Poster Komite Aksi Bersama International Women’s Day 2017 |
Febriana Sinta – www.konde.co.
Jogja, Konde.c0 – Kedatangan Raja Arab Saudi Salman bin Abduaziz al-Saud ke Indonesia membuat sibuk Pemerintah Indonesia. 10.000 personil keamanan dikerahkan menjaga raja dan rombongannya yang berjumlah kurang kebih 1.500 orang.
Tidak hanya itu, selama 6 hari di Bali layanan spesial telah disiapkan antara lain menutup pantai, menyiapkan 360 mobil mewah merk Toyota Alphard dan Mercedez Benz serta pengamanan ekstra dilakukan 30.000 pecalang.
Bahkan jauh hari Pemerintah Indonesia telah mengeluarkan statement kedatangan raja beserta menteri, putri dan pangeran tersebut untuk berinvestasi sebesar 25 Milliar US Dollar pada 11 sektor pembangunan di Indonesia.
Menyambut kedatangan raja dan rombongan dari Arab Saudi, Komite Aksi Bersama International Women’s Day 2017 melakukan aksi diam sebagai bentuk kecaman dan protes, Kamis(2/3) di depan Kedutaan Besar Arab Saudi dan Istana Presiden.
Komite Aksi Bersama International Women’s Day 2017 mengecam kerjasama yang dibangun pemerintah Indonesia dan Arab Saudi tanpa memasukkan isu perlindungan terhadap BMI di Arab Saudi. Kerjasama yang dilakukan Indonesia bersama Arab Saudi adalah bentuk pengkhianatan terhadap buruh migran.
Berdasarkan catatan penanganan kasus Solidaritas Perempuan (SP) sepanjang satu dekade mulai tahun 2008 hingga 2016, perempuan yang bekerja di Arab Saudi seluruhnya bekerja sebagai Pekerja Rumah Tangga (PRT), satu jenis pekerjaan yang masuk dalam kategori 3D (Dirty, Dangerous, Difficult).
Selama satu decade itu pula, SP menangani sebanyak 3 kasus Perempuan Buruh Migran (PBM) yang pernah mendapat vonis hukuman mati dari Pengadilan Arab Saudi.
Dari 3 kasus tersebut, 2 kasus atas nama Sumartini asal Sumbawa dan Warnah asal Karawang, hingga hari ini masih menjalani proses pengadilan, Mereka di penjara karena dituduh mempunyai dan melakukan sihir terhadap anak majikan. Saat ini mereka masih menunggu hak umumnya berupa pemaafan (Grasi) dari raja untuk bebas dari penjara.
Selain itu, 1 kasus pembunuhan buruh perempuan bernama Nani Suryani asal Karawang belum ada titik temu, padahal pembunuhan yang dilakukan majikan Nani telah dilakukan 5 tahun lalu.
Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) saat ini sedang menangani 1 kasus PBM atas nama Rusmini Wati asal Indramayu. Rusmini sebelumnya divonis hukuman pancung karena tuduhan menyihir istri pertama majikan yang sakit-sakitan. Upaya banding yang diajukan KBRI di Arab Saudi akhirnya membebaskan Rusmini dari eksekusi mati namun diganti menjadi hukuman penjara 12 tahun dan cambuk 1200 kali.
Baik Sumartini, Warnah, dan Rusmini mengalami intimidasi dan penyiksaan ketika menjalani proses interogasi di kepolisian dengan tujuan agar mengakui perbuatan yang sebenarnya tidak mereka lakukan.