Pasal KUHP Bermasalah

Sikap Orang Muda terhadap KUHP: Banyak Pasal Bermasalah dan Tidak Berkeadilan

Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP), yang disahkan pada 6 Desember 2022 dan diundangkan pada 2 Januari 2023 silam, menuai protes dari berbagai pihak. KUHP dipandang mengandung banyak pasal bermasalah serta tidak berkeadilan, tidak inklusif, hingga mencederai asas demokrasi di Indonesia.

Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) masih menuai protes dan kritik dari berbagai elemen masyarakat. Disahkan pada 6 Desember 2022 dan diundangkan pada 2 Januari 2023 silam, KUHP dipandang mengandung banyak pasal bermasalah serta tidak berkeadilan, tidak inklusif, hingga mencederai asas demokrasi di Indonesia.

Kritik atas pengesahan KUHP juga disuarakan oleh Gerakan Orang Muda untuk KUHP Berkeadilan. KUHP dianggap meresahkan orang muda yang memiliki hak berekspresi, didengarkan, serta menjalani hidup dengan rasa aman dan tanpa rasa takut akan diskriminasi atau persekusi. Gerakan yang terdiri dari sejumlah kelompok orang muda dan masyarakat sipil ini menyayangkan isi KUHP yang mencerminkan sikap anti-kritik pemerintah. Ada poin-poin utama yang dipandang sebagai masalah utama dalam muatan dan proses pengesahan KUHP. Ini memunculkan polemik dan kekecewaan dari masyarakat.

BACA JUGA:

Aktivis: Pengesahan UU KUHP Merupakan Pukulan Mundur untuk Perempuan dan Demokrasi

Minim Transparansi dan Sosialisasi

Banjir kritik sudah berlangsung sejak masih dalam bentuk Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP). 

Dalam aksi protes atas pengesahan RKUHP pada Selasa, 6 Desember 2022, Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta Citra Referendum menyebut bahwa pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) tidak transparan dalam pembahasan kitab undang-undang tersebut. Draf RKUHP saat itu baru bisa diakses oleh publik pada tanggal 30 November 2022, hanya beberapa hari sebelum DPR mengesahkannya.

Minimnya sosialisasi KUHP oleh pemerintah juga turut disesalkan karena dalam praktiknya, berbagai pendapat dan aspirasi masyarakat tidak pernah menjadi pertimbangan berarti. Termasuk bagi orang muda, hal ini dinilai sebagai bentuk pencederaan atas hak dan ruang gerak untuk berekspresi dan didengarkan.

Rawan Diskriminasi dan Persekusi

Masalah lain pada sejumlah pasal di KUHP juga terkait dengan muatan-muatan yang mengkriminalisasi aktivitas di ranah privat. Pasal-pasal bermasalah KUHP dapat membatasi kebebasan berekspresi dan beropini, khususnya bagi kelompok yang terpinggirkan. Ini termasuk individu dengan disabilitas, masyarakat adat, korban-penyintas kekerasan seksual, minoritas agama dan kepercayaan, serta ragam gender dan seksualitas.

Masyarakat, termasuk orang muda, mestinya dapat menjalani hidup dengan aman, tanpa rasa takut akan diskriminasi maupun persekusi. Sayangnya, KUHP dianggap tidak mampu mengakomodir hak-hak tersebut. Ia justru membahayakan masyarakat dengan pasal-pasal yang menindas dan melanggar hak asasi manusia.

Salah satu pasal yang dipermasalahkan adalah perihal living law pada pasal 2 KUHP. Pasal tersebut dianggap berbahaya sebab tidak ada batasan yang jelas mengenai hukum yang hidup dalam masyarakat. Seseorang dapat dipidana bila ia melakukan sesuatu yang tidak disukai oleh orang-orang yang tinggal di lingkungannya. 

Selain pasal living law, pasal soal kontrasepsi pada pasal 410, pasal 411, dan pasal 412 juga menuai kritikan. Pasal ini berbahaya karena bisa mengkriminalisasi orang yang mengedukasi kesehatan reproduksi.

BACA JUGA:
‘Semua Bisa Kena’ : 6 Pasal RKUHP Yang Mengancam Perempuan

Pasal 172 dan 408 yang mengatur kesusilaan pada KUHP juga tidak lepas dari protes. Sebab para pekerja seni dapat dipidana apabila karyanya dianggap melanggar kesusilaan. Kebebasan berekspresi para pekerja seni berada di bawah ancaman.

Tidak kalah rawan, pasal yang mengatur tindak pidana agama, seperti  pasal 300, pasal 301, dan pasal 302, dikhawatirkan dapat mengkriminalisasi masyarakat yang bukan umat beragama. Ada pula 17 pasal KUHP temuan Aliansi Jurnalis Independen (AJI) yang mengatur tentang berita bohong dan hal-hal lain yang mengancam kebebasan pers. Padahal, aturan tentang pemberitaan telah diatur melalui mekanisme UU Pers yang kewenangannya ada di bawah Dewan Pers.

Kemudian, tanggung jawab pidana penyandang disabilitas pada pasal 38, pasal 39, pasal 103 ayat (2), dan pasal 99 ayat (4) dinilai tidak berkeadilan. Ini karena aturan hukum terkait tidak bisa diberlakukan secara merata (status based discrimination). Dalam konteks disabilitas psikososial, perlu dipertimbangkan fluktuasi dari kondisi mental seseorang. Pendekatan dari pasal ini tidak bisa all or nothing.

Hapus Pasal-Pasal Bermasalah

Masyarakat memandang KUHP sebagai perwujudan sikap anti-kritik pemerintah Indonesia. Oleh karena itu, muncul desakan agar pemerintah mencabut pasal-pasal bermasalah dalam KUHP dan terlibat dalam dialog yang bermakna dengan rakyat, termasuk orang muda dan kelompok terdampak lainnya.

Melalui pernyataannya, Gerakan Orang Muda untuk KUHP Berkeadilan berkomitmen untuk bekerjasama dalam meningkatkan kesadaran tentang pasal-pasal bermasalah dalam KUHP. Selain itu, penting pula membangun gerakan penyadaran dan edukasi tentang sejumlah pasal yang berbahaya dan merugikan banyak pihak, serta menguntungkan penguasa dan pelaku pelanggaran HAM berat masa lalu. 

BACA JUGA:

Catatan Akhir Tahun Aliansi Perempuan Bangkit: Kebijakan Pemerintah Makin Jauh Dari Cita-Cita Perempuan

Salsabila Putri Pertiwi

Redaktur Konde.co
Republikasi artikel ini, klik tombol di bawah

Creative Commons License

1. Silakan lakukan republikasi namun tidak boleh mengedit artikel ini, cantumkan nama penulis, dan sebut bahwa artikel ini sumbernya dari konde.co, tautkan URL dari artikel asli di kata “konde.co”. Anda bebas menerbitkan ulang artikel ini baik online maupun cetak di bawah lisensi Creative Commons.

2. Artikel kami juga tidak boleh dijual secara terpisah atau menyebarkannya ke pihak lain demi mendapatkan keuntungan material.

Let's share!