pemerintah dan peneliti perlu menganalisis dan menginterpretasikan data kanker berbasis populasi. Hal ini dapat mendukung aksi di tingkat populasi yang bertujuan dalam mengurangi beban kanker.

Salah satu masalahnya adalah hingga artikel ini ditulis, penulis tidak dapat mengakses laporan capaian indikator keberhasilan program pencegahan kanker di Indonesia karena tidak dibuka bagi publik. Padahal, publik juga diharapkan ikut berperan dalam proses pengawasan implementasi dan evaluasi guna menjamin bahwa kegiatan yang dilakukan selaras dengan kepentingan masyarakat.

Selain itu, sebuah riset yang mengeksplorasi tren penelitian kanker di Indonesia menemukan kurangnya keragaman dan cakupan studi terkait kanker di Indonesia. Riset dasar menjadi jenis riset yang paling banyak dieksplorasi di Indonesia dan berpusat utamanya di Jawa.

Kita butuh lebih banyak riset tentang layanan kesehatan, kebijakan, kesehatan masyarakat, dan riset implementasi, serta dengan cakupan wilayah yang lebih luas. Riset ini juga menyoroti adanya peluang penguatan kapasitas penelitian dalam negeri dengan cara kolaborasi internasional untuk mendukung organisasi penelitian di Indonesia.

Untuk mencapai hal ini, peneliti butuh akses terhadap data yang terbuka lebar bagi peneliti-peneliti kanker dari seluruh dunia.

Sudah saatnya Indonesia terbuka dan menghilangkan pembatasan akses penelitian bagi peneliti internasional serta tidak lagi melihatnya sebagai upaya mendominasi wajah riset Indonesia.

Pemerintah Indonesia dapat belajar dari keahlian yang dimiliki peneliti internasional, dengan misalnya mewajibkan keterlibatan seorang Indonesia dalam substansi penelitian dan dalam posisi yang setara. Riset ini penting untuk mengevaluasi dan merekomendasikan kebijakan untuk mencegah kanker yang lebih tepat sasaran terhadap populasi Indonesia.

Artikel ini terbit pertama kali di The Conversation. Baca artikel sumber.

Melani Ratih Mahanani

PhD Researcher in Epidemiology, Heidelberg Institute of Global Health, Germany, University of Heidelberg
Republikasi artikel ini, klik tombol di bawah

Creative Commons License

1. Silakan lakukan republikasi namun tidak boleh mengedit artikel ini, cantumkan nama penulis, dan sebut bahwa artikel ini sumbernya dari konde.co, tautkan URL dari artikel asli di kata “konde.co”. Anda bebas menerbitkan ulang artikel ini baik online maupun cetak di bawah lisensi Creative Commons.

2. Artikel kami juga tidak boleh dijual secara terpisah atau menyebarkannya ke pihak lain demi mendapatkan keuntungan material.

Let's share!