Pemerintah Siapkan DIM, Pengesahan RUU PPRT Didesak Tak Hamburkan Waktu

Pemerintah kini tengah menyiapkan DIM untuk pembahasan RUU PPRT. Koalisi masyarakat sipil mendesak agar pemerintah segera merampungkan pembahasan sebelum masa reses DPR RI, 13 April 2023 ini. Maka harus ada terobosan-terobosan yang tak mengamburkan waktu.

Usai menjadi RUU inisiatif DPR, pengesahan RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT) tinggal beberapa langkah lagi. Pemerintah melalui Kementerian Ketenagakerjaan tengah menyiapkan Daftar Inventaris Masalah (DIM) dan surat perintah presiden (surpres).

Sekretaris Jenderal Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker), Anwar Sanusi mengatakan Kemenaker sebagai wakil pemerintah dalam pembahasan RUU PPRT sedang menyusun Daftar Inventaris Masalah (DIM). 

Dia mengaku pemerintah mendapatkan banyak masukan terkait DIM dan akan melakukan klasterisasi atau pengelompokan DIM. Langkah selanjutnya yang dilakukan Kemenaker di antaranya menyerap aspirasi pemangku kepentingan hingga pembahasan RUU PPRT di DPR.

Setidaknya ada 5 aspek yang menurut pihaknya jadi perhatian. Di antaranya soal bias kelas, isu diskriminasi, tidak ada pengakuan sebagai pekerja. Di samping itu, ada isu identitas yang seringkali menstigmatisasi PRT dengan kemiskinan sampai soal hak dan kewajiban PRT.

“Ini yang harus kita respons,” ujarnya pada Temu Media bertajuk “Bersiap Menyambut Undang-Undang Perlindungan PRT” yang diselenggarakan Jala PRT bersama Konde dengan didukung Voice, di Jakarta, Selasa (4/4/2023).

Anwar Sanusi mengakui Surpres untuk pembahasan RUU PPRT masih dalam proses. Dia belum dapat memastikan kapan Surpres diterbitkan. Namun dia merinci langkah yang Kemnaker lakukan usai penyusunan DIM adalah permintaan anggota Panitia Antar Kementerian (PAK), penetapan SK Tim PAK, rapat PAK, menyerap aspirasi dengan stakeholders sampai akhirnya pembahasan di DPR.  

“Pemerintah berharap pembahasan akan segera dilakukan. Segera kita selesaikan dan kita dorong ke DPR, bisa segera kita bahas,” ujarnya.

Pihaknya menerangkan, harmonisasi peraturan perundang-undangan terkait RUU PPRT juga dilakukan antara lain soal perijinan Lembaga Penyalur PRT, kewenangan pemerintah pusat dan daerah, jaminan sosial dan pemidanaan/sanksi. 

“Peran aktif para pemangku kepentingan, yang namanya lembaga-lembaga CSO yang mengawal sejak dini betul-betul bisa kita laksanakan untuk mengawal. RUU PPRT bisa menjawab persoalan-persoalan. Mudah-mudahan tidak ada kekosongan hukum lagi,” katanya. 

Usulan PRT

Koordinator Jala PRT Lita Anggraini mengungkapkan sejumlah materi dalam RUU PPRT substansial yang tetap diusulkan pihaknya di antaranya terkait norma perlindungan PRT, termasuk lingkup pekerjaan dan hak pekerja. 

“Sehari PRT berhak atas jam kerja 8 jam, karena banyak PRT yang bekerja lebih dari 16 jam, bahkan ada babysitter hanya tidur 3 jam,” ujar Lita. 

Sejumlah hak PRT lain yang diatur yaitu hak atas libur mingguan, cuti, upah, dan tunjangan hari raya (THR). “Upah berdasarkan kesepakatan karena ada masyarakat yang upah di bawah minimum. Banyak kelas menengah ke bawah yang butuh PRT untuk mengasuh anak, tetapi kita berharap pemberi kerja melihat kebutuhan PRT untuk pengupahan,” katanya.

Selain itu, diatur mengenai jaminan sosial seperti jaminan ketenagakerjaan, upah, dan hak untuk berkomunikasi dan berorganisasi. “Banyak PRT kasusnya dimulai dari pembatasan komunikasi termasuk dengan keluarganya. Kami menemukan PRT hilang kontak tak diketahui keluarganya, makanya penting PRT untuk berorganisasi dan berkomunikasi,” ucap dia.

Rancangan UU PPRT juga mengatur hak pemberi kerja seperti berhak atas hasil kerja PRT, pemberitahuan jika PRT tidak masuk kerja, dan lainnya. Untuk berakhirnya perjanjian kerja, diatur sesuai kesepakatan antara PRT dan pemberi kerja. Sementara, sanksi pidana untuk pemberi kerja dihapus dan menyesuaikan dengan aturan yang sudah ada. 

“Kita sebagai masyarakat sipil harus mengawal pembahasan, meminta pembahasan secara terbuka baik online maupun offline,” ujar Lita.

Dari sisi PRT, info terakhir yang diterima Lita, surpres saat ini sudah ada di meja Presiden Joko Widodo. Tahapan selanjutnya untuk menuju pengesahan RUU PPRT jika Presiden Joko Widodo mengirimkan surpres kepada DPR adalah pemerintah bersama DPR membahas Daftar Inventaris Masalah (DIM). Pemerintah nantinya menyiapkan DIM untuk dibahas secara formal dengan Baleg DPR. 

Setelah Baleg menyetujui semua pembahasan DIM, maka akan diambil keputusan tingkat pertama atau pandangan mini fraksi. Pembahasan RUU PPRT selanjutnya berpindah ke Badan Musyawarah (Bamus) DPR untuk mengagendakan Paripurna DPR. 

Dalam rapat paripurna DPR itu akan diambil keputusan tingkat kedua yaitu pandangan akhir masing-masing Fraksi. Pengesahan RUU PPRT kemudian dapat dilakukan setelah semua fraksi menyepakati. 

“Harapannya pembahasan RUU PPRT tidak lama,” ujar Lita.

Menagih Komitmen Politik Pemerintah dan DPR

Pembahasan RUU PPRT untuk disahkan menjadi UU PPRT dinilai Koordinator Koalisi Nasional untuk Advokasi PRT, Eva Kusuma Sundari tergantung pada komitmen politik pemerintah dan DPR. Dia membandingkan pembahasan RUU bisa cepat dilakukan oleh DPR seperti RUU Cipta Kerja. 

Di satu sisi, Eva juga menekankan, RUU PPRT ini tetap pula harus aman secara materil dan formil. Supaya ke depan ketika jadi UU tidak ada yang jadi soal.  

“Misalnya kita gaspol, 13 April (sebelum DPR reses) jadi undang-undang PPRT apakah mungkin? Itu sangat bisa kalau kita semua lakukan percepatan,” ujar Eva.

Meski demikian, Eva mencatat perlu adanya percepatan dalam penerbitan surpres RUU PPRT. Jika surpres bisa diterbitkan sebelum 1 April, seharusnya RUU PPRT sudah ada pembahasan pada pekan ini. 

“Masih bisa ada pengesahan RUU PPRT kalau dilakukan terobosan-terobosan yang tidak menghambur-hamburkan waktu,” pungkasnya.

Kaitannya dengan upaya sosialisasi RUU PPRT, Koalisi Masyarakat Sipil juga bakal mengadakan edukasi publik termasuk goes to campus

Tim Konde.co

Konde.co lahir pada 8 Maret 2016 untuk mengelola ruang publik dari sudut pandang perempuan dan minoritas sebagai bagian dari kesadaran dan daya kritis, menghadirkan penerbitan artikel di website, produksi video/ film, dan informasi/ pengetahuan publik.Kini dikelola oleh individu-individu yang mempunyai kesamaan dalam memandang perempuan dan minoritas.
Republikasi artikel ini, klik tombol di bawah

Creative Commons License

1. Silakan lakukan republikasi namun tidak boleh mengedit artikel ini, cantumkan nama penulis, dan sebut bahwa artikel ini sumbernya dari konde.co, tautkan URL dari artikel asli di kata “konde.co”. Anda bebas menerbitkan ulang artikel ini baik online maupun cetak di bawah lisensi Creative Commons.

2. Artikel kami juga tidak boleh dijual secara terpisah atau menyebarkannya ke pihak lain demi mendapatkan keuntungan material.

Let's share!