Di Balik Gegap Gempita KTT Asean 2023: Ini Bukan Forum Kongkow, Ada Perampasan Lahan dan Intimidasi

Jaringan masyarakat seperti JATAM memaparkan adanya Intimidasi yang terjadi pada warga dan jurnalis sebelum pelaksanaan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ASEAN tahun 2023 di Labuan Bajo 9- 11 Mei 2023. Para aktivis menyatakan, forum KTT harusnya bukan merupakan kongkow, tapi jadi forum untuk mendengarkan persoalan publik.

Anno, seorang pendamping korban warga di Labuan Bajo, menyatakan bahwa sejumlah warga telah diintimidasi sebelum pelaksanaan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Asean atau Asean Summit di Labuan Bajo, Nusa Tenggara Timur (NTT) 9-11 Mei 2023.

Sebelum kejadian ini, ada pembangunan jalan yang dibangun sepanjang 25 kilometer. Warga disana tidak mendapatkan haknya untuk ganti rugi tanah yang digunakan untuk pembangunan jalan tersebut. Warga sudah meminta pada pemerintah, dan mengajukan protes karena pengabaian ini. Namun pemerintah dan aparat tak menghiraukan dan malah menganggap yang dilakukan warga ini dianggap mengganggu pelaksanaan KTT Asean.

Ada 2 warga, Vic dan 2 aktivis Doni Parera dan Lad yang mendapatkan intimidasi setelah protes-protes warga ini. 2 polisi datang menemui warga pada 2 Mei 2023 dan mereka menanyakan soal pemutaran film yang sedang diputar warga, mereka bertanya secara lebih detail film tentang lingkungan yang diproduksi oleh Watchdoc yang sedang ditonton warga.

“Mereka juga diminta untuk tidak melakukan aksi pada 3 Mei. Pemerintah yang datang ini menyatakan diri berasal dari Dinas Pariwisata dan menawarkan sejumlah uang. Tanggal 5 Mei 2023, Doni dijemput untuk bertemu Kapolda NTT. Doni Parera juga diminta untuk tidak melakukan aksi karena akan ada Asean Summit.”

Doni juga didatangi yang mengaku sebagai wartawan dari Jakarta pada tanggal 6 Mei 2023, ada juga Uskup yang menyatakan bahwa warga tidak boleh melakukan aksi karena harus menciptakan suasana sejuk sejalan dengan himbauan Kapolda NTT

Rosis Adir, Pemimpin redaksi Floresa.co yang menerbitkan tulisan yang bekerjasama dengan Project Multatuli tentang kasus tanah warga yang dibuat jalan ini menyatakan, bahwa website Floresa.co terkena hack. Rosis menyatakan, ini merupakan gangguan yang menghalangi kebebasan berkumpul dan berpendapat yang menyasar jurnalis dan media alternatif.

“Kami menuliskan soal pengabaian hak warga di beberapa kampung yang dilalui Jalan Labuan Bajo-Golo Mori untuk mendapat ganti rugi atas tanah dan rumah mereka yang digusur. Laporan ini juga menyinggung upaya tekanan polisi terhadap aktivis yang menyuarakan masalah ini dan hendak menggelar aksi unjuk rasa pada 9 Mei 2023, hari pertama penyelenggaraan ASEAN Summit. Dalam laporan ini juga disinggung bahwa Doni, salah satu aktivis yang dampingi warga dijemput oleh 15 polisi untuk menemui pimpinan mereka di Polres Manggarai Barat,” kata Rosis Adir.

Jurnalis tersebut mendapat notifikasi dari aplikasi Telegram di telepon selulernya yang menyatakan bahwa ada pihak lain yang masuk ke dalam akunnya, lalu pada pukul 19.50 Wita, jurnalis yang sama mendapat notifikasi di WhatsAppnya: Nomor telepon Anda tidak lagi terdaftar dengan WhatsApp di telepon ini. Mungkin karena Anda telah mendaftarkannya di telepon yang lain.

Ketika mencoba mengikuti permintaan melakukan verifikasi, ia tidak kunjung mendapat kode 6 digit yang mesti dimasukkan, kendati sudah berkali-kali mencobanya.

“Website Floresa juga di hack, lalu narasumber kami, Doni Parera juga dipanggil polisi. Sejak laporan ini diterbitkan juga ada Intimidasi terhadap warga,” kata Rosis Adir.

Sasmito Madrim, Ketua Aliansi Jurnalis Independen (AJI) menyatakan bahwa ini merupakan bentuk pemberangusan pers yang tidak hanya terjadi sekali dalam forum internasional, hal yang sama juga terjadi pada KTT G-20.

“Intimidasi ini juga terjadi dalam sejumlah event internasional seperti KTT G-20, ada 2 serangan yang diterima yaitu peretasan dan pengambilalihan dari laporan Floresa. Jika penegak hukum terbuka, ini sangat bisa terdeteksi siapa yang melakukan serangan ini, ini adalah persoalan komitmen.”

Yang kedua adalah dugaan campur tangan dari TNI, padahal TNI tidak ada hubungannya dengan pemberitaan. Jika ada yang tidak suka, bisa melaporkan ke Dewan Pers atau hak koreksi.

Muhammad Jamil dari Jaringan Advokasi Tambang atau JATAM menyatakan bahwa ini adalah potret penegak hukum yang sedang kehilangan akal sehat karena bagaimana mungkin suatu tindak pidana belum terjadi, dan justru menghalangi ketika warga akan menyampaikan pendapat di muka umum.

“Ini juga pemberangusan pers karena apa yang terjadi di Labuan Bajo seharusnya warga diberikan ruang untuk menyampaikan pendapat seluasanya dan menjadi contoh bahwa demokrasi di Indonesia tidak bermasalah, ini justru menunjukkan bahwa demokrasi Indonesia bermasalah.”

Upaya menghalangi kebebasan berkumpul dan berpendapat warga juga dilakukan dengan cara kekerasan menggunakan hukum dengan pasal-pasal yang diterapkan secara paksa oleh Polda NTT, upaya pemaksaan pidana tersebut merupakan bagian dari pembungkaman kebebasan atau Strategic Lawsuit Against Public Participation (SLAPP) atau Pemolisian Politik (political policing) yang tentu bertentangan dengan prinsip-prinsip Pemolisian Demokratik (democratic policing). Pemanggilan 4 (empat) Orang warga NTT dengan inisial (DP, DSB, VF, LJ) melalui permintaan keterangan untuk dilakukan klarifikasi dengan berdasarkan Surat Perintah Penyelidikan No. Sp.Lidik/95/V/RES.1.24/2023/SAT RESKRIM Tanggal 06 Mei 2023 jelas bertentangan dengan KUHAP dan PERKAPOLRI No 6 Tahun 2019 Tentang Penyidikan Tindak Pidana, karena tidak ada istilah “klarifikasi” sebagaimana peraturan tersebut.

Selanjutnya dalam surat undangan klarifikasi yang menyasar warga NTT tersebut tertulis bahwa dugaan tindak pidananya merupakan “penghasutan yang akan terjadi pada tanggal 09 Mei 2023.”

“Kami menilai bahwa hal tersebut sungguh mengada-ngada dan dipaksakan serta kekeliruan nyata yang dilakukan oleh Polda NTT karena dugaan tindak pidana penghasutan sebagaimana Pasal 160 KUHP Jo. Putusan MK Nomor 7/PUU-VII/2009 adalah delik materil, oleh karenanya “penghasutan baru bisa dipidana bila timbulnya akibat yang dilarang”. Selain delik materil, penghasutan harus memiliki hubungan kausalitas dengan “akibat yang dilarang” dan sebagaimana kita ketahui bahwa kebebasan berkumpul dan berpendapat adalah HAM dan bukan sesuatu yang dilarang, maka dari itu jelas kiranya pemanggilan terhadap warga tersebut jelas merupakan bagian dari upaya untuk menghalang-halangi dan menakut-nakuti, bagian integral dari pembungkaman kebebasan berkumpul dan berpendapat terhadap warga NTT.”

Asean Summit merupakan pertemuan tinggi negara-negara di Asia Tenggara dan berbicara soal HAM di Asia Tenggara. Namun seolah-olah pertemuan seperti ini justru jauh dari rakyat dan pertemuan ini.

Edy Kurniawan, dari Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia/ YLBHI  menyatakan, ada banyak pelanggaran HAM sebelum pelaksanaan KTT Asean,  seharusnya KTT bukan sebagai forum kongkow mitra dan korporasi

“Seharusnya KTT Asean bisa mengakomodir rakyat Indonesia. Ini seperti forum yang terpisah dari negara dan rakyat dan kepentingan pihak-pihak tertentu. Dengan adanya pernyataan dari beberapa pihak terkait HAM, ini adalah bentuk arogansi negara terhadap rakyatnya. Ini sikap sewenang-wenang dan membuktikan bahwa Kapolda NTT tidak paham soal HAM karena ini merupakan hak menyampaikan pendapat adalah hak warga negara,” kata Edy Kurniawan.

Dalam website asean2023.id tertulis, di tahun 2023 ini, menjadi kali kelima, Indonesia didapuk memegang Keketuaan ASEAN, dengan tema “ASEAN Matters: Epicentrum of Growth” yang bermakna bahwa Indonesia ingin menjadikan ASEAN tetap penting dan relevan bagi masyarakat ASEAN dan dunia. Indonesia ingin membawa ASEAN menjadi kawasan yang memiliki peran penting, bagi negara kawasan dan dunia. Baik berperan sentral sebagai motor perdamaian maupun kesejahteraan kawasan. Selain itu, Indonesia juga ingin menjadikan ASEAN sebagai pusat pertumbuhan ekonomi kawasan dan dunia. 

Untuk mewujudkannya, telah disusun 3 Pilar Priorities Economic Deliverables, yaitu: recover-rebuilding untuk mengeksplorasi Policy Mix yang terkalibrasi, direncanakan dan dikomunikasikan dengan baik untuk memastikan pemulihan dan pertumbuhan ekonomi, serta memitigasi risiko seperti inflasi dan volatilitas aliran modal.

Lalu digital economy, Untuk memperkuat inklusi keuangan dan literasi digital, negara anggota ASEAN perlu meningkatkan kapasitas masing-masing dalam memformulasikan strategi edukasi finansial secara nasional dan meningkatkan interkonektivitas sistem pembayaran regional.

Dan ketiga, sustainability, sebagai kawasan yang paling terdampak oleh bencana alam dan risiko terkait iklim, ASEAN perlu merapatkan barisan guna mempersiapkan dan mengarah ke tujuan yang sama dalam kaitan transisi menuju ekonomi hijau, diantaranya melalui penyusunan ASEAN Taxonomy on Sustainable Finance dan Study on the Role of Central Banks in Managing Climate and Environment-Related Risk.  

Sumber Foto: bi.go.id

Tim Konde.co

Konde.co lahir pada 8 Maret 2016 untuk mengelola ruang publik dari sudut pandang perempuan dan minoritas sebagai bagian dari kesadaran dan daya kritis, menghadirkan penerbitan artikel di website, produksi video/ film, dan informasi/ pengetahuan publik.Kini dikelola oleh individu-individu yang mempunyai kesamaan dalam memandang perempuan dan minoritas.
Republikasi artikel ini, klik tombol di bawah

Creative Commons License

1. Silakan lakukan republikasi namun tidak boleh mengedit artikel ini, cantumkan nama penulis, dan sebut bahwa artikel ini sumbernya dari konde.co, tautkan URL dari artikel asli di kata “konde.co”. Anda bebas menerbitkan ulang artikel ini baik online maupun cetak di bawah lisensi Creative Commons.

2. Artikel kami juga tidak boleh dijual secara terpisah atau menyebarkannya ke pihak lain demi mendapatkan keuntungan material.

Let's share!