Dear Ortu, Mudik Ini Aku Gak Bisa Penuhi Keinginanmu untuk Nikah dan Punya Anak 

Konde.co membuat survei di media sosial tentang apa saja yang membuat para perempuan resah saat mudik lebaran. Rata-rata pada menjawab: ditanya kapan kawin, sudah sukses belum, sampai pertanyaan: kapan punya anak?

Mudik Lebaran selalu jadi momen yang ditunggu-tunggu banyak orang, terutama oleh orangtua yang berharap ketemu anak-anaknya. Rumah juga jadi ramai kalau anak dan saudara pulang.

Kultur keluarga besar di Indonesia sangat erat dan menempati posisi yang penting dalam kehidupan sehari-hari. Maka banyak orang yang menggunakan THRnya atau nabung untuk mudik

Harapannya sih mudik akan menjadi momen yang membahagiakan. Tapi mungkin bagi sebagian orang, ada yang merasa resah saat mudik. Bisa jadi karena mereka punya pilihan hidup yang berbeda dari orangtua

Konde.co membuat survei di media sosial apa yang meresahkan orang-orang yang mudik saat lebaran:

1.Ditanya Kapan Nikah?

Pertanyaan yang paling sering ditanyakan adalah: kapan nikah? Setelah bilang belum menikah, maka pertanyaan selanjutnya adalah:kamu punya pasangan, gak?

Seringkali ada hal-hal yang membuat kita bete, canggung, terutama ketika kita ingin berbicara tentang pilihan hidup yang berbeda dengan keluarga.

Misalnya, ketika kita sedang pacaran dengan orang yang berasal dari suku atau agama yang beda, padahal orangtua selalu berpesan untuk mencari pasangan yang sesuku dan seagama. Bagaimana cara menjelaskan keadaan kita saat mudik nanti tanpa menimbulkan konflik?

2. Kerja dimana? Sudah sukses belum?

Sudah kerja belum? Kerja dimana? Ini pertanyaan yang seringkali ditanyakan untuk pengin tahu sesukses apa kita.

Misal sudah punya pekerjaan sebagai freelancer, tapi berat untuk pulang kampung karena khawatir diserang dengan pertanyaan seperti:

“Kok belum jadi PNS sih?” atau “Kapan mau jadi PNS?”

Seringkali kenyataannya beda. Banyak anak-anak yang meski telah menyelesaikan pendidikan, tetapi ketika memulai hidup di kota yang baru, mereka tidak memiliki pekerjaan yang cukup memberi kesejahteraan. Entah karena masalah skill pribadi, atau manajemen di tempat kerja yang buruk, persaingan yang ketat, tidak punya koneksi dan jaringan yang bisa membantu, atau ya karena dewi fortuna belum berpihak saja pada mereka. Akhirnya orang tua merasa kecewa. Kamu pun yang ingin menjadi anak berbakti juga kecewa pada diri sendiri. Karena mungkin selama ini ukuran kebahagiaanmu adalah saat orangtua bahagia.

Pandangan tentang pekerjaan dan karir yang berbeda ini seringkali menjadi sumber konflik antara orangtua dan anak. Orangtua mungkin lebih cenderung memilih pekerjaan yang stabil dan menguntungkan secara finansial, sedangkan anak-anak lebih tertarik dengan pekerjaan yang memungkinkan mereka mengejar passion mereka dan memberikan kepuasan pribadi. Perbedaan dalam cara berpikir dan pandangan hidup antara orangtua dan anak juga dapat menyebabkan gap generasi yang semakin lebar.

Maka dari itu, penting untuk mengubah persepsi yang salah tentang pekerjaan freelance. Kita dapat menunjukkan kepada orang tua atau keluarga bahwa pekerjaan ini dapat memberikan penghasilan yang stabil dan bahkan lebih tinggi dibandingkan dengan pekerjaan tetap, terutama jika kita memiliki keahlian khusus atau memiliki portofolio yang kuat. Menjadi freelancer juga dapat memberikan fleksibilitas yang lebih besar dalam hal waktu kerja, sehingga kita dapat memprioritaskan kebutuhan keluarga dan keseimbangan hidup yang sehat.

BACA JUGA:

‘Kapan Nikah? Berapa Anaknya?’: Pertanyaan Basa-Basi Ini Bisa Jadi Stigma Buat Kamu

‘Kapan Nikah? Mau Kerja Dimana Habis Lulus Kuliah?’: Pertanyaan Retoris Dan Bikin Tak Nyaman

Kalau Gak Mudik Kangen, Mudik Dikejar Pertanyaan “Kapan Nikah?”

Terkadang, keluarga bisa merespon dengan reaksi yang negatif dan membuat kita merasa down. Namun, meskipun keluarga sering membuat down saat kita menjelaskan pilihan hidup kita, penting untuk diingat bahwa kita memiliki kebebasan untuk memilih jalur hidup kita sendiri.

3.Sudah Hamil? Orang tua Ingin Menimang Cucu

Orangtua di kampung seringkali berharap besar pada anak-anak mereka yang merantau ke kota. Mereka berharap anak-anak mereka bisa sukses dengan membawa kebahagiaan dan keberuntungan bagi keluarga dan desa mereka. 

Bagi yang ingin memiliki anak, sering kali mengalami tekanan dan pertanyaan yang tidak nyaman dari keluarga besar saat pulang kampung. Tidak jarang mereka ditanya.

“Kapan kamu punya anak?”, “Sudah coba ke dokter belum?”, atau “Ada apa sih kok belum juga punya anak?”

Takut tidak bisa menahan emosi dan menangis di depan keluarga besar, akhirnya membuat enggan untuk mudik Lebaran. 

Pada kenyataannya, tidak semua orang bisa dengan mudah memiliki anak. Ada banyak faktor yang bisa mempengaruhi, seperti faktor genetik, gaya hidup, dan faktor lingkungan. Bahkan, dengan berbagai upaya medis yang dilakukan, belum tentu bisa menjamin keberhasilan kehamilan.

4.Kog Gemuk Sekarang?

Pertanyaan yang sering dilontarkan adalah soal tubuh

“Kog, gemuk sekarang? Kog, kurusan, sakit ya? Stres ya?.”

Kalau ditanya kok gemuk sekarang? Jawab saya iya, udah bisa beli makan sendiri, duitnya bukan duit utang jadi daging semua. Kalau dijawab lagi, oh punya duit dong terus dimintain utang, jawab aja: duitnya udah habis buat beli makan biar gemuk, takut kurus atau stres kayak sampeyan sibuk cari utang mulu.

Apa yang Bisa Kamu Lakukan? Berani Sampaikan Pendapatmu

Apa yang bisa kamu lakukan?. Pertama-tama, jangan panik dan tetap tenang. Ingatlah bahwa keputusan hidup adalah hak kita sebagai individu dan tidak ada yang bisa mengatur hidup kita selain diri kita sendiri. Ketika keluarga bertanya tentang pilihan hidup kita, cobalah untuk menjelaskan dengan tenang dan jelas tentang apa yang sedang kita jalani saat ini. Dan juga jangan langsung merasa terancam atau merasa harus mempertahankan hubungan tersebut dengan sengit.

Jelaskan dengan penuh keyakinan tentang pacar kita yang berbeda suku atau agama. Intinya kamu sendiri harus yakin pada apa yang sedang kamu dan pacar jalani. Kalau kamu sendiri masih ragu dengan hubungan kalian, bagaimana kamu bisa meyakinkan orangtua? 

Cobalah untuk menjelaskan dengan baik dan jujur tentang bagaimana kalian bertemu, bagaimana pacarmu setia merawatmu saat sakit ketika merantau dan jauh dari keluarga, betapa besar dukungannya dalam pendidikan dan pekerjaanmu. Mudah-mudahan cerita tentang ketulusan itu bisa meluluhkan hati keluarga. Hal ini mungkin juga bisa kamu terapkan saat ingin coming out tentang orientasi seksual, atau ingin memberitahukan bahwa sudah pindah agama kepada keluarga.

Demikian juga bagi yang tahun ini ingin mudik ke rumah orangtua sendiri, tidak selalu ke rumah mertua. Mulailah bicara dengan pasangan dan keluarga mertua. Bagi beberapa keluarga yang masih menganut nilai patriarki yang kuat, menganggap bahwa setelah menikah, istri menjadi milik keluarga suami, sehingga pulang ke rumah orangtua sendiri pun menjadi hal yang sulit bahkan bisa menjadi konflik. Beranilah untuk membicarakannya dengan tegas dan sopan kepada keluarga mertua. Atau buatlah kesepakatan untuk selang seling bergantian mudik, bisa juga dengan membagi hari libur untuk mengunjungi orangtua dan mertua.

Mungkin tidak semua keluarga akan menerima dengan mudah pilihan hidup kita yang berbeda. Ada kemungkinan bahwa mereka akan merasa kecewa, marah, atau bahkan menjatuhkan kita. Namun, jangan biarkan itu membuat kita merasa terpuruk atau meragukan pilihan hidup kita sendiri.

Tetaplah menghargai perasaan keluarga, namun jangan lupa bahwa pilihan hidup kita adalah hak kita sebagai individu. 

Cobalah untuk menjalin dialog yang terbuka dan menghargai satu sama lain, tanpa harus saling menjatuhkan atau merendahkan. Siapa tahu, mungkin dengan seiring waktu keluarga akan lebih bisa menerima pilihan hidup kita.

Ika Ariyani

Staf redaksi Konde.co
Republikasi artikel ini, klik tombol di bawah

Creative Commons License

1. Silakan lakukan republikasi namun tidak boleh mengedit artikel ini, cantumkan nama penulis, dan sebut bahwa artikel ini sumbernya dari konde.co, tautkan URL dari artikel asli di kata “konde.co”. Anda bebas menerbitkan ulang artikel ini baik online maupun cetak di bawah lisensi Creative Commons.

2. Artikel kami juga tidak boleh dijual secara terpisah atau menyebarkannya ke pihak lain demi mendapatkan keuntungan material.

Let's share!