“Mira Sahid, perempuan yang peduli terhadap isu literasi digital di Indonesia, sejak tujuh tahun lalu mendirikan “Emak Blogger”, sebuah komunitas blogger perempuan yang berbasis media sosial. Mira mengatakan bahwa sebagian perempuan Indonesia masih mengalami Fear of Missing Out (FOMO) yang bisa membahayakan perempuan. Apa yang dilakukan “Emak Blogger” untuk perempuan di tengah persoalan digital?”
*Meera Malik- www.Konde.co
Jakarta, Konde.co- Seiring perkembangan, komunitas “Emak Blogger” kemudian memiliki banyak kegiatan, komunitasnya juga bertumbuh di beberapa kota di Indonesia. Komunitas ini selama ini bekerja untuk mengarusutamakan isu literasi digital untuk perempuan Indonesia.
Meera Malik dari Konde.co berbincang dengan Mira Sahid untuk mengetahui gerakan komunitas “Emak Blogger” dalam isu literasi digital di Indonesia.
Apa yang mendasari pendirian komunitas Emak Blogger?
Semuanya berawal dari kerinduan saya tentang dunia blog. Jadi saya punya blog di tahun 2008, sempat vakum, terus aktif lagi itu tahun 2011 akhir. Kemudian, saya bersama teman-teman bikin grup Facebook, kumpulan “Emak Blogger”. Dalam satu hari terbentuk, terkumpul sekitar 100 teman-teman blogger dan terus berkembang setiap harinya sampai sekarang. Jadi, latar belakangnya memang karena ingin mengumpulkan teman-teman blogger. Waktu itu bulan Januari tahun 2012 tanggal 18.
Mengapa namanya Emak Blogger?
Aku terpikir emak itu kan Indonesia banget ya walaupun Emak Blogger itu gak khusus untuk emak-emak. Jadi membernya perempuan dari yang sudah menikah, yang belum menikah, semua boleh bergabung. Yang terpenting dia punya ketertarikan menulis di blog dan punya blog.
Sejauh ini anggotanya tersebar di mana saja?
Hampir di seluruh daerah di Indonesia, dan yang sudah ada kepengurusan secara resminya itu di Solo, yang lainnya memang masih kita bantu dari pusat, kita dorong untuk berdaya sendiri.
Apa saja kegiatan yang sudah dilakukan selama ini?
Ada pelatihan-pelatihan online, kita punya kegiatan namanya “Senin Berbagi, ”Itu materinya tentang seputar dunia blog, media sosial, dan lain-lain. Kemudian kita masuk ke ranah offline-nya juga, ada yang namanya “Arisan Ilmu”, itu sampai sekarang juga masih berjalan. Acaranya seminar gitu tapi dari member untuk member. Jadi kita kumpulkan teman sekitar 30-40 orang, kemudian dari member siapa yang mau berbagi tentang blog, tentang menulis.
Nah saat 2012, 2013, 2014, kita punya itu acara “Srikandi Blogger”, annual event setahun sekali. Itu acaranya besar, melibatkan semua teman-teman dari seluruh Indonesia dan saat itu juga itu juga didukung oleh Menkominfo, dan ICT Watch, dan berbagai sponsor dari swasta. Sekarang belum dijalankan lagi karena kami lebih ingin setiap bulannya juga ada terus untuk memberdayakan di berbagai kota.
Dengan Sisternet kemarin, kita sudah roadshow 6 kota untuk “Arisan Ilmu”. Inginnya tahun depan kita bisa melakukan hal yang sama untuk memberikan edukasi ke teman-teman blogger dan sekarang mulai terbuka terhadap teman-teman perempuan yang mau belajar tentang media sosial dan lain-lain.
Apa saja yang didapatkan seseorang ketika bergabung dengan komunitas Emak Blogger?
Yang paling utama itu networking, mereka akan berkembang dan mereka akan belajar banyak hal di komunitas. Targetnya ke depan, anggota komunitas “Emak Blogger” ini bisa menjadi agent of change di wilayahnya masing-masing, bisa menyebarkan informasi seputar literasi digital yang tidak hanya blog tapi juga isu hoax, privasi dan lain-lain. Kami bersama Siberkreasi juga sedang membangun itu supaya kontennya bervariasi, lebih bertambah lagi.
Bagaimana cara anda mengarusutamakan isu literasi digital terutama di anggota komunitas sendiri?
Itulah kenapa dulu kami memang fokus di dalam lingkup komunitas dan blogging. Kami bergabung dengan Siberkreasi di tahun 2017, harapannya dengan bergabung dan berkolaborasi dengan para pegiat literasi digital lain, kami menambah wawasan untuk akhirnya kami teruskan lagi ke teman-teman member. Karena kami tidak ingin komunitas kami ini hanya bergerak seputar blog. Kami ingin membekali mereka dengan dunia literasi digital, entah itu parenting digital, tentang hoax, tentang privasi dan semua yang berkaitan dengan literasi digital.
Makanya, dengan Sisternet, Siberkreasi berkolaborasi, kami punya kekuatan lebih untuk membangun keterikatan ke member dalam literasi digital. Jadi harapannya kita sekarang menyasar member dulu, kita tambahin skill-nya dari situ berharap mereka juga bergerak sendiri-sendiri. Kita selalu mengingatkan kepada mereka sebagai seorang blogger, seorang influencer untuk mengangkat isu literasi digital bagi para pembaca setia blog mereka.
Namun, itu kan harus berproses ya. Kemarin yang roadshow 6 kota bersama Sisternet ya sudah mulai tumbuh kesadaran itu dari teman-teman blogger dan sejauh ini di beberapa kota mereka sudah mulai bergerak sendiri. Mereka melakukan literasi digital di wilayahnya masing-masing.
Seberapa besar urgensi perempuan tahu tentang hak privasinya di internet?
Sangat penting. Kita bisa lihat berita-berita negatif yang mudah tersebar, itu lebih banyak dialami kaum perempuan, baik itu identitasnya, data-data pribadinya yang bocor. Ironisnya, era media sosial ini membuat mayoritas perempuan itu mengalami Fear of Missing Out (FOMO) yang membuat mereka merasa harus terus up to date dan menunjukkan eksistensinya di media sosial.
Apa Bahayanya Fear of Missing Out (FOMO)?
Ini membahayakan posisi perempuan. Itu sebabnya kita harus menjaga privasi kita di internet dan mengerti mana yang bisa dan perlu kita bagikan ke publik dan mana yang tidak.
Perlindungan tentang hak privasi ini mesti didorong terus baik itu oleh pemerintahan, organisasi, supaya kita punya batasan-batasan. Harapannya ke depan semoga literasi digital yang menyasar kaum perempuan semakin banyak dan semakin aware dan semakin bisa dijalankan oleh perempuan-perempuan di Indonesia.
Apa harapan kamu sebagai perempuan terkait literasi digital?
Saya pribadi berharap perempuan bisa lebih berdaya dan lebih sadar dan melek literasi digital, tetapi tentu butuh kolaborasi. Karena itulah ada Emak Blogger, Sisternet sebagai wadah, kemudian ada Siberkreasi juga yang memang bisa menjadi wadah teman-teman untuk meng-upgrade diri, menambah wawasan jejaring yang bisa membuat mereka safety, comfy, dan lain-lain.
*Meera Malik, jurnalis televisi yang murtad dan kini mualaf di Konde.co sebagai managing editor. Pengagum paradoks semesta, gemar membeli buku tapi lupa membaca.