Edisi Khusus Perempuan Muda dan Keberagaman: Suster Mariati, Biarawati Perawat Toleransi Agama

Suster Mariati adalah teladan bagi kami. Ia memupuk rasa toleransi antar lintas iman, hal-hal penting yang dilakukan Suster Mariati setiap hari.

Di bulan Ramadhan ini, Konde.co menyajikan tulisan khusus dari para perempuan muda soal refleksi mereka tentang keberagaman. Edisi ini bisa kamu baca mulai 10-16 April 2023.

Perkenalkan namaku Luthfiani Fitri Ramadhan, aku akan menceritakan tentang seorang biarawati yang merawat toleransi lewat perdamaian lintas agama, beliau bernama Suster Mariati.

Suster Mariati, adalah sapaan yang akrab didengar oleh para pemuda Jogja lintas iman. Suster CB ( Carolus Borromeus ) berumur 53 tahun ini merupakan biarawati dalam bingkai keberagaman yang bekerja untuk merawat perdamaian pemuda Jogja lewat kegiatan sosial dan merawat lintas iman berbagai pemuda yang menjadi latar simbol perdamaian. Suster Mariati juga diutus mengkoordinir salah satu unit karya dari Yayasan Syantikara yakni Syantikara Youth Center (SYC)

Memupuk rasa toleransi antar lintas iman sudah menjadi aktivitasnya sehari – hari. Bukan tanpa tujuan, memiliki semangat sesama makhluk ciptaan Tuhan merupakan motivasi yang timbul untuk selalu berbuat baik terhadap siapa pun tanpa membeda – bedakan. 

Tidak ada batasan latar belakang saat Suster Mariati berinteraksi, bahkan rasa hangat dan toleransi datang terpancar memenuhi ruangan. Fokus pelayanan yang diberikan merupakan cerminan yang dilakukan oleh Suster Mariati yaitu pendampingan kaum muda, pemberdayaan, dialog lintas iman serta keadilan perdamaian dan keutuhan ciptaan. Suster Mariati juga menebarkan sikap toleransi dan memberikan kontribusi nyata akan persatuan dalam keberagaman di semua kalangan.

Memasuki bulan Ramadan misalnya, beliau sangat antusias turut serta berpartisipasi meramaikan bersama warga dan aku adalah salah satu peserta yang ada di dalamnya. Event – event yang diadakan membuat aku kagum dan tertarik, pasalnya kehangatan serta kekeluargaan terpancar mengalir begitu saja tanpa melihat latar belakang lintas iman para peserta.

Ketika bulan puasa, Suster Mariati menyiapkan takjil seperti membuat snack kecil dan salah satu minuman kesehatan yang dibuat dari kebun SYC sendiri seperti minuman jeruk, sereh dan sari telang untuk dibagikan secara cuma – cuma kepada para pemuda Jogja yang melintas di kawasan SYC dan sekitarnya.

Event yang paling menarik yang aku ikuti adalah ketika para pemuda Jogja mengikuti acara buka bersama baik event yang diadakan di SYC sendiri maupun di lingkungan warga, bahkan Suster Mariati juga mengajak aku untuk mengikuti acara buka bersama di salah satu pondok pesantren yang ada di Bantul Jogja.

Ketika event buka bersama berlangsung, kami para peserta disambut dengan baik dan dipersilahkan duduk di tempat duduk yang telah disediakan, setelah itu kami diajak untuk menyanyikan lagu Indonesia Raya dan salah satu lagu tentang keberagaman. Setelah itu, kami diajak diskusi atau dialog keberagaman bersama dengan para peserta agar kita semua dapat sharing tentang keberagaman itu sendiri sehingga memperkuat persatuan dan kesatuan kami sesama makhluk hidup dan memberikan ruang peran untuk saling menjaga akan indahnya toleransi. 

Yang tak kalah menarik, pada saat itu, salah satu peserta buka bersama adalah putra atau anak dari pengasuh pondok pesantren besar yang ada di Jogja, Suster Mariati pun merasa senang dan kami semua bercengkrama bersama dalam satu meja makan. Mendekati waktu adzan berkumandang, kami dibagikan takjil, seperti minuman jeruk, sereh, sari telang buatan dari kebun SYC sendiri, bubur kacang ijo dan nasi kotak. Kami menikmati hidangan yang telah disediakan lalu kami foto bersama dan ketika kami pulang pun dibagikan paket sahur secara cuma – cuma, betapa indahnya toleransi dan kebersamaan yang aku rasakan pada saat itu.

BACA JUGA:

Mengucapkan Selamat Hari Raya Pada Teman Beda Agama Itu Bukan Dosa

Tempat atau venue event buka bersama selanjutnya yang aku ikuti adalah di Aula Masjid Center UGM bersama komunitas teman – teman disable tuli. Event ini aku ikuti tahun lalu pasca pandemi Covid – 19. Kegiatan ini dilaksanakan di Lantai 2 tepatnya. Sebelum memasuki ruangan, aku dan peserta lainnya parkir di basement bawah masjid dan akses untuk menuju lantai 2 kita menggunakan fasilitas lift yang disediakan. 

Lalu kami saling sapa – menyapa antar peserta. Ketika acara dimulai, kami saling memperkenalkan diri masing – masing tentang nama dan asal tempat tinggal. Saat kami berbicara dan memperkenalkan diri ada 2 peserta sebagai penerjemah sehingga kita dapat mengerti komunikasi satu sama lain. Selama acara berlangsung, kami sharing tentang pengalaman teman – teman tuli terhadap dampak adanya pandemi Covid – 19 terutama pada aspek ekonomi dan kegiatan sehari – hari yang sangat berdampak pada kehidupan teman – teman tuli.

Tak hanya itu, Suster Mariati juga ikut meramaikan pasar Ramadhan dan Bazar di daerah Jogja bersama warga setempat untuk menyambut buka puasa guna bersama – sama belajar meningkatkan ekonomi penduduk sekitar. Suster Mariati dan para warga berjualan produk UMKM seperti minuman olahan sendiri, sosis bakar, bakso bakar, leker, baju anak, pakaian ibadah, snack ringan dan lain – lain.

BACA JUGA:

Pengalamanku Mengenal Teman Beda Agama

Seminggu setelah lebaran atau beberapa hari setelah lebaran, Suster Mariati juga mengadakan acara Open House untuk saling merayakan keramahtamahan antar para pemuda Jogja agar memperkuat persaudaraan dan melakukan dialog lintas iman. Disitu kami para pemuda Jogja saling bercengkrama dan makan dalam satu meja makan yang sama. 

Tak hanya ketika Hari Raya Lebaran saja, bahkan hari – hari besar atau kegiatan agama lain seperti Natal, Paskah, Imlek dan lain – lain beliau pun membuka Open House atau undangan terbuka untuk turut serta meramaikan hari – hari besar tersebut.

BACA JUGA:

Cara Minoritas Tionghoa Rawat Keberagaman di Kampung Kami

Sejatinya toleransi dalam keberagaman itu penting untuk saling menghargai dan berbagi dalam sama – sama merawat serta melestarikan budaya alam semesta. Kita diciptakan dalam satu sejarah yang sama dan tanah yang sama di bingkai yang sama yaitu Bhinneka Tunggal Ika, berbeda – beda Tetapi Tetap Satu Jua. 

BACA JUGA:

Ini cerita tentang Tionghoa di Kampung Halamanku

Luthfiani Fitri Ramadhan

Republikasi artikel ini, klik tombol di bawah

Creative Commons License

1. Silakan lakukan republikasi namun tidak boleh mengedit artikel ini, cantumkan nama penulis, dan sebut bahwa artikel ini sumbernya dari konde.co, tautkan URL dari artikel asli di kata “konde.co”. Anda bebas menerbitkan ulang artikel ini baik online maupun cetak di bawah lisensi Creative Commons.

2. Artikel kami juga tidak boleh dijual secara terpisah atau menyebarkannya ke pihak lain demi mendapatkan keuntungan material.

Let's share!