Mengapa 1 Mei Diperingati Sebagai Hari Buruh Sedunia?

Para buruh harus bekerja selama 19-20 jam dalam sehari. Jam kerja yang sangat panjang inilah yang mengawali lahirnya gerakan buruh di Amerika, Eropa dan kemudian menyebar di seluruh dunia.

Gerakan keberhasilan mengubah dari 19-20 menjadi 8 jam kerja perhari inilah yang sekarang kita kenal sebagai Hari Buruh atau May Day

Hari buruh atau May Day yang diperingati setiap tanggal 1 Mei diawali dengan masifnya perjuangan para buruh di Amerika dan Eropa untuk mendapatkan 8 jam kerja.

Hari buruh juga lahir di tengah kondisi ekonomi politik yang begitu buruk bagi buruh, kapitalisme industri yang terjadi di Amerika dan Eropa, buruknya kondisi kerja, jam kerja yang sangat panjang serta minimnya upah bagi buruh.

Eksploitasi kerja sangat dirasakan para pekerja-pekerja mesin di Amerika kala itu yang harus bekerja selama 19-20 jam per hari. Hal ini tak hanya terjadi di Amerika, tetapi juga di Eropa. 19-20 jam kerja merupakan waktu yang sangat panjang untuk bekerja. Para buruh menganggap ini sebagai eksploitasi atau penghisapan tenaga mereka.

Keresahan, kemarahan akan panjangnya jam kerja ini ternyata menjadi titik awal perjuangan buruh di tempat lain secara serempak.

Awalnya adalah pada tahun 1806 ketika terjadi demonstrasi buruh besar – besaran di Amerika Serikat. Demonstrasi ini dilakukan oleh sekitar 400.000 buruh yang saat itu masih mengusung tuntutan pengurangan jam kerja menjadi 8 jam sehari bagi para buruh. Pemogokan pertama ini dilakukan kelas pekerja Amerika Serikat yang dilakukan oleh pekerja Cordwainers menuntut pengurangan jam kerja. Pemogokan ini berujung penyelesaian kasus di pengadilan.

Terjadi kemarahan dimana-mana karena buruh yang melakukan aksi dituntut ke pengadilan. Sejak itu, perjuangan untuk menuntut jam kerja menjadi agenda bersama para pekerja di Amerika Serikat

Setelah itu ada beberapa tokoh buruh yang muncul sesudahnya yang juga melakukan aksi mogok, seperti Peter Mcguire dan Matthew Maguire, pekerja mesin dari New Jersey. Di tahun 1872 bersama 100.000 pekerja mereka melakukan aksi mogok menuntut pengurangan jam kerja.

Pada tanggal September 1882, dalam sebuah parade Hari Buruh pertama yang diadakan di New York, dengan peserta 20.000 mereka menuntut jam kerja menjadi 8 kerja. Maguire dan McGuire memainkan peran penting dalam menyelenggarakan parade ini. Dalam tahun-tahun berikutnya, gagasan ini menyebar dan semua negara bagian merayakannya.

Berikutnya, di Bulan Mei di tahun 1886 semua buruh melakukan perlawanan, tidak tanggung – tanggung, kali ini aksi demonstrasi berlangsung selama 4 hari, sejak 1 Mei hingga 4 Mei 1886.

Aksi heroik terjadi pada tanggal 4 Mei 1886, para buruh melakukan pawai besar – besaran. Namun, polisi Amerika menembaki para demonstran secara membabi – buta. Para peserta aksi demonstrasi besar – besaran ini ditangkap dan ada empat orang yang kemudian dihukum mati.

Peristiwa bermula ketika polisi mencoba membubarkan buruh dalam aksi tersebut. Seorang buruh melempar dinamit di tengah aksi dan kerusuhan serta aksi saling tembak terjadi. Kerusuhan itu menewaskan tujuh orang. Peristiwa ini dikenal sebagai peristiwa Haymarket. Para buruh yang tewas dikenal sebagai martir perjuangan.

Namun perjuangan buruh tak berhenti sampai disitu. Perjuangan ini juga meluas di Eropa dalam waktu yang bersamaan. Kongres internasional buruh pertama kali diselenggarakan pada September 1866 di Swiss, dengan dihadiri berbagai elemen organisasi pekerja belahan dunia kemudian menetapkan sebuah tuntutan jam kerja buruh menjadi delapan jam sehari.

BACA JUGA:

Hari Buruh: Menagih Janji Pemerintah Ratifikasi Konvensi ILO 190 Stop Kekerasan dan Pelecehan di Dunia Kerja

Satu Mei juga ditetapkan sebagai hari perjuangan kelas pekerja dunia pada Kongres 1886 oleh Federation of Organized Trades and Labor Unions selain memberikan momen tuntutan delapan jam sehari, ini dilakukan untuk memberikan semangat baru perjuangan kelas pekerja yang mencapai titik masif di era tersebut.

Kemudian di tahun 1889 diselenggarakanlah Kongres Sosialis Dunia di Paris. Dalam pertemuan ini disepakati bahwa peristiwa heroik yang terjadi di Amerika pada tanggal 1 Mei 1886 sebagai hari buruh internasional dan melahirkan sebuah resolusi yang disambut baik oleh beberapa negara sejak 1890. Kemenangan inilah yang menandai jam kerja buruh menjadi 8 jam kerja perhari.

Sebuah aksi nasional besar-besaran dilakukan untuk mengorganisir organisasi buruh di seluruh dunia untuk menyepakati 8 jam kerja ini. Jadilah Tanggal 1 Mei diperingati sebagai hari buruh atau May Day setiap tahunnya dan menyepakati 8 jam kerja untuk buruh.

Perlawanan adalah kata kunci dalam gerakan buruh, karena sejarah gerakan buruh selalu mengajarkan perlawanan yang masif dan militansi pada tujuan yang telah ditetapkan.

May Day di Indonesia

Hari buruh di Indonesia pertama kali diperingati pada tahun 1920. Dan pada 1 Mei 1946, pertama kalinya peringatan hari buruh diperingati pada tanggal 1 Mei. Kabinet pemerintahan Sjahrir adalah kabinet yang terdiri dari orang-orang yang mendukung hari buruh.

Namun sejak pemerintahan masa Orde Baru, hari buruh tanggal 1 Mei tidak lagi bisa diperingati di Indonesia. Hal ini lantaran aksi ini dihubungkan dengan gerakan komunis yang ketika itu ditabukan oleh rezim Pemerintahan Soeharto di masa Orde Baru.

Semenjak peristiwa Gerakan 30 September G30S pada tahun 1965, aksi peringatan hari buruh 1 Mei menjadi ditabukan di Indonesia.

BACA JUGA: Catatan Hitam Buruh Perempuan: Refleksi Jelang May Day

Namun ketakutan bahwa gerakan massa buruh yang dimobilisasi setiap tanggal 1 Mei akan menghasilkan kerusuhan, ternyata tidak pernah terbukti. Sejak peringatan Hari buruh tahun 1999 tidak pernah ada tindakan destruktif yang dilakukan oleh massa buruh yang masuk kategori “membahayakan ketertiban umum / negara”.

Akhirnya di tahun 2013 pemerintah menjadikan hari buruh internasional yang diperingati setiap 1 Mei sebagai hari libur nasional dan memperingatinya juga sebagai hari buruh nasional. Sejak itulah May Day diperingati sebagai hari libur nasional hingga sekarang.

Berbagai Persoalan Buruh di Indonesia

Berbagai persoalan yang mengemuka di hari Buruh 1 Mei 2023 adalah disahkannya UU Cipta Kerja yang menyengsarakan buruh. Konde.co merangkum 5 hal yang mengancam perempuan dalam UU Cipta Kerja, antara;ain perampasan Wilayah adat dan Perusakan Lingkungan. Gerakan Buruh Bersama Rakyat (GEBRAK) mencatat penetapan Perppu Ciptaker yang sama bermasalahnya dengan UU Ciptaker ini, bisa berpotensi melanggengkan ketidakberpihakan terhadap masyarakat wilayah adat termasuk perempuan.

Lalu, adanya sistem outsourcing, dalam Perppu Ciptaker tidak ada lagi penjelasan ketentuan yang mengatur batasan pekerjaan-pekerjaan apa saja yang dapat dialih daya. Sehingga, Perppu Ciptaker dapat memberi peluang bagi perusahaan alih daya untuk dapat memberikan pekerjaan kepada pekerja berbagai tugas hingga tugas yang ranahnya bersifat bukan penunjang. Juga ada politik upah murah, ketidakpastian kerja dan ancaman kekebasan bereskpresi.

BACA JUGA: 3 Tahun Konvensi ILO 190 Stop Kekerasan di Dunia Kerja: Pemerintah Tak Serius Meratifikasi

Hal lain, tidak diakuinya pekerja informal dan pekerja prekariat atau pekerja rentan yang jumlahnya makin banyak di Indonesia.

Selain itu, adanya Permenaker No. 5 Tahun 2023 yang diterbitkan pada tanggal 7 Maret 2023 mendapat banyak penolakan dari aktivis buruh. Alasan diterbitkannya peraturan ini adalah untuk mencegah Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) di perusahaan-perusahaan yang terdampak perubahan ekonomi global. Namun, pengurangan upah hingga 25% dari upah yang sebelumnya diterima dan pengurangan jam kerja dengan alasan berkurangnya aktivitas produksi dinilai tidak masuk akal dan sangat merugikan bagi buruh.

Persoalan lain yaitu dengan banyaknya kekerasan dan pelecehan yang menimpa para buruh, membuat pentingnya Pemerintah segera meratifikasi Konvensi ILO 190 tentang stop kekerasan dan pelecehan di dunia kerja, namun kenyataannya Pemerintah seolah bergeming.

(Tulisan ini pernah dimuat pada 1 Mei 2021, lalu dimuat ulang dengan tambahan data-data terbaru)

Guruh Riyanto dan Luviana

Guruh, bekerja sebagai jurnalis dan pengelola situs buruh www.buruh.co dan Luviana, pemimpin redaksi www.Konde.co
Republikasi artikel ini, klik tombol di bawah

Creative Commons License

1. Silakan lakukan republikasi namun tidak boleh mengedit artikel ini, cantumkan nama penulis, dan sebut bahwa artikel ini sumbernya dari konde.co, tautkan URL dari artikel asli di kata “konde.co”. Anda bebas menerbitkan ulang artikel ini baik online maupun cetak di bawah lisensi Creative Commons.

2. Artikel kami juga tidak boleh dijual secara terpisah atau menyebarkannya ke pihak lain demi mendapatkan keuntungan material.

Let's share!