Dari Kasus Virgoun, Cara Tepat Sikapi Perselingkuhan, Jangan Salah Fokus!

Seperti apa kita menyikapi kasus perselingkuhan yang terjadi di sekitar kita? Jangan terjebak dalam narasi perselingkuhan sebagai ajang “duel perempuan”, apalagi sampai menganggap bahwa selingkuh adalah hal yang lumrah dilakukan.

Kasus perselingkuhan berbagai tokoh publik terkuak di media sosial beberapa minggu terakhir ini. Terbaru, penyanyi Virgoun yang diduga selingkuh membuatnya jadi topik perbincangan hangat warganet. 

Kasus ini mencuat sejak istrinya, Inara Rusli, membuat utas di media sosial untuk mengekspos obrolan Virgoun dengan sejumlah pihak yang mengarah pada perselingkuhan, salah satunya dengan sosok perempuan yang diketahui bernama Tenten Anisa.

Di sisi lain, Tenri “Tenten” Anisa yang dituding sebagai selingkuhan Virgoun akhirnya mengklarifikasi rumor yang beredar tentang dirinya. Ia mengaku tidak terlibat dan tidak terima namanya dicatut sebagai pelakor dalam masalah rumah tangga Virgoun dan Inara. 

Selain itu, Tenri Anisa menyesalkan warganet yang tidak hanya menyerang dirinya, tetapi juga menyasar keluarga dan kerabatnya akibat kasus tersebut. Merespons gugatan yang dilayangkan Tenri Anisa akibat namanya terseret dalam isu rumah tangga Virgoun, Inara Rusli pun meminta maaf kepada perempuan tersebut. Namun tentu saja, warganet sudah terlanjur bereaksi duluan.

Seperti kasus-kasus perselingkuhan lain yang sempat ramai di media sosial, kasus Virgoun juga memicu berbagai respons dari warganet sejak pertama kali terungkap. Kali ini, tidak sedikit orang yang mengecam laki-laki pelantun lagu “Surat Cinta untuk Starla” itu karena selingkuh, bukan hanya dengan satu, melainkan beberapa orang selama masa pernikahannya dengan Inara. 

Ini menunjukkan pergeseran fokus publik dalam memandang isu perselingkuhan di sekitar. Namun, kecenderungan untuk memandang huru-hara kasus selingkuh sebagai sensasi perseteruan antar perempuan juga tidak lantas hilang. Ditambah lagi, kebiasaan menyerang orang-orang yang tidak terlibat tapi berada di sekitar kasus perselingkuhan tersebut masih berlangsung.

Lantas, seperti apa, sih, kita mesti menyikapi kasus perselingkuhan yang terjadi di sekitar? Begini sejumlah tips yang bisa mulai diterapkan agar tidak terjebak dalam narasi perselingkuhan sebagai ajang “duel perempuan” belaka, apalagi sampai menganggap bahwa selingkuh adalah hal yang lumrah dilakukan.

Jangan Salah Fokus Pada Perempuan vs Perempuan

Pernah melihat perdebatan terkait perselingkuhan di media sosial yang mengadu hal-hal seputar perempuan yang diselingkuhi dengan perempuan kedua?

“Cakepan juga si A, malah B selingkuh sama C yang jelek begitu.”

“Tenang, E. Si F yang jadi selingkuhan pasanganmu tuh, nggak ada apa-apanya dibanding kamu.”

“Dasar pelakor, kegatelan ngerusak hubungan orang!”

Pada banyak kasus, orang-orang kerap memandang kasus perselingkuhan sebagai “kompetisi” antara yang diselingkuhi dengan sosok yang belakangan lekat dengan istilah pelakor atau dijuluki “perusak hubungan orang”. Di sisi lain, peran laki-laki yang melakukan selingkuh justru kadang dikesampingkan.

Supaya lebih bijak menyikapi kabar perselingkuhan, cobalah untuk sedikit menggeser perspektif. Jangan-jangan, selama ini kita melihat isu selingkuh hanya soal ‘perempuan vs perempuan’. Padahal, ada laki-laki yang mengatur dan menginisiasi terjadinya perselingkuhan, serta menempatkan dan mengendalikan sosok-sosok perempuan dalam relasi dengan dirinya sebagai laki-laki, sehingga selingkuh pun terjadi. 

Ingat, selingkuh bukan cuma tentang para perempuan yang berantem dan saling lawan demi menarik perhatian laki-laki.

BACA JUGA:

Cap Pelakor Arawinda: Seksis dan Bias Gender, Peran Laki-laki Terlupakan

Jangan Mewajarkan Perselingkuhan

Bukan cuma menyalahkan “orang ketiga”, kadang orang-orang juga malah mewajarkan perselingkuhan lantaran menganggap perempuan pantas diselingkuhi. Pasangan perempuan nggak bisa membahagiakan si laki-laki, lah, makanya dia selingkuh; atau, “Namanya juga laki-laki. Belok-belok dikit, nggak masalah.”

Apapun alasannya, selingkuh adalah tindakan yang buruk untuk dilakukan. Ada banyak cara untuk memperbaiki hubungan dengan pasangan, atau mengakhirinya jika sudah tidak ingin bersama lagi. 

Mewajarkan perselingkuhan di sekitar kita berarti membiarkan ketidakadilan terjadi dalam hubungan.

BACA JUGA:

Stop Selingkuh, Perempuan Bukan Assesories Laki-Laki

Jangan Doxxing dan Merundung

Ini dia nih, salah satu kebiasaan buruk warganet! Mendengar kabar perselingkuhan di internet, ramai-ramai menyambangi akun media sosial milik sosok yang diduga sebagai selingkuhan, lalu meninggalkan berbagai komentar kebencian. 

Pada tahap yang lebih parah, bukan tidak mungkin warganet sampai melakukan doxxing terhadap sosok “pelakor” sehingga data pribadi dan kerabatnya terungkap. Kemudian perundungan berlanjut menyasar orang-orang terdekat sampai instansi yang berkaitan dengan sosok tersebut.

Isu perselingkuhan itu satu hal, tapi jangan sampai hal tersebut mengompori kita untuk doxxing dan merundung orang lain. Perilaku tersebut justru membuat masalah semakin besar, runyam, dan melenceng dari perselingkuhan yang sebetulnya menjadi inti permasalahan. 

Percaya, kok, kita bisa menjadi warganet bijak yang menyikapi kabar perselingkuhan di media sosial seperlunya dan tidak melakukan hal-hal yang merugikan orang  lain, yang belum tentu terlibat atau bahkan mengetahui kasus tersebut.

Salsabila Putri Pertiwi

Redaktur Konde.co
Republikasi artikel ini, klik tombol di bawah

Creative Commons License

1. Silakan lakukan republikasi namun tidak boleh mengedit artikel ini, cantumkan nama penulis, dan sebut bahwa artikel ini sumbernya dari konde.co, tautkan URL dari artikel asli di kata “konde.co”. Anda bebas menerbitkan ulang artikel ini baik online maupun cetak di bawah lisensi Creative Commons.

2. Artikel kami juga tidak boleh dijual secara terpisah atau menyebarkannya ke pihak lain demi mendapatkan keuntungan material.

Let's share!