4 Hal Sensasional di Persidangan AG: Dalam Kasus Penganiayaan D

Ada 4 hal sensasional yang terjadi dalam persidangan AG. Sensasionalisme ini dilakukan oleh hakim, pengadilan, media dan persebaran video persidangan.

Berita tentang persidangan AG (15), anak perempuan yang dihukum 3,5 tahun penjara atas kasus penganiayaan terhadap D (17), mendapat sorotan dari masyarakat karena rekaman persidangan yang tersebar luas di media sosial. 

Namun, berita serta komentar-komentar yang beredar lebih banyak menyoroti mengenai hubungan seksual yang dilakukan oleh AG dengan Mario (20).

Dalam Sidang Vonis anak AG Senin, 10 April 2023 disinggung mengenai isi BAP Mario yang memuat bahwa AG dan korban D pernah melakukan hubungan seksual pada 17 Januari 2023. Berita mengenai sidang vonis anak AG inipun menyebar di media sosial. Dalam rekaman yang sempat didapatkan netizen dari salah satu akun media sosial berita nasional itu, sempat terdengar mengenai hubungan seksual antara AG dan Mario yang dibacakan oleh Hakim, Sri Wahyuni Batubara di pengadilan negeri Jakarta Selatan

Melihat persidangan ini, ada 4 hal sensasional yang terjadi pada persidangan AG:

1. Reaksi Negatif dan Sensasionalisme di Media dan Media Sosial

Masyarakat ramai terutama di media sosial membicarakan hal tersebut dan memberikan reaksi yang lebih berfokus pada hubungan seksual yang dilakukan AG dan Mario, dan menjadikannya bahan pergunjingan. Media pun banyak melakukannya, hanya fokus menulis soal hubungan seksual yang dilakukan AG. Lihat saja judul-judul berikut di media:

Mario Dandy Ajak AG Bersetubuh 5 Kali, Benarkah Tanda Hiperseks?

Hakim Sri Wahyuni Beberkan Agnes Bersetubuh 5 Kali dengan Mario Dandy

Bukannya Trauma, AG Justru Bersetubuh Berkali-kali dengan Mario usai Ngaku Diperkosa David

2. Sidang Dilaksanakan Secara Terbuka

Sidang terhadap AG dilakukan secara terbuka, padahal AG masih anak-anak. Walaupun pihak Pengadilan Negeri Jakarta Selatan mengatakan bahwa mereka membatasi jumlah pengunjung yang dapat hadir di ruang sidang anak, namun sidang tetap saja dilakukan secara terbuka dan suasana dalam sidang yang tersebar meluas.

3. Hakim Tidak Berperspektif Korban

Hakim tunggal Sri Wahyuni Batubara dalam sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) menyatakan bahwa korban, D tidak bersalah atas tuduhan persetubuhan paksa dan pelecehan seksual terhadap AG (perempuan berusia 15 tahun). Hakim menyatakan bahwa peristiwa tersebut tidak terbukti kebenarannya. 

“Karena kalau seorang anak dipaksa melakukan persetubuhan akan mengalami trauma,” begitu kata Hakim Sri Wahyuni.

Dalam pertimbangan hakim dalam putusannya mengatakan persetubuhan itu memang terjadi. Hanya tak disertai dengan adanya paksaan. “Bahwa anak (AG) tidak mengalami hal tersebut (persetubuhan paksa),” ujar Hakim Sri Wahyuni.

Dalam hal ini, keputusan hakim dinilai tidak berpihak pada korban. Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) merekomendasikan agar Komisi Yudisial (KY) memeriksa hakim Sri Wahyuni Batubara terkait persidangan AG. 

KPAI menganggap bahwa Hakim Sri melanggar prinsip dan hak dasar anak yang berkonflik dengan hukum dengan membacakan aktivitas seksual AG dengan Mario secara rinci dalam sidang terbuka, yang bertentangan dengan kode etik dan pedoman perilaku hakim. Hal ini dapat meningkatkan frekuensi labelling pada anak dan menambah trauma pada anak, padahal Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA) berusaha keras untuk menjauhkan anak dari dampak buruk peradilan pidana.

4. Yang Terjadi pada AG adalah bentuk Child Grooming

Yang terjadi pada AG merupakan tindakan grooming. Grooming adalah modus memikat anak yang membuat seseorang akrab yang berujung korban dieksploitasi dan dimanipulasi. Sayangnya peraturan khusus mengenai child grooming di Indonesia tidak diatur secara spesifik, bahkan di banyak negara lainnya. Bahkan dari seluruh penjuru dunia, hanya 63 negara yang mempunyai peraturan terkait child grooming (Oktaviani, D. L., Mulyawati, K. R. (2020). Kebijakan Hukum Terhadap Tindak Pidana Child Grooming)

Ika Ariyani

Staf redaksi Konde.co
Republikasi artikel ini, klik tombol di bawah

Creative Commons License

1. Silakan lakukan republikasi namun tidak boleh mengedit artikel ini, cantumkan nama penulis, dan sebut bahwa artikel ini sumbernya dari konde.co, tautkan URL dari artikel asli di kata “konde.co”. Anda bebas menerbitkan ulang artikel ini baik online maupun cetak di bawah lisensi Creative Commons.

2. Artikel kami juga tidak boleh dijual secara terpisah atau menyebarkannya ke pihak lain demi mendapatkan keuntungan material.

Let's share!