Edisi Khusus Hari Perempuan Internasional: Puan Maharani Dalam Pusaran RUU PPRT

Untuk urusan RUU Perlindungan PRT, dari banyak anggota DPR, nama Ketua DPR RI, Puan Maharani lah yang kemudian banyak disebut akhir-akhir ini. Sebanyak 1000 perempuan kemudian mencari Puan Maharani ke Gedung DPR RI dalam aksi Hari Perempuan Internasional, 8 Maret 2023 hari ini.

Di hari Perempuan Internasional 8 Maret 2023, Konde.co menyajikan laporan khusus soal RUU Perlindungan PPRT untuk mencari tahu, kenapa sudah 19 tahun RUU PPRT parkir di DPR.

Sore itu, kantor Jala PRT tampak ramai. Puluhan perempuan Pekerja Rumah Tangga (PRT) bersama para aktivis perempuan melakukan rapat di kantor Jala PRT Jumat, 3 Maret 2023. 

Rapat ini dilakukan untuk menyiapkan aksi Hari Perempuan Internasional 8 Maret 2023 yang bertajuk “1000 Perempuan Mencari mbak Puan” yang digelar hari ini, 8 Maret 2023. 

Ketua DPR RI, Puan Maharani yang dituju. Mutiara Ika, koordinator aksi dari Perempuan Mahardhika menyatakan dalam rapat, sebagai sesama perempuan, mereka berharap mbak Puan akan keluar dari gerbang DPR RI.

“Kami berharap Mbak Puan menemui 1000 perempuan yang menunggu, agar DPR RI segera mengesahkan RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT).”

Diantara para PRT yang ikut rapat, beberapa dari mereka sedang melakukan aksi puasa. Puasa ini dilakukan para PRT secara massal di 7 kota di Indonesia. Jakarta, Yogya, Makassar, Semarang, Surabaya, Sumenep dan Bandung sejak peringatan Hari PRT Nasional, 15 Februari 2023. Mereka berbondong-bondong melakukan puasa, karena mereka percaya bahwa di dalam puasa selalu ada doa-doa.

“Apalagi yang bisa dilakukan oleh wong cilik seperti kami mbak, kami hanya bisa puasa dan doa-doa agar semua doa kami dikabulkan,” ujar salah satu PRT yang mengikuti rapat.

Aksi 1000 Perempuan Mencari mbak Puan bukan aksi yang pertama kali. Setiap Rabu, para PRT dari Jala PRT, bersama Koalisi Sipil untuk Pengesahan UU PPRT telah melakukan aksi. Awalnya di depan istana pada 21 Desember 2022. Setelah Presiden Jokowi menyatakan dukungannya pada RUU PPRT, aksi Rabuan sejak akhir Desember 2023 hingga sekarang dipindah ke DPR. Ada 2 fraksi yang masih alot kala itu belum memberikan dukungan, PDIP dan Golkar, sedangkan semua partai lainnya sudah menyatakan dukungannya.

Sudah macam-macam aksi yang dibuat PRT, aksi gembok raksasa, aksi puasa, aksi kirim surat untuk Mbak Puan, dan terakhir aksi serbet raksasa. Seperti puluhan pekerja rumah tangga (PRT) yang berbaris rapi di gerbang gedung DPR di Jakarta pada Rabu pagi (1/ 3). Mereka membentangkan spanduk-spanduk tuntutan pengesahan RUU Perlindungan PRT. Kali ini, mereka datang membawa surat-surat PRT yang mestinya bisa diserahkan untuk Ketua DPR, Puan Maharani. 

Muniroh, perempuan yang bekerja sebagai PRT di Jakarta membacakan suratnya. Ia menjadi PRT sejak 1986 saat masih berusia 13 tahun. Sekarang usianya 37 tahun, Muniroh masih harus jadi PRT karena jadi tulang punggung keluarga. Dia mesti bertahan hidup agar ketiga anaknya bisa makan dan sekolah. 

“Sebagai PRT itu tidaklah mudah dan banyak lika-likunya. Masalah yang saya alami, karena perilaku ketidakadilan, eksploitasi, diskriminasi dan mendapatkan perilaku yang tidak baik seperti pelecehan seksual di usia yang masih muda dulu,” kata Muniroh. 

Para perempuan PRT yang memakai kaos merah menyala dan serbet di kepala ini, mewakili suara PRT dan keluarga PRT di seluruh Indonesia. Setidaknya ada lebih dari 600 surat-surat yang terkumpul datang dari PRT dan keluarganya di berbagai desa maupun kota di Indonesia.

Dari ratusan surat itu, puluhan surat kemudian digantung di pagar depan gedung DPR melalui sebuah ‘spanduk surat’ pada aksi Rabu-an PRT itu. 

Pengesahan UU PPRT, bagi Muniroh, sangatlah mendesak. Puluhan tahun jadi PRT, tapi belum ada keadilan yang memihak. Dia minta agar Puan Maharani bisa segera mengesahkan UU PPRT. “Saya selalu bangga dengan kampanye Anda, bahwa akan bantu ‘wong cilik’. Salah satunya PRT yang perlu payung hukum karena PRT belum merasakan sila ke-5: Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia,” lanjutnya. 

Mulyani pun menuliskan suratnya untuk Puan Maharani. Perempuan yang jadi PRT sejak lulus SMP itu, pernah bekerja di tiga rumah pada seorang majikan tanpa adanya upah tambahan. Dia tidak dapat lemburan. Tidak pula ada waktu istirahat cukup. “Kami PRT diperlakukan seperti budak yang tak punya rasa capek,” ucapnya.

Begitu pun dengan Rabia, PRT dari Kupang yang pernah jadi korban kekerasan. Dia seringkali dimaki. Sering pula dikatai babu. Padahal pekerjaannya sebagai PRT tidaklah gampang, namun realitanya dia tidak punya daya saat digaji kecil. “Saya sangat berharap UU PPRT disahkan,” tegasnya. 

Surat Muniroh, Mulyani, Rabia adalah sebagian dari sekian banyak suara-suara PRT yang terus menggelorakan perjuangannya. Selama nyaris dua dekade ini atau 19 tahun sejak draft RUU PPRT pertama diajukan. Pantang menyerah, selama 19 tahun memperjuangkan agar segera diundangkan. 

(PRT menuliskan ‘Surat untuk Mbak Puan’ Saat Aksi di depan Gedung DPR RI, 1 Maret 2023/ JALA PRT)

Audiensi ke Pimpinan DPR 

Semua cara sudah dilakukan. Seperti terlihat dua pekan lalu saat momentum Peringatan Hari PRT Nasional, para PRT dan koalisi masyarakat sipil pendukung pengesahan RUU PPRT, setelah aksi serbet raksasa dilakukan, mereka masuk ke gedung DPR RI. Puluhan orang memenuhi depan gedung DPR sejak pukul 10 pagi pada Rabu (15/2) untuk aksi bentangkan serbet raksasa. Hujan tak jadi soal, yang penting serbet tetap mengembang.

Anggota Komisi IV Fraksi PKB DPR RI, Luluk Nur Hamidah, mendatangi para PRT peserta aksi. Fraksi PKB selama ini memang menyatakan sikap tegasnya mendukung RUU PPRT. Baik saat rapat di DPR atau pun aksi-aksi koalisi pendukung pengesahan RUU PPRT.

Selang beberapa jam paska aksi ini, Konde.co kemudian mengikuti pertemuan antara JALA PRT yang dikoordinatori Lita Anggraini dengan Wakil Ketua DPR RI, Rachmat Gobel di ruang rapat gedung DPR. Hadir pula perwakilan fraksi Nasdem, Charles Meikyansyah dan Taufik Basari. 

Lita menyampaikan, sudah 2,5 tahun lebih RUU PPRT mandek di meja pimpinan DPR. Dia mempertanyakan, pernyataan komitmen Presiden Joko Widodo pada 18 Januari 2023 lalu, yang tak berdampak signifikan terhadap sikap pimpinan DPR. Utamanya, Ketua DPR RI. 

“Ternyata respons Ketua DPR justru menganggap tidak urgen, perlu kajian,” kata Lita kepada Konde.co pada 18 Januari 2023.

Ia terang menyebut, desakannya untuk pimpinan DPR RI untuk bisa satu suara mengusahakan RUU PPRT segera jadi RUU inisiatif DPR. Sebab selama ini, kompromi soal substansi draft RUU PPRT sebetulnya sudah banyak dilakukan. Agar DPR bisa segera mengesahkan jadi UU. 

“Tapi kalau belum diinisiatifkan ya belum win-win solution, padahal kami sudah berusaha 78 kali merevisi RUU ini. Sampai bahasanya, apa sih maunya DPR ini? Kita turuti, monggo. Kan yang berwenang men-draft itu juga DPR, apalagi pemerintah Pak Jokowi satu partai (PDIP) dengan Bu Ketum,” ungkapnya.

“Jadi, saya bertanya apa sebetulnya, konstelasi politik (yang terjadi–red), sebegitunya kah terhadap PRT?,” imbuh Lita. 

Lita menyinggung soal situasi kekerasan PRT yang genting dan butuh perlindungan UU. Kasus terbaru yang didampinginya, ada PRT yang diminta makan kotoran anjing. Tangannya disulut. Kepalanya dibenturkan. Belum lagi, PRT yang mengalami eksploitasi ekonomi, hingga pelecehan dan kekerasan seksual. 

Konde.co juga pernah merangkum kisah PRT di 7 kota di Indonesia dalam liputan khusus memperingati Hari PRT nasional 2022.  Konde.co mendapatkan data, ada PRT bernama Sunarti yang serba kelaparan, makanannya terbatas dan ia disiksa oleh majikannya. Suningsih, Pekerja Rumah Tangga (PRT) di Bumiayu, mendapatkan kekerasan, ia ditembak majikannya sampai lumpuh, dan menjadi cacat seumur hidup. Ada juga PRT yang tidur dengan anjing dan hanya boleh masuk lift barang. 

Catatan JALA PRT, sepanjang 2017-2022 ada lebih dari 2.600 kasus kekerasan yang dialami PRT. Setiap hari setidaknya ada 10-11 kasus yang dilaporkan.

“Apakah itu gak cukup? Apakah mau menginginkan korban bertambah lagi?”

(Grafik Jumlah PRT dan Kasus Kekerasan PRT/ Diolah Tim Konde.co)

Sebagai bagian dari pimpinan DPR RI saat ini, Wakil Ketua DPR RI, Rachmat Gobel, mengaku begitu mengapresiasi perjuangan dan semua aksi yang dilakukan oleh PRT dan koalisi masyarakat sipil pendukung RUU PPRT. 

Dia menegaskan, dirinya dan beberapa pimpinan DPR maupun fraksi-fraksi di DPR mengharapkan RUU PPRT ini segera disahkan. Politisi Nasdem itu bilang, partainya sejak awal juga telah mendukung upaya itu. Pihaknya melihat, PRT punya peran penting. Di samping, adanya kasus-kasus kekerasan PRT yang membutuhkan payung hukum. 

“Kami sadar betul. Kenapa kami mau berjuang. Bukan cuma melindungi tapi mendorong peran PRT yang lebih besar,” ujar Gobel di kesempatan itu. 

Peran PRT ini merujuk pada kerja-kerja PRT yang dianggapnya sangat membantu berjalan baiknya urusan domestik rumah tangga. Sampai juga mendorong perekonomian negara. Misalnya saja melalui dukungan PRT untuk para pekerja produktif.

“Bagaimana pemberi kerja juga memanusiakan manusia,” imbuhnya. 

Di internal DPR, Gobel juga menyampaikan bahwa partai Nasdem selama ini bukan hanya menyuarakan pentingnya pengesahan RUU PPRT. Namun juga melakukan lobi-lobi. Baik itu dari interupsi langsung saat pembahasan agar pro perlindungan PRT sampai mendorong usul inisiatif di baleg, yang daya dorongnya lebih besar dibandingkan inisiatif fraksi. 

Taufik Basari mengungkap dalam rapat Badan Musyawarah (Bamus) di DPR terakhir yang Ia hadiri secara virtual, pihak pimpinan DPR—termasuk yang hadir Wakil Ketua DPR RI Rachmat Gobel,  sebetulnya mengatakan pihak pimpinan bilang telah mendapat masukan soal RUU PPRT. Sehingga, draft RUU yang sejak 2020 tertahan di meja pimpinan DPR itu, Ia pun berharap bisa segera ditindaklanjuti usai masa reses. 

“Mudah-mudahan, katanya (Pimpinan–red) begitu. Mudah-mudahan dalam masa sidang berikutnya (14 Maret 2023) kita bisa agendakan ke paripurna, tinggal kita kawal itu,” kata Taufik. 

Taufik Basari menyatakan, tahapan RUU PPRT dengan dibawa ke paripurna itu masih merupakan tahapan awal. Artinya, baru menjadi usulan DPR yang akan dikirimkan ke pemerintah. Pemerintah dalam tahap selanjutnya akan menerbitkan Surat Presiden (Surpres) dan mengirimkan Daftar Inventaris Masalah (DIM). Lalu menunjuk siapa yang akan menjadi penanggung jawab dan siapa yang akan membahas di tingkat 1 (satu).  

Jadi, bahwa nanti substansinya masih bisa berubah dengan DIM, itu juga masih sangat terbuka. Itu perjuangan berikutnya lagi.  

“Ya sekarang perjuangan kita, bahwa itu sampai ke ‘lapangannya’: Ayo kita bahas bersama. Itulah yang kita harapkan. Teman-teman (JALA PRT) juga melakukan lobi-lobi dengan fraksi lain,” katanya. 

Menanggapi pernyataan itu, Lita dari JALA PRT, mengungkapkan bahwa pihaknya telah melakukan komunikasi  dengan fraksi-fraksi di DPR. 

Sudah 19 tahun diadvokasi, tak bisa masuk paripurna DPR. Padahal jika sudah masuk rapat paripurna, tinggal sejengkal perjuangannya.

(Aksi PRT Menuntut Pengesahan RUU PPRT/JALA PRT)

RUU PPRT Dalam Konstelasi Politik DPR

Sehari usai statement Presiden (18/2), Puan Maharani lalu menyampaikan tanggapannya soal RUU PPPRT. Dia bilang, sejak awal sampai periode sekarang dirinya ingin pembahasan RUU ini mengedepankan kualitas dan kehati-hatian. 

“Kami mengedepankan untuk bisa melaksanakan pembahasan UU itu secara berkualitas (dengan tidak buru-buru),” kata Puan dikutip Konde.co dari siaran resmi DPR (19/2).  

Politisi PDIP yang merupakan anak Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarno Putri itu, menyampaikan agar tetap menghargai proses tahapan RUU PPRT jadi UU. Baginya, ini penting agar tercipta payung hukum komprehensif. Bukan hanya untuk PRT, tapi juga Pekerja Migran Indonesia (PMI). 

“Yang harus kita lihat adalah apa substansi yang akan dibahas. Kemudian, bagaimana masukan dari masyarakat dan tentunya internal pemerintah dan DPR,” lanjutnya. 

Sampai saat ini, dirinya mengklaim belum menerima laporan pembahasan substansi RUU PPRT. Baik dari komisi terkait maupun Baleg DPR RI. “Kita akan mencerna, mendiskusikan, dan melihat bagaimana hal itu harus dibahas seperti apa, dan dalam prolegnas itu kan, kami juga punya prioritas UU tertentu,” kata Puan. 

Diketahui sejak Februari 2020, DPR telah menetapkan RUU PPRT masuk dalam long list Prolegnas 2020-2024. Bahkan sejak Desember 2022 silam, RUU ini telah masuk ke dalam Prolegnas Prioritas 2023, bersama dengan 38 RUU lainnya yang akan dibahas DPR bersama Pemerintah pada 2023 ini.

Luluk Nur Hamidah dari Fraksi PKB DPR RI bilang, pasca dikeluarkannya statement Presiden Jokowi soal dorongan pengesahan RUU PPRT, memang belum cukup ‘menggerakkan’. Misal pada rapat paripurna terakhir sebelum reses yang mestinya dijadikan kesempatan percepatan pengesahan RUU PPRT ini, malah RUU Omnibus Law (RUU Kesehatan) yang didahulukan. 

“Berarti kita harus sabar lagi, sampai bulan Maret. Ini kan semacam buying time (membuang waktu) yang dilakukan oleh, kita harus menyebut, ya Ketua DPR (Puan Maharani). Karena memang faktanya Wakil Ketua yang lain menyepakati, tapi ya karena Ketua DPR ini tidak setuju, nah ini tetap tertahan,” ujar Luluk saat ditemui Konde.co dalam aksi PRT (15/2). 

Menurut Luluk, pihak yang belum mendukung penuh RUU PPRT ini menganggap masih ada pasal-pasal krusial yang menurut mereka tidak cocok dengan ‘nilai’ dan ‘kepentingan’ mereka. 

Padahal sebetulnya, RUU PPRT saat ini Ia pandang sudah jelas mengatur soal hak dan kewajiban bukan hanya PRT. Namun, juga pemberi kerja dan lembaga penyalur kerja.  

“Yang jadi kekhawatiran partai yang menolak ini, kita bingung juga ya, karena yang jadi kekhawatiran ini, mana yang jadi masalah? Dalam RUU ini diatur semua perjanjian berdasarkan asas kesepakatan. Kalau PRT sepakat dengan ‘aturan main’ dengan ketetapan bersama, ini jadi dasar kontrak kedua belah pihak,” terang dia. 

Maka dari itu, pihaknya mendorong agar urgensi RUU PPRT ini bisa dipahami oleh semua fraksi di DPR. Utamanya yang masih belum setuju. Ia mengajak pula untuk mengawal dan menuntaskan RUU PPRT ini agar segera disahkan. 

“Karena ini dari awal ya inisiatif DPR, ya kita tuntaskan kerjaan kita. Kalau semenjak awal kita sudah tidak niat baik untuk membuat UU, kenapa gak pemerintah yang dari awal mengajukan?”  

Konde.co lalu berupaya mengonfirmasi lebih lanjut soal sikap PDIP soal UU PPRT kepada Ketua Fraksi PDIP DPR, Utut Adianto. Namun sampai berita ini ditayangkan, belum ada respons mengenai sikap partainya. Majalah Tempo pada Senin, 6 Maret 2023 menuliskan wawancara dengan Utut Adianto bahwa belum ada hal mendesak untuk mengesahkan RUU PPRT. 

Berarti jika dipetakan, semua partai sudah melakukan dukungan, kecuali PDIP. Golkar yang awalnya tidak bersuara, kini bersuara melakukan dukungan.

Ketua Fraksi Golkar DPR RI, Firman Soebagyo menyatakan partainya mendukung, hanya beberapa pasal yang partainya belum mendukung, yaitu asas kekeluargaan dan pasal pidana.

Poin pertama soal kekeluargaan yang dimaksud Firman, dia menggambarkan pada banyaknya PRT yang selama ini bisa bekerja bukan berdasarkan ‘kontrak sesuai aturan hukum’. Melainkan, pemanggilan PRT yang berdasarkan kekerabatan dan gotong royong. Misalnya, karena PRT ingin pulang kampung, maka ketika ada saudara atau kerabatnya yang tidak bekerja dan bersedia menggantikan, maka pemberi kerja memanggilnya. PRT itu bisa ‘bantu-bantu’ buat cuci mobil atau juru masak. 

“Daripada yang di rumah nganggur. Itulah yang namanya asas gotong royong. Itu yang belum diatur, makanya kami minta itu yang diatur,” kata Firman kepada Konde.co melalui sambungan telepon, Senin (6/3). 

Politisi Golkar itu bilang, konsep kekeluargaan yang dia sendiri terapkan di rumahnya kepada PRT itu, seperti PRT yang sudah Ia klaim dianggap “keluarga”. Makan apa yang keluarganya makan sampai mendapatkan berbagai fasilitas dan insentif tambahan. Meskipun, Firman tampaknya masih menggunakan istilah “pembantu” dibandingkan “pekerja” rumah tangga. 

“Pembantu saya itu bisa punya rumah, bisa saya ajak umrah, ini itu, makan tidur gratis istilahnya, baju setiap tahun, ada gaji ke-13, kalau gak pulang dapat satu gaji lagi. Dan masih buat rumah, kita kasih modal,” kata dia. 

Maka dari itu, Firman membantah tudingan jika sikap Partainya yang belum juga menyetujui RUU PPRT ini karena “takut terbongkar” jika memperlakukan PRT kurang baik. “Ya gak mungkinlah.. Golkar itu sudah banyak yang mandiri.. Justru yang saya sampaikan tadi adalah melindungi semua pihak.. Justru kita itu malah positif,” bantahnya. 

Poin kedua, Firman menyoroti soal hak dan kewajiban dalam RUU PPRT. Persepsinya, ketentuan sanksi semestinya bukan diperuntukkan untuk melindungi PRT saja. “Pengguna (pemberi kerja) itu jangan (yang) dikenakan sanksi terus,” lanjut Firman. 

Dalam draft RUU PPRT yang diterima Konde.co, disebutkan ketentuan pidana (Pasal 30) menyebutkan pemberi kerja yang mendiskriminasi, mengancam, melecehkan dan/atau menggunakan kekerasan fisik kepada PRT, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 dipidana dengan pidana penjara paling lama 8 tahun atau denda paling banyak Rp 125 juta. 

Ia menekankan, semestinya sanksi juga bisa diterapkan bagi PRT yang merugikan pemberi kerja secara tindak pidana. Ia mencontohkan pada kasus PRT yang berbuat kekerasan terhadap anak pemberi kerja saat mengasuh. Kasus lainnya, saat PRT punya itikad tidak baik dengan kongkalikong dengan penjahat untuk mencuri harta pemberi kerja. Maka, hal-hal seperti itu yang menurut Firman harus dijamin dalam RUU PPRT agar juga bisa melindungi pemberi kerja. 

“Selama itu diakomodir dan itu diperbaiki maka Golkar akan mendukung karena memang ada kebutuhan,” ucapnya. 

Dia bilang, Partai Golkar saat ini pada posisi mengikuti proses mekanisme dan prosedur yang semestinya saja. Usai reses DPR ini, pihaknya juga menyerahkan sepenuhnya kepada pimpinan DPR. Golkar  juga tak mau ‘ikut campur’ untuk misalnya mendorong partai PDIP, sebagai partai yang dianggap “paling sulit” mengesahkan RUU PPRT ini. Yang jelas, Golkar saat ini sudah mendukung RUU PPRT.

Artinya, RUU PPRT kini masih menunggu nasibnya. Jika sampai selesai reses DPR, tanggal 14 Maret 2023, RUU PPRT ini tak juga digubris oleh pimpinan DPR, maka PRT akan mogok makan. 

“Saya sampaikan lagi, kami akan mogok makan. Apalagi jika tidak terjadi perkembangan untuk tanggal 14 Maret ini,” pungkas Lita Anggraini, koordinator JALA PRT. 

(Infografis Alur Perjalanan RUU PPRT Sejak 2004-Sekarang/ JALA PRT)

(Foto: Facebook Puan Maharani)

(Tulisan Ini Merupakan Bagian dari Program “Suara Pekerja: Stop Kekerasan dan Pelecehan di Dunia Kerja” yang Mendapat Dukungan dari VOICE”)

Nurul Nur Azizah

Bertahun-tahun jadi jurnalis ekonomi-bisnis, kini sedang belajar mengikuti panggilan jiwanya terkait isu perempuan dan minoritas. Penyuka story telling dan dengerin suara hujan-kodok-jangkrik saat overthinking malam-malam.

Let's share!

video

MORE THAN WORK

Mari Menulis

Konde mengundang Anda untuk berbagi wawasan dan opini seputar isu-isu perempuan dan kelompok minoritas

latest news

popular