perempuan pendidikan

Perempuan Berpendidikan Bikin Susah Dapat Jodoh? No Way!

Sebagai perempuan, kamu punya hak mengenyam pendidikan yang layak. Stereotip yang membatasi, semestinya bisa kamu hempaskan! Fokus mengembangkan diri sebisa dan semampumu.

Diskriminasi masih terus terjadi di dunia pendidikan termasuk pada perempuan. Mereka masih seringkali dianggap ‘lebih rendah’ dengan adanya stereotip yang melekat di tengah masyarakat. Katanya, perempuan tidak perlu mengenyam pendidikan tinggi. Toh, perempuan nantinya akan kembali ke ‘kodratnya’. 

Bahkan, ada pula yang menyebut perempuan berpendidikan tinggi bikin susah dapat jodoh. Ini jelas diskriminasi berbasis gender. Padahal, hak pendidikan semestinya bisa didapatkan oleh siapapun. Laki-laki, perempuan atau ragam gender lainnya berhak dapat pendidikan yang layak. 

Lagipula, mengenyam pendidikan adalah hak setiap orang. Masing-masing punya hak yang setara dalam mengenyam pendidikan setinggi mungkin. Melalui pendidikan, seseorang akan mendapatkan pengetahuan yang berharga. Ini juga akan mendasari kehidupan seseorang agar punya masa depan yang baik di masa mendatang. 

Namun sayangnya, kita tinggal di negara, yang kehidupan masyarakatnya mayoritas masih menganut erat sistem patriarki. Ini kemudian menjadikan kaum perempuan sebagai pihak yang ‘lebih lemah’ dibandingkan dengan laki-laki. Dengan kata lain, kedudukan laki-laki seolah-olah tidak boleh tergeser oleh perempuan.

Perempuan Berpendidikan Bikin Susah Dapat Jodoh?

Berbagai stereotip yang berkembang dalam masyarakat soal perempuan, turut menjadikan terbatasnya ruang gerak perempuan. Mereka menjadi terbatas mengembangkan potensi yang dimilikinya.

Apa dampaknya? Tentu saja, ini bisa memunculkan ketidakadilan gender dalam dunia pendidikan. 

Pandangan yang juga melekat di masyarakat, soal pelabelan. Menurut masyarakat patriarki, perempuan yang ingin mengejar cita-citanya dan bersekolah tinggi, katanya bakal susah dapat jodoh. Sebab, laki-laki akan takut mendekatinya. No, way!

Pelabelan seperti ini, tentu saja sangat mengganggu dan lagi-lagi membatasi perempuan. Mereka yang punya potensi kemampuan dalam sektor publik, bisa jadi terkungkung. Dikarenakan tidak boleh atau dibatasi dalam berpendidikan. 

Dengan sudah berpendidikan saja, kini sering kita jumpai adanya pembagian kerja laki-laki dan perempuan yang tidak setara di dunia kerja. Di satu sisi, perempuan tetap harus menghadapi situasi kerja yang diskriminatif bahkan kerentanan-kerentanan lainnya. 

Tantangan Perempuan dalam Dunia Pendidikan

Perempuan mengalami banyak tantangan dalam memperjuangkan haknya menuju keadilan dan kesetaraan gender dalam dunia pendidikan. 

Tantangan dalam dunia pendidikan tentunya memberikan pemahaman terhadap kesetaraan dan keadilan gender. Yakni, bagaimana membongkar tatanan nilai-nilai, dogma, bahkan kepercayaan tentang relasi laki-laki dan perempuan yang selama ini selalu diposisikan berbeda, yakni laki-laki selalu menjadi prioritas dibanding perempuan. 

Baca juga: Ingat Pesan Kartini: Buka Akses Pendidikan Perempuan

Banyaknya budaya dan nilai-nilai patriarki yang sudah sangat melekat di kalangan masyarakat, menyebabkan kemajuan di negara ini bisa saja sulit digapai. Selagi, perempuan masih mendapatkan ketidakadilan gender. 

Di situasi ini, perempuan dihadapkan dengan hal yang tak mudah. Dia mesti berjuang untuk mendapatkan pendidikan sesuai kemauan dan kemampuan. Namun di sisi lain, dia juga harus berjuang melawan diskriminasi yang dialami. 

Maka semestinya, kita bisa sama-sama mendorong perempuan agar bisa mendapatkan ekosistem pendidikan yang baik dan berkualitas. Yaitu, pendidikan yang terbebas dari diskriminasi gender. Dunia pendidikan seharusnya lantas bisa menjadi tempat untuk membangun relasi gender yang baik di dalam kehidupan bermasyarakat. 

Solusi Kesetaraan Gender Bagi Perempuan

Untuk mencegah hal ini agar tidak terjadi secara terus menerus menganggap remeh perempuan, maka perlu adanya solusi untuk mengatasi ketidakadilan gender dalam pendidikan. Seperti, pengarusutamaan gender guna mencapai adanya kesetaraan gender. Pengarusutamaan gender (PUG) adalah suatu pendekatan pada perempuan dan efektif dalam mencapai kesetaraan gender. 

Dalam kesetaraan gender, perempuan memiliki hak yang sama dan kedudukan yang setara dengan laki-laki dalam hal pendidikan seperti yang telah diatur dalam Pasal 31 Ayat (1) Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 yang berbunyi “Setiap warga negara berhak mendapat pendidikan”. 

Isi dari pasal tersebut terpampang jelas bahwa tidak ada perbedaan antara laki-laki dan perempuan untuk dapat memperoleh akses dalam pendidikan. Selain itu, dalam pendidikan hak perempuan juga diatur dalam Pasal 48 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia yang berbunyi: “Wanita berhak untuk memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam pekerjaan, jabatan, dan profesi sesuai dengan persyaratan yang telah ditentukan.”

Kesetaraan gender pendidikan adalah hal yang sangat penting diterapkan. Dikarenakan kesetaraan gender menjadi suatu kondisi yang setara atas akses, partisipasi atau potensi untuk ikut serta, kontrol menentukan kebijakan pendidikan dan kesempatan pembangunan pendidikan.  

Kesetaraan gender dalam pendidikan menjadi tempat utama untuk memberikan perlakuan yang tidak memarjinalkan, subordinatif, stereotip, bernuansa kekerasan fisik dan psikis, tidak memberi beban lebih kepada salah satu jenis kelamin. 

Oleh karena itu, perempuan harus bisa melawan segala stereotip yang melekat pada masyarakat dan membuang stereotip tersebut. Fokus mengembangkan diri sesuai apa yang dimiliki. Mari kita membuktikan bahwa perempuan pantas mengenyam pendidikan setinggi mungkin. 

Dengan demikian melalui upaya tersebut diharapkan adanya PUG di bidang pendidikan akan tercapai dan tidak adanya diskriminasi gender dalam pendidikan demi mewujudkan kesejahteraan bersama di masa depan.

Pramesti Regita Cahyani

Pramesti Regita Cahyani atau yang sering dikenal sebagai Regita merupakan Mahasiswa S-1 Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial, Universitas Negeri Semarang. Saya merupakan mahasiswa angkatan 2020 yang saat ini sedang menempuh semester 6 di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UNNES. Asal saya yaitu dari Kabupaten Cilacap dan saat ini saya berdomisili Semarang, Jawa Tengah, karena sedang menempuh studi saya.
Republikasi artikel ini, klik tombol di bawah

Creative Commons License

1. Silakan lakukan republikasi namun tidak boleh mengedit artikel ini, cantumkan nama penulis, dan sebut bahwa artikel ini sumbernya dari konde.co, tautkan URL dari artikel asli di kata “konde.co”. Anda bebas menerbitkan ulang artikel ini baik online maupun cetak di bawah lisensi Creative Commons.

2. Artikel kami juga tidak boleh dijual secara terpisah atau menyebarkannya ke pihak lain demi mendapatkan keuntungan material.

Let's share!