Pembunuhan Anak Meningkat: Save the Children Desak Pemerintah Fokus Kesehatan Mental Ortu

Kasus pembunuhan anak oleh orangtua belakangan ini menjadi keprihatinan serius. Meski seharusnya orangtua menjadi pelindung dan orang yang paling dipercaya oleh anak, namun faktanya mereka justru menjadi pelaku kejahatan.

Maraknya kejadian orangtua membunuh anaknya sendiri, sangat memprihatinkan. Seperti ayah di Gresik telah melakukan tindakan keji dengan membunuh anak kandungnya yang sedang tertidur. Sang Ayah mengakui bahwa perbuatan tersebut dilakukan agar anaknya masuk surga.

Kemudian baru-baru ini seorang Ayah di Pati telah melakukan aksi keji dengan membunuh bayinya dan membuangnya ke Sungai Kaliampo Pati. Sebelumnya, ayah tersebut berpura-pura kehilangan anaknya untuk menutupi tindakan kejinya.

Save the Children Indonesia menyoroti isu kesehatan mental orangtua dalam kasus-kasus pembunuhan terhadap anak seperti ini. Kasus-kasus ini menunjukkan bahwa orangtua yang seharusnya menjadi pelindung dan orang yang paling dipercaya oleh anak, justru menjadi pelaku kejahatan. Beberapa faktor yang menjadi penyebab pembunuhan antara lain kemiskinan, ketidaksanggupan memberikan pengasuhan yang baik, dan bahkan anggapan bahwa membunuh anak adalah tindakan untuk menyelamatkan mereka.

“Kasus pembunuhan anak yang belakangan terjadi menunjukkan betapa pentingnya semua pihak memberi perhatian pada isu kesehatan mental orang tua. Kondisi kesehatan mental pada orang tua dapat berdampak besar pada anak-anak yang diasuhnya, dan memengaruhi perilaku serta kesejahteraan mereka. Oleh karena itu, Save the Children Indonesia mendesak Pemerintah untuk memprioritaskan isu kesehatan mental orang tua dalam berbagai bentuk kegiatan secara nyata dan meningkatkan akses, maupun kualitas layanan kesehatan mental bagi masyarakat, khususnya orang tua,” tegas Troy Pantouw / Chief of Advocacy, Campaign, Communication & Media – Save the Children Indonesia

Beberapa Studi terkait Kekerasan pada Anak dan Kesehatan Mental membuktikan bahwa orangtua yang semasa kecilnya mengalami kekerasan dalam pengasuhan memiliki potensi untuk melakukan pengulangan dalam pengasuhan dengan kekerasan pada anaknya, bahkan berpotensi memiliki ganguan kesehatan mental saat ia dewasa terutama ketika tidak pernah mendapatkan bantuan layanan professional.

BACA JUGA:

Dear Orangtua, Remaja Butuh Didampingi Karena Depresi dan Kesehatan Mental

Data World Health Organization 2021 menjelaskan, 10-20% anak dan remaja di seluruh dunia mengalami kondisi permasalahan terkait kesehatan mental, 50% di antaranya dimulai sejak usia 14 tahun dan 75% dimulai pada usia pertengahan 20-an.

Selain itu, satu dari empat anak saat ini tinggal bersama orang tua yang memiliki kondisi mental yang serius. Hal ini menunjukkan bahwa kurangnya layanan MHPSS (Mental Health and Psychosocial Support / Kesehatan Mental dan Dukungan Psikososial) bagi orang tua dapat berdampak serius pada perlindungan, kesehatan, dan kesejahteraan anak.

Kondisi psikologis orang tua yang rentan juga dapat meningkatkan risiko kekerasan antar pasangan, kekerasan terhadap anak, dan kurangnya kemampuan orang tua dalam mendidik anak. Oleh karena itu, perlu adanya perhatian khusus dari pemerintah dalam meningkatkan layanan Kesehatan mental dan dukungan psikososial untuk orang tua guna mencegah terjadinya kasus kekerasan dan memastikan kesejahteraan anak.

Selain itu, Save the Children Indonesia juga meminta masyarakat untuk menghentikan stigma dan persepsi terhadap masalah kesehatan mental. Kesehatan mental bukanlah hal yang tabu dan diabaikan, namun justru perlu dimintakan bantuan dan didukung agar mengalami pemulihan sehingga bagi orang tua yang mengalaminya akan merasa lebih nyaman dan terbuka untuk mencari serta menerima bantuan dalam mengatasi isu kesehatan mental mereka dari para ahli

Save the Children Indonesia melalui program MHPSS / Kesehatan Mental dan Layanan Dukungan Psikososial yang diimplementasikan di Jakarta dan Jawa Barat membuktikan bahwa kondisi mental yang sehat dari orangtua, pengasuh utama dan orang – orang terdekat dengan anak akan membantu membangun hubungan yang baik, aman dan hangat. Hal ini juga membantu perkembangan mental anak dan mencapai hasil pendidikan yang lebih baik.

“Pas masuk sekolah lagi, saya kaget, capek karena jadwal sekolahnya lama jadinya sering sedih, marah sama mamah. Terus di sekolah diajarin pernafasan bunga dan lilin, saya jadi tenang. Di rumah juga praktikin bareng sama mamah,” tutur Sinta / 11 Tahun / Jakarta.

BACA JUGA:

Dunia Tanpa Kekerasan Bagi Anak

Tim Konde.co

Konde.co lahir pada 8 Maret 2016 untuk mengelola ruang publik dari sudut pandang perempuan dan minoritas sebagai bagian dari kesadaran dan daya kritis, menghadirkan penerbitan artikel di website, produksi video/ film, dan informasi/ pengetahuan publik.Kini dikelola oleh individu-individu yang mempunyai kesamaan dalam memandang perempuan dan minoritas.
Republikasi artikel ini, klik tombol di bawah

Creative Commons License

1. Silakan lakukan republikasi namun tidak boleh mengedit artikel ini, cantumkan nama penulis, dan sebut bahwa artikel ini sumbernya dari konde.co, tautkan URL dari artikel asli di kata “konde.co”. Anda bebas menerbitkan ulang artikel ini baik online maupun cetak di bawah lisensi Creative Commons.

2. Artikel kami juga tidak boleh dijual secara terpisah atau menyebarkannya ke pihak lain demi mendapatkan keuntungan material.

Let's share!