Orang Tua Membentak Dan Pukuli Anak, Bisakah Dilaporkan?

Kekerasan terhadap anak adalah pelanggaran, termasuk oleh orang tuanya sendiri. Ini bisa dilaporkan dengan UU KDRT dan UU Perlindungan Anak. Pelaku bisa mendapat ancaman pidana paling lama 15 tahun dan juga denda sampai Rp 3 miliyar jika sampai anak meninggal dunia.

Konde.co dan Koran Tempo punya rubrik ‘Klinik Hukum Perempuan’ yang tayang setiap Kamis secara dwimingguan bekerja sama dengan LBH APIK Jakarta, Kolektif Advokat untuk Keadilan Gender dan Kalyanamitra. Di klinik ini akan ada tanya jawab persoalan hukum perempuan. 

Tanya: Halo Kak, nama saya Janes. Saya punya tetangga yang anaknya sering dimarahin, seperti dibentak-bentak, bahkan disiksa orangtuanya. Apa yang bisa saya lakukan dalam kondisi ini? Apakah memungkinkan jika saya melaporkan orangtuanya? Lalu saya harus melaporkan orangtuanya? Saya harus melapor kemana, Kak? Apa upaya hukum yang harus dilakukan?

Jawab: Halo Kak Janes, terima kasih telah menghubungi Klinik Hukum Perempuan, perkenalkan saya Mona Ervita dari Kolektif Advokat untuk Keadilan Gender. Sebelumnya terima kasih telah memberitahukan kejadian ini kepada kami, dan tentu segala bentuk kekerasan yang dialami oleh anak-anak tidak dapat dibenarkan, sekalipun dilakukan oleh orang tuanya sendiri. 

Berdasarkan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 101 Tahun 2022 Tentang Strategi Nasional Penghapusan Kekerasan Terhadap Anak (“Stranas PKTA”) bahwa perkembangan kasus Kekerasan terhadap Anak di Indonesia Tahun 2016-2020 berdasarkan jenisnya, secara berturut-turut menunjukkan kasus tertinggi pada jenis Kekerasan seksual, fisik, psikis, dan penelantaran. Umumnya Kekerasan yang dialami oleh Anak cenderung diterima lebih dari 1 (satu) jenis Kekerasan.  Berdasarkan laporan dari Anak yang pernah mengalami Kekerasan, pelaku Kekerasan adalah orang terdekat, teman sebaya, dan orang dewasa yang dikenal.

Atas kejadian tersebut, seorang anak yang mengalami kekerasan psikis dan fisik yang dilakukan oleh Orang Tuanya, merupakan bagian dari Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) sebagaimana disebutkan dalam Pasal 5 huruf a dan b Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (“UU KDRT”). Selanjutnya di Pasal 2 ayat (1) menjelaskan lingkup terjadinya kekerasan dalam rumah tangga yang meliputi:

  1. Suami, isteri, dan anak;
  2. Orang-orang yang mempunyai hubungan keluarga dengan orang sebagaimana dimaksud pada huruf a karena hubungan darah, perkawinan, persusuan, pengasuhan, dan perwalian, yang menetap dalam rumah tangga; dan/atau
  3. Orang yang bekerja membantu rumah tangga dan menetap dalam rumah tangga tersebut. 

Kekerasan fisik adalah setiap tindakan yang mengakibatkan atau mungkin mengakibatkan kerusakan atau sakit fisik seperti menampar, memukul, memutar lengan, menusuk, mencekik, membakar, menendang, ancaman dengan benda atau senjata dan pembunuhan (Unicef, 2000). Orang tua yang tidak mampu menahan emosi saat anak membuat marah, terkadang melakukan tindakan dengan cara kekerasan seperti mencubit, menjewer, bahkan menyebabkan luka-luka hingga mengalami trauma. (Maknun, 2016).

Selanjutnya di angka 4 menyebutkan, korban yang mengalami kekerasan dan/atau ancaman kekerasan dalam lingkup rumah tangga tersebut, diberi perlindungan untuk memberikan rasa aman kepada korban yang dilakukan oleh pihak keluarga, advokat, lembaga sosial, kepolisian, kejaksaan, pengadilan, atau pihak lainnya baik sementara maupun berdasarkan penetapan pengadilan.  

Dalam UU KDRT, setiap orang (termasuk orang tua anak tersebut) yang melakukan perbuatan kekerasan fisik dalam lingkup rumah tangga dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau denda paling banyak Rp. 15.000.000,00 (lima belas juta rupiah). 

Selain merujuk pada UU KDRT, peristiwa ini juga merujuk pada Undang-Undang Perlindungan Anak. Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskrimnasi. Yang dimaksud dengan anak dalam Undang-Undang Perlindungan Anak, yaitu seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan. 

Perlu Kakak Janes ketahui bersama bahwa Anak berhak untuk mendapatkan perlindungan dan keadilan atas apa yang menimpa mereka. Sehingga, kita sebagai masyarakat turut serta apabila melihat kejadian atau peristiwa kekerasan terhadap anak. Pasal 13 ayat (1) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak (“UU Perlindungan Anak”) yang menyatakan bahwa setiap anak selama dalam pengasuhan orang tua, wali, atau pihak lain mana pun yang bertanggung jawab atas pengasuhan, berhak mendapatkan perlindungan dari perlakuan:

  1. Diskriminasi
  2. Eksploitasi, baik ekonomi maupun seksual;
  3. Penelantaran;
  4. Kekejaman, kekerasan, dan penganiayaan;
  5. Ketidakadilan; dan
  6. Perlakukan salah lainnya. 

Jika dilakukan oleh orang tua, wali atau pengasuh anak melakukan bentuk perlakuan sebagimana dimaksud, maka pelaku dikenakan pemberatan hukuman. 

Pertanyaan yang Kakak Janes utarakan sebelumnya, apakah dapat membantu si anak tersebut dengan melaporkan orang tuanya. Tentu bisa, Masyarakat memiliki peran dalam penyelenggaran Perlindungan Anak yang dilakukan dengan cara  melaporkan kepada pihak berwenang jika terjadi pelanggaran Hak Anak (Pasal 72 ayat 3 huruf c UU Perlindungan Anak). Hal yang harus dilakukan oleh Kakak Janes sendiri pertama melaporkan Ketua RT atau RW setempat. Hal ini dilakukan untuk mendapatkan perolehan bukti yang cukup. Bukti dan saksi adalah hal yang terpenting untuk melaporkan suatu adanya peristiwa pidana. Hal ini bertujuan untuk melindungi Kak Janes dari kriminalisasi atas laporan dan dianggap melakukan fitnah atau menyebarkan berita bohong sebagaimana dalam Pasal 263 ayat (1) KUHP, karena masuk dalam lingkup privasi keluarga tentu tidaklah mudah. 

Jika telah mendapatkan bukti yang cukup serta saksi yang memadai, selanjutnya dapat melaporkan ke Komisi Perlindungan Anak (“KPAI”) sebagaimana yang tertera dalam situs www.kpai.go.id. KPAI bertugas menerima dan melakukan penelaahan atas pengaduan Masyarakat mengenai pelanggaran Hak Anak (Pasal 76 huruf d UU Perlindungan Anak). Pihak KPAI akan segera menghubungi Kakak Janes, untuk tindakan lebih lanjut. Kakak Janes juga dapat melaporkan kejadian ini ke pihak Kepolisian setempat dengan cara sebagai berikut: 

  1. Datang ke Kantor Kepolisian setempat untuk membuat Laporan Polisi di bagian Layanan SPKT, nantinya akan diarahkan pada bagian Perlindungan Perempuan dan Anak (“PPA”);
  2. Selanjutnya pelapor memberikan keterangan dengan sejumlah bukti dan saksi, yang nantinya akan ditindaklanjuti oleh pihak Kepolisian. 

Peristiwa yang dialami oleh anak tetangga Kakak Janes, Pelaku mendapatkan ancaman atas tindak pidana tersebut dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun 6 (enam) bulan dan/atau denda paling banyak Rp 72 juta. Jika mengalami luka berat, maka pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 100 juta. Apabila si anak meninggal dunia, maka pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 3 miliar. Pidana ditambah sepertiga dari ketentuan sebagaimana dimaksud apabila melakukan penganiyaan tersebut dari orang tuanya. 

Berikut yang dapat saya sampaikan, terima kasih. 

Mona Ervita

Advokat dari Kolektif Advokat untuk Keadilan Gender
Republikasi artikel ini, klik tombol di bawah

Creative Commons License

1. Silakan lakukan republikasi namun tidak boleh mengedit artikel ini, cantumkan nama penulis, dan sebut bahwa artikel ini sumbernya dari konde.co, tautkan URL dari artikel asli di kata “konde.co”. Anda bebas menerbitkan ulang artikel ini baik online maupun cetak di bawah lisensi Creative Commons.

2. Artikel kami juga tidak boleh dijual secara terpisah atau menyebarkannya ke pihak lain demi mendapatkan keuntungan material.

Let's share!