In The Name of God: A Holy Betrayal, Perkosaan Dan Kekerasan Dari Yang Mengaku “Juru Selamat”

Trigger Warning! Dokumenter ini bisa saja sangat triggering terhadap trauma kekerasan dan pelecehan seksual. Meski begitu, dokumenter ini penting untuk menyadarkan dan meningkatkan kewaspadaan atas adanya 'sekte-sekte menyesatkan' seperti yang marak di Korea Selatan sampai saat ini.

Sepekan lebih setelah penayangan perdana di Netflix pada 3 Maret 2023, film dokumenter ‘In The Name of God: A Holy Betrayal’, masih ramai diperbincangkan. 

Bukan saja isi dokumenter yang menggambarkan betapa ngerinya ‘sekte sesat’ terhadap korbannya, tapi juga ancaman-ancaman yang terjadi pasca dokumenter ini ditayangkan. 

Sebab sampai saat ini, sekte-sekte di Korea Selatan termasuk yang disebutkan dalam dokumenter itu, masih hidup. Pengikut fanatiknya pun, masih terus ada. 

Dalam dokumenter yang mengeksplorasi 4 sekte di Korea Selatan yaitu JMS, Five Oceans, The Baby Garden, dan Manmin Central Church ini, penonton mendapatkan peringatan pemicu trauma di pembuka film dokumenter yang totalnya 8 episode ini. “Tayangan berisi adegan yang melibatkan anak di bawah umur serta penggambaran realistis tentang pelecehan seksual.”

Cuplikan rekaman suara kekerasan seksual yang dialami salah satu korban JMS, sebut saja MY, menjadi pembuka dokumenter. MY menyetujui rekaman itu diputar agar tak ada korban lagi seperti dirinya. “Aku ingin mengungkap kebenaran,” kata MY.

Mengingat per 22 September 2022, pemimpin sekte JMS, Jeong Myeong Seok, yang masih dalam proses hukum dan menyangkal adanya kekerasan seksual terhadap MY. MY dan keluarga pun mendapatkan tekanan yang besar dari pengikut JMS yang masih aktif. Terlebih, saat mereka tau MY speak up lewat dokumenter ini.

Tahun 2012 adalah awal perkenalan MY dengan JMS. Dia dihampiri oleh mahasiswa di lokasi perbelanjaan. Dia juga sering dihubungi lewat telepon. Saat masa kelas 2 SMA, MY yang tengah mengalami depresi akibat keluarga dan perundungan di sekolah, MY dalam fase mempertanyakan soal kehidupan: ‘Apa arti hidup? Apa itu cinta?’ 

Di tengah kebimbangan MY usia remaja inilah, mahasiswa anggota dari JMS itu mendalilkan al-kitab dan memperkenalkan MY kepada Jeong Myeong Seok. “Dia menyuruhku menyembah Tuhan dengan hati yang bersih, karena aku adalah mempelai-NYA,” kata MY. 

Istilah ‘mempelai’ Tuhan inilah, yang kemudian terungkap sebagai kasus kekerasan seksual yang banyak menimpa para pengikut perempuan di sekte JMS. Mayoritasnya adalah perempuan usia muda dan tinggi paling tidak 170 cm. 

Dogma-dogma patriarkis yang Jeong Myeong lakukan, juga pengaturan atas otoritas tubuh perempuan. Dia mengancam pengikut perempuannya untuk ‘menjaga kesucian’ jika tidak ingin dibenci Tuhan, dengan tidak berhubungan seksual dengan laki-laki lain. Namun di satu sisi, dia memperkosa mereka. 

Jeong Myeong juga melakukan penindasan dengan menyebarkan ancaman dan teror bagi pengikutnya atau siapapun yang ingin ‘kabur’ ataupun membuka kedoknya. 

Manipulasi Korban Berdalih Pengkultusan

Salah satu benang merah dari keempat sekte itu, manipulasi untuk menggaet pengikut sekte. Dengan relasi kuasa yang dimiliki, mereka yang mendaku sebagai ‘Mesias’ tersebut menanamkan doktrin-doktrin Ketuhanan kepada para pengikutnya. Beserta ancaman-ancaman yang menyertainya.  

Pada sekte JMS, manipulasi korban perempuan dengan motif eksploitasi seksual dan perkosaan terjadi. Mereka menjadi objek seksual Jeong Myeong, dengan dalih pengkultusan terhadap ‘kasih Tuhan’ yang disalurkan melalui hubungan seksual. 

Objektifikasi seksual terhadap perempuan juga dilakukan Jeong Myeong juga dilakukan melalui foto-foto dengan pose baju terbuka sampai telanjang saat dia dipenjara. Jeong bahkan memanipulasi hal tersebut menjadi tingkatan ‘level iman’. 

Pastor Lee Jae Rock, pemimpin Gereja Manmin pun melakukan eksploitasi seksual dengan menjual ‘mukjizat’. Dia yang mengklaim dirinya melakukan penyembuhan rohani dengan doa, melakukan pelecehan bahkan pemerkosaan kepada pengikut perempuannya. Dalihnya, “pemeriksaan oleh Tuhan”.

Korban kekerasan seksual dalam praktik sekte di Korsel itu tidak hanya perempuan. Tapi, laki-laki juga menjadi korban. Itu terjadi pada sekte The Baby Garden yang dipimpin oleh Kim Ki Soon. Dengan narasi ‘mengkultuskan Tuhan’ dia memanipulasi korbannya untuk mau melakukan hubungan seksual dengannya. Eksploitasi seksual yang dilakukannya itu dia klaim sebagai bagian dari ‘keistimewaan dekat dengan Tuhan’. 

Selain pelecehan dan kekerasan seksual, Kim Ki Soon juga melakukan kekerasan terhadap anak-anak. Untuk menganiaya sampai meninggal seorang atas dasar “dirasuki roh jahat”, dia bahkan memerintahkan orang tua dan keluarga dari anak itu melakukannya. Dia juga melakukan pembunuhan atas dasar kebencian pada perempuan (femisida) karena tuduhan perempuan itu menggoda anak laki-laki Kim Ki Soon. 

Tak hanya itu, Kim Ki Soon juga memanipulasi pengikutnya dengan menjanjikan “surga dunia”. Tapi, sebetulnya Kim Ki Soon mengeksploitasi pengikutnya untuk bekerja keras tak kenal waktu dan hidup tak layak. Termasuk para perempuan dan anak-anak. Padahal, Kim Ki Soon hidup bermewah-mewahan. 

Sama halnya dengan Kim Ki Soon dari The Baby Garden, manipulasi lain yang dilakukan Lee Jae Rock itu  juga berupa penarikan uang pengikutnya untuk pengobatan. Dalam setiap doa yang dia sematkan, dia mendapatkan amplop uang bahkan barang-barang mewah seperti mobil. Di dokumenter itu diungkap, uang yang Ia sebut sebagai ‘pengembangan gereja’ itu banyak berakhir di meja judi. 

Begitupun dengan The Five Oceans. Penemuan 32 mayat di plafon sebuah pabrik itu, memunculkan sosok perempuan bernama Park Soon Ja sebagai pemimpin The Five Oceans yang juga turut meregang nyawa. Sebelum kematiannya, Park Soon Ja juga terlibat kasus penipuan atas pinjaman berbunga kepada para pengikutnya.  

Setelah kasus kematiannya, penyelidikan kemudian mengerucut kepada Perusahaan Dagang Samwoo, yang didirikan oleh Yoo Byeong-un. Dia digadang-gadang sebagai pemimpin ‘Sekte Keselamatan’ yang oleh pengikutnya dipuja sebagai ‘Yesus yang Hidup’ ‘Mesias’ atau ‘Roh Kudus’. 

Di kota-kota besar Korsel seperti Gwangju, Daegu, Busan dan Daejeon, Yoo Byeong menunjuk beberapa orang untuk mengumpulkan uang padanya. Termasuk Park Soon Ja, yang bertugas mengumpulkan pinjaman pribadi di daerah Daejeon. Jadi dugaannya, Park Soon Ja hanyalah salah satu antek dari Yoo Byeong di sekte.

Ancaman Kebebasan Pers Dan Teror Yang Terus Ada

Tak hanya menyebarkan teror bagi pengikutnya yang membelot atau siapapun yang membahayakan ‘kepentingan’ sekte, mereka itu juga mengancam kebebasan pers. Para jurnalis yang akan menyiarkan laporannya soal gereja Manmin, diteror dan digagalkan siarannya. 

Dalam episode Manmin Central Church, para pengikut dan fanatisme gereja Manmin menyerbu stasiun kantor penyiaran publik Korsel, Munhwa Broadcasting Corporation (MBC), sesaat sebelum jam tayang laporan soal Manmin. Lebih dari 5  bus dari mereka mendatangi kantor MBC, merangsek ke lantai 4 gedung ruang penyiaran, dan melakukan teror kepada para jurnalis. 

“Mereka meneriaki namaku dan nama produser lain yang terlibat. Mereka teriak ‘Tangkap mereka!” ujar salah seorang produser pemberitaan di MBC. 

Keluarga dari jurnalis MBC juga ada yang menerima teror. “Saat itulah, aku mendapat telepon dari istriku. Dia mengadu ada banyak panggilan ancaman yang dia terima sejak pagi. Istriku ketakutan. Mereka bahkan mengancam putriku saat itu masih TK,” ujar produser yang lain. 

Di luar dan dalam gedung, pengikut gereja Manmin itu terus meneriaki MBC agar menghormati mereka. Sambil seraya mengatai produser pemberitaan MBC adalah ‘iblis’ karena memfitnah pendeta mereka. “Mereka mencengkram kerahku dan mengataiku bajingan jahat,” kata Produser MBC, Yoon Gil Yong. 

Para pengikut Manmin itu kemudian berlarian ke ruang kontrol penyiaran utama dan berupaya menggagalkan siaran. Saat anggota gereja Manmin berhasil menekan tombol, (gambar) zebra akan muncul. Siaran MBC itu kemudian dirusak. 

“Secara tak langsung, (kejadian itu) menunjukkan pada semua orang alasan mereka disebut aliran sesat dan kelompok agama palsu,” ujar pihak MBC. 

Tak berapa lama sejak pembuatan dan tayangnya dokumenter oleh sutradara sekaligus produser MBC, Cho Sung Hyun, reaksi pengikut sekte juga masih terus terjadi. 

Pihak JMS sempat mengajukan penolakan penayangan pemimpin mereka kepada pengadilan. Menurut mereka, tayangan ini sebagai bentuk pencemaran nama baik dan berisi kebohongan yang menggiring opini publik. Namun, pihak pengadilan menolak pengajuan pihak JMS itu dan memutuskan dokumenter ini tetap bisa ditayangkan. Dokumenter ini disebut sesuai dengan fakta yang ada serta dampaknya diharapkan bisa menyadarkan publik atas ‘sekte sesat’ di Korsel.  

Di sisi lain, sutradara Cho Sung Hyun dikabarkan juga masih mendapat banyak ancaman dari pengikut sekte-sekte yang ditampilkan di dokumenter itu. Pada konferensi pers (10/3/2023), Netflix bahkan sampai mengambil langkah ekstra untuk melindungi Cho Sung Hyun. 

Setelah sebelumnya, Cho Sung Hyun juga mendapatkan ancaman dan dikuntit secara misterius selama proses shooting dokumenter. Seperti halnya yang diperlihatkan dalam dokumenter episode pertama yang serupa dialami oleh korban JMS, MY, saat mengungkap kasusnya. 

Meskipun di KoreaBoo, Cho Sung Hyun mengatakan, dokumenter ini hanya memuat 10% dari kejadian aslinya. Namun, penonton mesti memperhatikan peringatan pemicu trauma ketika akan menonton film dokumenter ini. Seperti pada kekerasan seksual ataupun tragedi kematian yang cukup traumatis.

Edukasi publik soal ‘sekte-sekte menyesatkan’ melalui film dokumenter ini begitu penting. Sebab ini bisa berguna untuk meningkatkan kesadaran dan kehati-hatian.  

(Sumber Gambar: IG Netflix)

Nurul Nur Azizah

Bertahun-tahun jadi jurnalis ekonomi-bisnis, kini sedang belajar mengikuti panggilan jiwanya terkait isu perempuan dan minoritas. Penyuka story telling dan dengerin suara hujan-kodok-jangkrik saat overthinking malam-malam.
Republikasi artikel ini, klik tombol di bawah

Creative Commons License

1. Silakan lakukan republikasi namun tidak boleh mengedit artikel ini, cantumkan nama penulis, dan sebut bahwa artikel ini sumbernya dari konde.co, tautkan URL dari artikel asli di kata “konde.co”. Anda bebas menerbitkan ulang artikel ini baik online maupun cetak di bawah lisensi Creative Commons.

2. Artikel kami juga tidak boleh dijual secara terpisah atau menyebarkannya ke pihak lain demi mendapatkan keuntungan material.

Let's share!