Kantor Staf Presiden Akan Bentuk Gugus Tugas RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga

Kantor Staf Presiden (KSP) akan membentuk gugus tugas RUU Perlindungan PRT. KSP akan berkomunikasi dengan Kemenaker dan Kemenkumham untuk pembentukan gugus tugas RUU Perlindungan PRT agar bisa dilakukan percepatan pembahasan

Angin segar dihembuskan Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko terkait pembahasan Rancangan Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU Perlindungan PRT) yang tertahan di Badan Musyawarah (Bamus) DPR sejak Juli 2021 lalu.

Saat melakukan audensi dengan Koalisi Sipil Pengesahan RUU Perlindungan PRT di Gedung Bina Graha Jakarta, Senin (14/3/2022) pagi, Moeldoko menyatakan bahwa Kantor Staf Presiden (KSP) akan menginisiasi pembentukan Gugus Tugas agar pembahasan RUU Perlindungan PRT bisa dimulai kembali.

“Kami (KSP) akan berkomunikasi dengan Kemenaker dan Kemenkumham untuk pembentukan gugus tugas RUU Perlindungan PRT agar bisa dilakukan percepatan pembahasannya,” kata Moeldoko kemarin.

Audiensi ini dihadiri secara langsung oleh koalisi masyarakat sipil, hadir dalam acara Ninik Rahayu dari Jalastoria, Ari Ujianto dari Jala PRT, Satyawanti dari Komnas Perempuan, juga Luviana mewakili Konde.co yang selama ini banyak melakukan riset dan penulisan PRT lewat media. Eva Kusuma Sundari dari Institut Sarinah, Lita Anggraini dari Jala PRT, kalangan agamawan, akademisi dan aktivis perempuan lainnya hadir secara online

Seperti diketahui, RUU Perlindungan PRT sudah diperjuangkan sejak 2004 dan telah beberapa kali masuk dalam daftar Program Legislasi Nasional (Prolegnas). Pada tahun 2020, RUU ini sudah selesai dibahas di Badan Legislasi (Baleg), namun mandeg di  Badan Musyawarah (Bamus) hingga kini. Sampai dilakukan audiensi kemarin, belum ada kejelasan bagaimana nasib RUU yang telah diperjuangkan selama 18 tahun ini.

Jaringan Nasional untuk Advokasi PRT (Jala PRT) dan sejumlah organisasi masyarakat sipil hingga kini terus mengupayakan agar payung hukum bagi jutaan PRT yang mayoritas perempuan bisa dibahas kembali dan segera disahkan menjadi Undang-undang. RUU diharapkan akan memberikan payung hukum bagi jutaan PRT yang hingga kini belum diakui sebagai pekerja.

Moeldoko mengatakan, sejak 2021 KSP terlibat aktif dalam upaya percepatan pembahasan RUU Perlindungan PRT. Namun menurutnya, pembahasan dan pengesahan sebuah RUU sering kali harus melewati jalan panjang, yang tidak selalu searah dengan harapan masyarakat.

Ada banyak faktor dan tarik menarik kepentingan dalam setiap pembahasan RUU. Untuk itu, menurut dia, dibutuhkan komunikasi dan koordinasi lintas kalangan secara terus-menerus. Mantan Panglima TNI ini memastikan Kantor Staf Presiden sudah merespon perkembangan isu RUU Perlindungan PRT. KSP, kata dia, juga sudah membuka komunikasi dengan masyarakat sipil dan melakukan rapat koordinasi dengan kementerian/lembaga terkait.

“KSP memberikan perhatian serius terhadap isu RUU Perlindungan PRT. Sebab, keberadaan PRT dengan jumlah lebih dari 4 juta orang menjadi sangat signifikan untuk mendapat perhatian dari pemerintah dan masyarakat,” tutur Moeldoko.

Moeldoko melihat, hingga saat ini belum ada payung hukum yang mengakui dan menjamin perlindungan bagi lebih dari 4 juta PRT. Sementara kasus kekerasan terhadap PRT terus terjadi. Selama kurun 2018-2020, tercatat ada 1.743 kekerasan terhadap PRT.  Fakta dan data ini menunjukkan bahwa UU Perlindungan PRT sudah mendesak untuk segera disahkan.

“Negara hadir untuk melindungi PRT, dan sudah saatnya Indonesia punya UU Perlindungan PRT sebagai payung hukum dan perlindungan bagi pekerja rumah tangga,” tegasnya.

Pada kesempatan yang sama, Eva Kusuma Sundari dari Insititut Sarinah yang hadir secara daring mengatakan, dukungan pemerintah sangat dibutuhkan untuk mempercepat pembahasan RUU Perlindungan PRT.

Eva mencontohkan RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS) mendapat respons cepat dari DPR setelah Presiden Joko Widodo menyampaikan pidato yang menekankan pentingnya pengesahan RUU TPKS.

“Endorsement dari Bapak Presiden sangat penting agar RUU Perlindungan PRT ini menjadi perhatian DPR,” kata Eva.

Anggota DPR periode 2014–2019 dari PDI Perjuangan ini juga mengungkapkan bahwa hingga kini masih banyak pekerja rumah tangga yang mengalami “praktik perbudakan modern”, mulai dari soal gaji, eksploitasi jam kerja, hingga kekerasan fisik dan seksual.

“UU Perlindungan PRT sudah sangat mendesak untuk dibahas dan disahkan. Undang-undang ini juga akan membantu suksesnya perlindungan negara kepada PRT di luar negeri,” ujar Eva.

Tim Konde.co

Konde.co lahir pada 8 Maret 2016 untuk mengelola ruang publik dari sudut pandang perempuan dan minoritas sebagai bagian dari kesadaran dan daya kritis, menghadirkan penerbitan artikel di website, produksi video/ film, dan informasi/ pengetahuan publik.Kini dikelola oleh individu-individu yang mempunyai kesamaan dalam memandang perempuan dan minoritas.

Let's share!

video

MORE THAN WORK

Mari Menulis

Konde mengundang Anda untuk berbagi wawasan dan opini seputar isu-isu perempuan dan kelompok minoritas

latest news

popular